Part 15
Happy reading
***
PLAKK ....
Kim Bum mengusap pipinya yang berdenyut, sedikit nyeri yang ditimbuklan dari tamparan So Eun. Tenaga gadis itu tidak pernah berkurang meski sedang sakit sekalipun.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Kim Bum, mengusap pipinya yang memerah, bahkan tangan mungkil So Eun tercetak jelas di pipinya.
"Apa sakit?" tanya So Eun tanpa dosa. Tatapannya terlihat polos seakan dirinya tidak melakukan kesalahan apa pun.
"Tentu saja sakit!"
"Jadi sakit, ya? Berarti ini nyata," gumam So Eun yang masih bisa Kim Bum dengar.
"Jadi kau pikir aku bercanda?"
"Aku pikir kau sedang mabuk, atau salah minum obat. Kau itu aneh!"
So Eun beranjak dari duduknya menuju ranjang. Membaringkan tubuh mungilnya di atas tempat tidur, kemudian gadis itu memejamkan mata mengabaikan pria tampan yang menganga melihat sikapnya yang acuh.
Kim Bum memandang punggung So Eun, apa baru saja dia ditolak? Seumur hidupnya belum pernah dia mendapatkan penolakan sekejam ini. Setidaknya gadis itu bisa minta maaf padanya, bukan malah pergi tidur.
Kim Bum merasa heran pada So Eun, gadis itu sungguh ajaib. Mungkin hanya dia yang menyukai sosok nerd Kim Bum, sedangkan orang-orang lebih memilih sosok Yi Jeong.
Tidak salah jika Kim Bum bisa berpikir seperti itu, karena setiap kali So Eun berdekatan dengan sisi dirinya yang cupu gadis itu selalu manja dan perhatian. Berbeda ketika dia menjadi sosok Yi Jeong, So Eun tidak segan-segan untuk menyiksanya.
Seringai tipis muncul dari bibir Kim Bum, dipandanginya dengan seksama punggung gadis itu sebelum keluar dari ruang inap.
"Kita liat saja Kim So Eun, kau akan bertekuk lutut di depanku," batin Kim Bum setelah menutup pintu kamar inap.
**
So Eun kemudian membuka mata, mengatur detak jantungnya yang berdebar kencang setelah Yi Jeong pergi. Kenapa bisa dirinya merasakan hal yang sama pada Yi Jeong? Bukankah dia mencintai Kim Bum, atau dia menyukai kedua pria itu?
So Eun menggeleng, mengenyahkan pikiran konyolnya. Jika benar dia menyukai dua pria, apa yang harus dia lakukan? Haruskah dirinya memilih Yi Jeong yang sudah pasti juga mencintainya tanpa perlu takut cinta sepihak? Atau dia tetap memilih Kim Bum, pria yang selalu ada untuk menghiburnya?
***
Suara derap langkah kaki menggema sepanjang lorong rumah sakit. Dua orang pria berbeda usia berlari dengan wajah tak bersahabat. Dua jam lalu saat Soo Hyun dan Tae So mendapat kabar dari Suzy bahwa So Eun berada di rumah sakit membuat kedua pria itu panik. Meeting yang harus dihadiri hari ini terpaksa mereka tunda.
Meski mereka tahu akan rugi ratusan juta won jika tidak datang dalam pertemuan ini. Tapi bagi mereka itu tidak berarti dibandingkan dengan So Eun. Tae So tidak ingin kesalahannya terulang kembali, dia tidak akan sanggup kehilangan anak gadisnya.
"KIM SO ...."
Kata-kata Soo Hyun terputus saat melihat sang adik tertidur pulas dengan posisi miring. Tidak ingin membangunkan So Eun, Soo Hyun dan Tae So mengendap-endap masuk ke dalam ruangan. Didekatinya ranjang So Eun, melihat napasnya teratur membuat Soo Hyun tersenyum lega.
Tae So membelai halus rambut So Eun sebelum mengecup keningnya. Mata Tae So berkaca-kaca, terbayang akan masa kecil So Eun saat berpisah dengan ibunya. Saat di mana So Eun sakit dan meracau nama ibunya.
"Appa, jangan bersedih. Kau harus kuat," ujar Soo Hyun, menepuk pelan bahu sang ayah.
Jika Tae So bisa dirinya ingin menemani So Eun sepanjang hari, tapi keadaan perusahaan tidak memungkinkan untuk ditinggalnya lebih lama. Dan itu membuatnya harus meninggalkan So Eun sendiri.
"Appa, aku ingin berbicara sesuatu," ujar Soo Hyun, berjalan ke arah sofa. Tae So mengikutinya, dan duduk di seberang anak lelakinya.
"Kenapa Appa meninggalkan ibu So Eun hanya demi diriku? Aku bukan anak kandung Appa, tapi kau menyayangiku seperti anakmu sendiri. Bahkan ayahku tidak pernah mengakui kehadiranku." Soo Hyun menatap Tae So sendu, kesesihan jelas tergambar dari wajah rupawannya.
"Soo Hyun, kau adalah anakku sama seperti So Eun. Kalian sangat berarti untukku," jawab Tae So, menggenggam erat tangan Soo Hyun.
"Jika Appa memilih tetap tinggal bersama ibu So Eun, mungkin So Eun akan bahagia. Dia tidak akan merasa sendiri lagi. Kalian akan hidup bahagia."
"Dan membiarkan dirimu hidup di jalanan dan sebatang kara?" ujar Tae So dingin.
"Appa ...."
"Dengar Soo Hyun ... ibumu adalah sahabatku, aku memilihnya bukan berarti aku kasihan pada kalian. Tapi aku sudah berjanji pada Jung Woo untuk menjaga ibumu. Andai Jung Woo masih hidup, mungkin dia yang akan menjadi ayahmu. Dia sangat mencintai ibumu, tapi sayang dia harus pergi sebelum sempat mengatakan perasaannya pada Nari."
Soo Hyun terdiam, Tae So sangat baik padanya, dia rela mengorbankan cintanya hanya demi perjanjian antar sahabat. Soo Hyun bahkan berjanji padanya akan menjaga So Eun dengan nyawanya demi membalas budi Tae So.
"Soo Hyun ...."
Soo Hyun mendongkak, menatap Tae So yang tersenyum manis padanya. Pria itu membalas senyum pria paruh baya itu.
"Apa pun yang terjadi, kau dan So Eun adalah anakku. Dan Sung Ryung akan menjadi wanita yang selalu aku cintai."
Tatapan hangat Tae So membuat hati Soo Hyun lebih tenang ada rasa lega di hatinya saat sang ayah menggenggam erat tangannya.
Tanpa mereka berdua sadari, sejak tadi So Eun mendengar percakapannya. Gadis itu hanya pura-pura tertidur sejak tadi sehingga semua pembicaraan keduanya bisa So Eun dengar. Matanya berkaca-kaca, tidak tahu harus mengatakan apa. Jika menyalahkan Tae So atas kepergian ibunya, itu terdengar sangat egois.
Tapi So Eun sangat merindukan sosok ibu sejak kecil. Bahkan ejekan demi ejekan dulu ia terima dari teman sekelasnya saat di sekolah dasar, tapi dia tidak peduli dengan perkataan orang lain. Karen pada saat itu So Eun selalu mendengar nasihat ayahnya untuk tidak mudah terpengaruh yang membuatnya sakit hati.
Dan itu berhasil, So Eun mengabaikan segala macam ejekan dari temannya dan lama kelamaan mereka lelah sendiri membully Soo Eun.
So Eun mengusap pelan pipi basahnya. Bagaimanapun juga Tae So adalah ayah sekaligus ibu untuknya. Dia menyayangi sang ayah lebih dari apa pun.
****
Kim Bum menggayuh sepeda cukup kencang melintasi halaman sekolah, dengan tas gendong yang menempel di punggung serta kerah kemeja yang dikancing sampai atas cukup memperburuk penampilan pria itu. Belum lagi kacamata besar membingkai sebagian wajahnya.
Senandung kecil keluar dari bibirnya, entah apa yang sedang dipikirkan Kim Bum dia terlihat sangat bahagia. Bahkan saking bahagianya, pria itu tidak melihat seorang gadis yang berjalan di depannya.
Decitan nyaring rem sepeda menyita perhatian sebagian orang yang lewat. Seorang gadis cantik dengan rambut sebahu tersungkur di atas rerumputan untuk menghindar tertabrak sepeda.
"Mianhae ... apa kau baik-baik saja?" cemas Kim Bum melihat gadis itu merintih kesakitan.
Tidak langsung menjawab, gadis yang mengenakan seragam yang sama dengannya hanya tersenyum manis. Tidak ada raut kesal maupun kemarahan yang Kim Bum lihat. Bahkan gadis itu tersipu malu ketika Kim Bum membantunya berdiri.
"Kau baik-baik saja?" tanya Kim Bum lagi.
"Aku tidak apa-apa," ujarnya halus.
"Maafkan aku yang tidak melihatmu di depan."
"Tidak masalah, lain kali kau harus lebih berhati-hati. Tapi aku boleh ikut denganmu? Jarak kelasku cukup jauh."
Kim Bum terdiam sesaat, sebenarnya dia enggan mengantar gadis itu. Lagi pula tidak ada luka yang ditimbulkan.
"Hmm ... sebenarnya ...."
Kim Bum memperhatikan sekitarnya, dari kejauhan ia melihat So Eun, Ara dan Suzy serempak memalingkan wajahnya ke arah lain. Kim Bum tersenyum saat mengetahui So Eun mencuri pandang ke arahnya.
"Tentu saja kau bisa ikut denganku. Ayo," ajak Kim Bum.
Diboncengnya gadis itu di depan, perlahan pria itu menggayuh sepedanya meninggalkan ketiga gadis yang menatapnya horor.
***
"Awas saja kau Kim Sang Bum," geram So Eun. Pensil yang sedari tadi digenggamnya sudah berubah menjadi beberapa bagian, bahkan tatapan gadis itu tidak bersahabat sedikitpun.
Ara dan Suzy hanya menggeleng malas melihat kecemburan sahabatnya. Dua orang di meja seberang merekalah pemicu api kecemburuan So Eun. Sejak jam istirahat Kim Bum dan gadis itu selalu bersama, mereka terlihat akrab layaknya teman lama. Entah siapa gadis itu So Eun sendiri tidak tahu.
Bahkan gadis itu tidak segan menggandeng lengan Kim Bum, yang anehnya tidak ditolak oleh pria itu. So Eun menatap Kim Bum tajam. Setiap kali pria itu menoleh ke arahnya So Eun selalu memalingkan wajah, kesal melihat Kim Bum tersenyum pada gadis lain.
Canda tawa terdengar dari dua insan itu, menambah kemarahan So Eun sampai akhirnya gadis itu mencium kilat pipi Kim Bum.
BRAAKK
Brruusshh
Tepat setelah So Eun menggebrak meja Ara menyemburkan air yang ada di mulutnya ke arah seorang pria yang melintas di sampingnya. Pria yang merupakan seniornya memandang Ara sengit. Sedangkan gadis itu hanya tersenyum cengengesan tanpa minta maaf.
"YAKK!!"
Teriakan So Eun membuat Suzy menelan bulat-bulat telor gulungnya. Ara yang melihat Suzy terbatuk segera menyodorkan air putih dalam botol minuman.
So Eun melangkah pasti ke arah meja Kim Bum, tatapanya seakan ingin membunuh pria itu sekarang juga. So Eun melipat kedua tangannya di depan dada, dengan gaya angkuhnya gadis itu menatap gadis di samping So Eun.
Pandangannya kembali pada Kim Bum, seringai tipis terukir dari bibirnya.
"Yak, Kim Sang Bum dengarkan baik-baik, jangan pernah mendekati Nona ini. Jangan jadikan dia korbanmu," ujar So Eun, mencoba sesantai mungkin. "Nona, lebih baik menjauh dari pria ini. Dia banyak penyakit."
"Apa yang kau katakan?" tanya gadis itu dengan tampang heran.
"Aku beritahukan padamu, kalau pria ini punya penyakit kudis, panu, kutu air, kutu rambut, kurap, bisul dan masih banyak lagi!" jelas So Eun menggebu-gebu.
Kim Bum mengaga lebar mendengar tuduhan tak terbukti dari So Eun. Entah dari mana gadis chubby itu mendapat penyakit aneh yang belum pernah ia dengar.
"Yak, Kim So Eun apa yang kau katakan?" ucap Kim Bum mencoba selembut mungkin.
"Kau sedang membual, Nona?" ujar gadis itu pada So Eun, tidak percaya dengan ucapannya.
So Eun tersenyum palsu, mendekat ke arah perempuan itu dan membisikkan sesuatu. Seketika mata gadis itu terbelalak setelah mendapat bisikan dari So Eun.
"M ... mwo?" Hanya kata itu yang bisa terucap dari bibirnya. Gadis itu berdiri dengan wajah syok.
So Eun tersenyum manis, melihat korbannya masuk ke dalam jebakan. Senyum kemenangan terukir jelas di wajah cantiknya. Kim Bum yang penasaran dengan perkataan So Eun juga ikut berdiri, memandang wanita di sampingnya yang masih mematung.
"Ga Yeong-ah, kau baik-baik saja?" ucap Kim Bum, khawatir melihat teman barunya seperti kehilangan nyawa.
Semua perhatian tertuju pada mereka bertiga, tontonan seru yang jarang-jarang terjadi. Bahkan Ara dan Suzy sudah berancang-ancang jika So Eun sampai melakukan tindakan yang memalukan.
Kim Bum memperhatikan sekitarnya, cukup malu dengan sikap So Eun yang kekanak-kanakan. Bahkan semua orang menghentikan kegiatan mereka hanya untuk menontonnya.
"Kau mau aku membuktikannya, Nona?" So Eun tersenyum penuh arti. Gadis itu berjalan mendekati Kim Bum, memandang pria itu dalam. Bahkan Kim Bum sendiri membeku ditatapan seperti itu oleh So Eun.
So Eun meremas kerah seragam Kim Bum, membuat pria itu gugup. Gadis itu mendekatkan tubuhnya, kemudian menarik kepala Kim Bum untuk menunduk. Jarak wajah mereka cukup dekat, hembusan napas bisa mereka rasakan satu sama lain. Jika mereka hanya berdua saja mungkin Kim Bum tidak akan menolak berdekatan dengan So Eun. Tapi sayang ini di tempat umum, Kim Bum harus mengendalikan perasaannya.
Cukup lama mereka terdiam saling memandang, sampai akhirnya Kim Bum tersadar dan berusaha melepaskan diri dari So Eun. Tapi sayang gadis itu cukup kuat menahan kepalanya.
Suara deritan kursi terdengar begitu kasar. Gadis yang bernama Ga Yeong itu berlari meninggalkan kantin dengan mata sembab. So Eun melepaskan Kim Bum setelah memastikan Ga Yeong benar-benar telah pergi dari kantin.
Kim Bum memandang punggung Ga Yeong datar, bukannya mengejar gadis itu Kim Bum malah menyeret So Eun keluar dari kantin.
So Eun melambaikan tangan pada kedua sahabatnya, bahakan gadis itu memberikan kiss bye sebelum menghilang dari balik pintu.
***
Kim Bum melepaskan genggamannya tepat di halaman sekolah dekat pohon ginkgo yang daunnya mulai tumbuh. Dipandangnya So Eun yang tersenyum sangat manis padanya, bahkan kekesalan Kim Bum langsung menguap begitu saja.
Dan saat ini pria itu malah gugup, tidak berani memandang mata jernih So Eun.
"Kau ingin mengatakan sesuatu?" tanya So Eun dengan nada bahagia.
"Apa yang kau katakan pada Ga Yeong? Kenapa dia menangis?" tanya Kim Bum tanpa menatap So Eun.
"Aku bilang kau itu gay," ujar So Eun santai.
Kim Bum mendelik, menatap gadis di depannya.
"MWO?!"
TBC
Maaf jika up kelamaan 😁 aku nulisnya nyicil ya jadinya lama.
Semoga kalian suka dengan ceritanya. 😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top