Part 27
Happy reading
Maaf typo
*
*
*
Suzy mencondongkan tubuhnya ke arah Kim Bum dan Ara untuk membisikkan sebuah rencana.
"MWO?" teriak Ara dan Kim Bum serentak saat Suzy menjelaskan idenya.
"Andwe, aku tidak mau mengulang hal itu lagi," tolak Kim Bum mentah-mentah.
"Aish, kau ingin dibantu tapi tidak mau menjalankan rencananya," kata Suzy kesal.
"Apa tidak ada rencana lain?" tanya Kim Bum menatap dua wanita cantik di depannya.
Ara mengelus dagu sambil berpikir, biasanya ia memiliki ide yang lebih baik dari Suzy tapi, untuk masalah yang satu ini Ara rasa ide Suzy yang terbaik.
"Jika kau langsung menemui So Eun , aku yakin dia tidak akan mendengarkanmu. Kau bisa diusir," jelas Suzy mencoba memikirkan hal yang mungkin terjadi ketika Kim Bum menemui So Eun.
"Hmm, aku pikir ide Suzy tidak buruk juga. Untuk saat ini suasana hati So Eun dalam keadaan kurang baik. Sepertinya kau harus menyamar, Kim Bum," ucap Ara menyetujui usulan Suzy.
"Bagaimana aku bisa masuk ke dalam perusahaan itu?" tanya Kim Bum. "Meski aku menyamar kemungkinan besar So Eun akan menyadarinya. Dia tidak akan tertipu untuk yang kesua kali."
"Serahkan pada kami," ucap Ara dan Suzy serempak, senyum keduanya merekah seolah mereka sepemikiran.
Kim Bum menghela napas pasrah, berkorban sedikit tidak akan membuatnya rugi jika ia bisa bertemu dengan So Eun dan menjelaskan semuanya.
***
So Eun mulai menyibukkan diri dengan pekerjaan. Tidak ada pilihan selain bekerja lebih keras untuk melupakan rasa sakit di hati. Jika sudah seperti itu tidak ada lagi So Eun yang pemalas, biasanya ia masih betah berada di bawah selimut tapi tidak untuk saat ini, gadis berhidung mancung itu sudah siap untuk pergi ke kantor.
"Kim So ——"
Suzy menghentikan ujarannya saat melihat So Eun sudah cantik dengan celana jeans navy dan pakaian putih lengan panjang, polesan make up menutupi mata sembabnya.
Dia pasti menangis semalaman, batin Suzy.
"Aku kira kau masih berada di dunia lain. Syukurlah kau sudah sadar lebih cepat dari biasanya," kata Suzy mendekati sang sahabat.
"Cih, kau senang sekali mengejekku," sahut So Eun sambil menyemprotkan parfum ke badannya.
"Sudah selesai? Kajja, kita berangkat," ajak Suzy setelah mengambil tumpukan berkas di atas meja So Eun.
So Eun mengendarai mobilnya dengan tenang, sesekali kepalanya mengangguk mengikuti alunan musik yang up-beat. Sebelumnya So Eun sempat protes dengan Suzy yang menghapus lagu-lagu rock yang tersimpan dalam flashdisknya tapi, gadis itu hanya bisa mengomel setelah tahu jika Soo Hyun yang menyuruh Suzy melakukannya.
So Eun menghempaskan tubuhnya ke kursi kerja setelah tiba di ruangannya. Setumpuk berkas yang harus gadis itu kerjakan membuat ia harus bekerja cepat. Hari ini Suzy tidak banyak berkomentar, mereka melakukan pekerjaan dengan cekatan.
Suara pintu mengalihkan perhatian So Eun dari berkas-berkasnya. Ara muncul dari balik pintu dengan wajah muram. Gadis itu mendekat dengan sebuah amplop putih di tangan. Ara menyodorkan benda putih itu pada So Eun.
"Tuan Han akan mengambil cuti 1 bulan, jadi kita perlu tambahan tenaga di bagian produksi untuk peluncuran komik minggu depan," jelas Ara.
So Eun memijat kepalanya, dalam waktu yang berdekatan ada saja kendala yang harus dihadapi. Tidak mungkin untuk menunda jadwal lagi, So Eun tidak ingin antusias pembaca menurun sehingga berdampak buruk pada hasil penjualan.
"So Eun kita harus segera mencari penggantinya," ucap Suzy.
"Merekrut karyawan dalam sehari, itu tidak mungkin," jawab So Eun.
"Aku punya seseorang yang bisa membantu kita selama sebulan. Kebetulan dia sedang free," ucap Ara hati-hati.
"Apa dia memiliki pengalaman?" tanya So Eun.
"Yah, dia cukup pintar dalam beberapa hal, seperti editing, layout dan aku dengar dia sempat bekerja sebagai seorang asisten sutradara di luar negeri. Aku rasa tidak ada salahnya kita meminta bantuannya di bagian produksi. Setidaknya dia orang yang pekerja keras, untuk hal lainnya aku rasa bisa dipelajari," kata Ara antusias.
"Arraseo, aku ingin bertemu dia sebelum jam makan siang. Apa kau bisa mengaturnya?"
"Tentu, aku akan menghubunginya sekarang. Baiklah aku akan kembali bekerja, sampai bertemu nanti siang," ujar Ara. Sebelum pergi Ara mengangguk kecil ke arah Suzy yang dibalas kedipan sebelah mata oleh sahabatnya.
Waktu terus bergulir membuat So Eun semakin sibuk. Tanda tangan berkas, membuat naskah komik hingga mengangkat telepon dari client ia lakukan dengan cekatan. Meski Suzy bekerja sebagai asistennya tidak sedikitpun ia memberatkan gadis itu. Semasih bisa dikerjakan So Eun tidak pernah memerintahan Suzy untuk menelpon client, akan ada baiknya jika ia melakukannya sendiri.
"So Eun, calon pegawai kita sudah datang," ujar Suzy setelah menutup panggilan dari telepon di atas meja kerjanya.
So Eun melirik sekilas jam tangannya, masih ada 30 menit untuk melakukan interview sebelum jam makan siang.
"Suruh dia ke ruanganku," ucap So Eun.
"Nde."
Tidak butuh waktu lama, pintu ruang kerja So Eun diketuk. Ara masuk setelah So Eun mengizinkan.
"Di mana orang itu?" tanya So Eun ketika melihat Ara masuk sendiri.
"Dia sedikit pemalu. Dia ada di luar, sebentar aku panggil," ucap Ara dengan senyum menawan.
"Ehhm ... Tuan Kim, kau bisa masuk sekarang," ujar Ara dengan lantang.
Seorang pria muncul dari balik pintu, membuat So Eun berdiri dari duduknya. Mata gadis itu membulat sempura dengan mulut menganga lebar ketika melihat sosok pria tegap berada di depannya. Bukan karena So Eun terpesona pada pria itu tapi, gadis itu tidak pernah membayangkan calon karyawannya seperti orang tersebut.
Pernah bekerja di luar negeri membuat So Eun berpikir jika penampilannya akan lebih modis dan keren tapi, berbanding terbalik dengan khayalannya. Sebenarnya tidak ada yang mempermasalahkan model pakaiannya hanya saja pemilihan warna yang terlalu mencolok membuat So Eun sedikit tidak suka.
Ara dan Suzy mencoba menahan tawa melihat penampilan Kim Bum saat ini. Pakaian licin dan rapi dengan kemeja warna kuning terang yang dikancing sampai atas dipadukan dengan celana hijau muda metalik serta jaket warna merah menyala, membuat Kim Bum terlihat seperti traffic light berjalan. Tidak lupa dengan rambut ikal dengan kaca mata hitam melengkapi penampilan pria itu. Untuk menyempurnakan penyamarannya kali ini Kim Bum tidak mengenakan tompel seperti dulu tetapi, pria itu menggunakan brewok dan kumis untuk mengelabui So Eun.
So Eun tidak bisa berbicara lagi, kata-katanya menguap begitu saja melihat calon karyawannya. Sangat jarang pria Korea mau menumbuhkan rambut di wajah mereka dan itu membuat So Eun ragu jika pria di depannya adalah orang Korea asli.
So Eun menarik tangan Suzy untuk mendekat.
"Suzy, bagaimana menurutmu, apa aku harus menerimanya?" bisik So Eun sesekali melirik ke arah Kim Bum.
"Tidak ada pilihan lain, kita bisa mencobanya siapa tahu hasil kerjanya lebih baik. Ingat, jangan menilai seseorang dari penampilan," ucap Suzy dengan suara rendah memberikan masukkan pada bosnya. So Eun mengangguk dan sedikit menjauh dari Suzy.
"Aku Kim So Eun, bisakah kau perkebalkan diri?" kata So Eun dengan senyum kaku.
"Oh, nde. Perkenalkan namuku Kim So Bum," jawab Kim Bum dengan singkat, jelas, dan padat.
"Dia sepertinya pemalu," bisik Suzy pada So Eun.
"Bukan pemalu tapi, memalukan," koreksi So Eun membuat Suzy menahan tawanya. Ingin sekali saat ini Suzy berfoto dengan Kim Bum, mengabadikan moment bagaimana perjuangan seorang produser sekaligus sutradara muda itu untuk mendekati pujaan hati. Sungguh ironis.
Wajah Ara dan Suzy merah padam, bukan karena marah atau malu tetapi, mereka sedang menahan tawa sejak awal kedatangan Kim Bum. Rencana mereka berjalan dengan mulus, terbukti So Eun tidak mengenali Kim Bum sama sekali, bahkan gadis itu terlihat ilfil. Belum lagi ketika So Eun melihat sendal jepit yang dikenakan Kim Bum berwarna merah muda. So Eun hanya menggeleng dengan kelakuan calon karyawannya.
"Kenapa kau menggunakan sendal?" tanya So Eun spontan.
"Kebanjiran," celetuk Kim Bum asal jawab.
Suzy menggigit bibir bawahnya dengan mata berkedip-kedip agar Kim Bum tidak asal bicara, bisa-bisa So Eun curiga dengan penyamarannya.
"Tuan Kim sepertinya kau meninggalkan sepatumu di depan toilet," ucap Ara membuat Kim Bum menekuk alisnya. Gadis itu kesal karena Kim Bum tidak bisa bekerja sama. Jika mereka ketahuan bukan hanya Kim Bum yang kena masalah tapi, Ara san Suzy juga terlibat.
"Siapa nama panggilanmu?" tanya So Eun membuat Kim Bum menatap So Eun kembali.
"So Bum atau ... Kim Bum. Anda bisa memanggil saya dengan salah satu nama itu," ujar Kim Bum tenang, meski saat ini ia tengah menahan malu di depan So Eun.
Ara dan Suzy melotot lagi. Kim Bum telah melanggar perjanjian, nama panggilan pria itu seharusnya So Bum saja, bukan Kim Bum. Ara menyenggol lengan Kim Bum membuat pria itu menoleh untuk kesekian kalinya.
"Biasanya dia dipanggil So Bum, bukankah seperti itu, Tuan Kim?" kata Ara dengan senyum paksa. Kim Bum diam tidak merespon pernyataan Ara, wajahnya datar tidak berekspresi.
"Ani, aku panggil kau Kim Bum saja. Apa kau setuju?" tanya So Eun yang dijawab dengan sebuah anggukan oleh Kim Bum.
"Baiklah, aku akan menerimamu bekerja selama satu bulan di sini. Tentang perjanjian dan SOP perusahaan akan dijelaskan oleh Ara, gadis itu yang akan mengawasimu," ucap So Eun. "Ara bisakah kau antarkan Kim Bum ke ruangannya?"
"Nde, arraso," sahut Ara sebelum keluar dari ruangan So Eun.
So Eun menghempaskan tubuh di atas kursi, selama ini belum pernah ia menerima karyawan aneh seperti Kim Bum. Jika saja ia tidak kepepet mungki So Eun akan berpikir ribuan kali untuk menerima pria itu.
"So Eun kenapa kau memanggilnya Kim Bum?" tanya Suzy duduk di depan So Eun.
"Tidak masalah, nama Kim Bum tidak hanya satu," jawab So Eun seraya menyenderkan tubuhnya pada kursi.
"Tapi itu akan membuatmu semakin terluka," sahut Suzy.
"Aku tidak bisa menghindar terus Suzy. Aku tidak ingin memiliki trauma dengan orang dengan nama yang sama. Aku harus bisa melupakan Kim Bum mulai saat ini," jelas So Eun dengan wajah sendu.
"Kau benar, masalah tidak akan selesai jika tidak dihadapi. Semakin kita takut menerima sebuah kenyataan, kita akan tenggelam," papar Suzy membuat So Eun mengangguk.
"Ah, aku lapar sudah waktunya makan siang, kajja kita makan bersama," ajak So Eun seraya berdiri dari duduknya.
"Kau duluan saja, aku akan menyusul bersama Ara. Masih ada yang kami kerjakan," jawab Suzy membuat So Eun manyun.
"Jadi aku harus makan siang sendiri," ucap So Eun dengan napas panjang. "Baiklah aku tunggu kalian di restaurant biasa. Ingat jangan sampai telat makan."
"Nde, Nona Kim."
***
Taemin mengusap pelan pantat bayi montok yang sedang asik minum susu. Bayi cantik itu memang tidak rewel tapi, saat ia lapar suara tangisnya sangat kencang membuat Taemin panik dan kebingungan.
"Kenapa nasibku seperti ini, menjaga anak yang bukan darah dagingku. Jika aku tinggal itu tidak mungkin. Dia tidak berdosa bagaimana aku bisa melakukan hal keji seperti itu?" gumam Taemin dengan pertentangan pikirannya. Ia menopang wajahnya untuk melihat bayi cantik yang menjadi tanggung jawabnya. Senyum di wajah Taemin merekah, sebuah ide muncul di kepala mangkoknya.
"Baby cantik, bagaimana jika kita jalan-jalan ke luar. Kau pasti ingin menghirup udara segar, 'kan?" ujar Taemin pada bayi gemuk itu.
Taemin menggendong bayi kecil itu dan meletakkannya di dalam kereta dorong. Tangis sang bayi pecah ketika Taemin meletakkannya di dalam kereta. Dengan sabar pria kurus itu mengusap kaki mungil itu, tidak jarang Taemin bersenandung untuk meredam tangisnya. Sejauh ini cara itu cukup manjur, terlihat mata kecil itu mulai terpejam lagi. Taemin tersenyum, rasa hangat menjalari perasaannya melihat wajah damai si bayi.
"Aku sudah seperti ibu rumah tangga saja," lirih Taemin saat memasukkan beberapa botol susu dan pempers untuk si baby ke dalam tas.
Setelah selesai dengan keperluannya, Taemin segera mendorong kereta bayi itu keluar apartemen, berjalan-jalan menyusuri kota ditemani seorang bayi membuat dirinya tidak jarang menjadi tontonan. Beruntunglah ia dilahirkan dengan rasa kepercayaan diri yang berlebih jadi Taemin tidak merasa risih atau malu mendorong kereta bayi di tempat umum.
Jalanan cukup ramai mengingat saat ini adalah jam makan siang. Taemin berhenti di sebuah supermarket untuk membeli es krim pisang kesukaannya.
"Hey baby, kau mau es krim? Oh, tidak? Ya, sudah aku makan sendiri," ucap Taemin pada bayi yang tertidur pulas. Pria itu menikmati es krimnya dengan nikmat, tanpa sengaja ia melihat seorang wanita cantik yang ditemuinya beberapa waktu yang lalu masuk ke dalam restaurant yang sama.
"Mwo? Bukankah itu Kim So Eun kekasih Kim Bum hyung?" gumam Taemin mengingat kembali akan sosok wanita yang ia lihat. Pria itu berjongkok di depan kereta bayinya.
"Baby Kim, kau akan segera memiliki eomma baru. Apa kau senang, bersiaplah menjemput eomma mu," seru Taemin pada bayi berusia 6 bulan itu. Didorongnya kereta bayi ke tempat So Eun, mungkin ini saatnya Taemin meluruskan kesalahpahaman yang terjadi. Setidaknya ia bisa segera lepas dari jabatan sebagai babysitter.
"Annyeonghaseo, jeoneun Taemin imnida (hai, namaku Taemin). Kita pernah bertemu dua hari yang lalu di sini," ujar Taemin ketika berada di hadapan So Eun.
"Oh, nde. Aku Kim So Eun," jawab So Eun ramah.
"Nona Kim, apakah kau ada waktu sebentar? Ada yang ingin aku sampaikan," ucap Taemin.
"Waktuku tidak banyak, apakah hal itu penting?" tanya So Eun yang diangguki oleh Taemin.
"Ini menyangkut kehidupanku, kau dan hyung-ku."
"Mwo? Apa yang kau katakan? Aku bahkan tidak mengenal kalian."
"Tapi ini sangat penting," desak Taemin. So Eun meminum ice coffee-nya, sebelum menatap Taemin kembali.
"Benarkah? Kau bisa katakan sekarang," sahut So Eun.
"Tapi tidak di sini. Tempat ini terlalu berisik," jawab Taemin
"Wae?"
Taemin menunjuk ke arah kereta bayi di sampingnya. So Eun baru menyadari ada makhluk kecil tertidur di dalamnya. So Eun menghela napas, suara berisik dari pengunjung restaurant bisa membangunkan si kecil dan akan sangat merepotkan jika ia menangis.
"Arraseo, tunggu sebentar aku akan membungkus makananku," ucap So Eun kemudian berlalu membawa nampan makanannya.
Taemin tersenyum lega, inikah akhir penderitaannya?
TBC
Semoga kalian suka dengan part ini
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top