Part 10
Happy reading 😊😘
Warning: typo
Brakk....
Meja kayu persegi berbunyi nyaring saat Soo Hyun memukulnya sekuat tenaga. Meski tangannya terasa sakit tidak sebanding dengan sakit hati. Pria jangkung itu menatap orang-orang di depannya tajam, mata elang pria itu berkilat marah.
Kelima pria berbadan besar itu menunduk, ubin porselen di bawah mereka terasa lebih sedap dipandang dari pada wajah Soo Hyun yang menyerupai singa kelaparan.
Soo Hyun terlihat kacau, rambut hitamnya terlihat acak-acakan, dasi yang biasanya rapi sekarang tergantung tak terikat. Dua kancing kemejanya terbuka menambah kesan berantakan namun seksi di mata para wanita.
Sudah setengah hari pencarian So Eun dilakukan, tapi tak kunjung ada hasil. Ini pertama kali So Eun lepas dari pengawasannya. Soo Hyun kembali mengacak rambutnya, kepalanya semakin pusing karena memikirkan So Eun.
"Soo Hyun oppa, aku yakin So Eun akan segera ditemukan," ucap Ara mencoba menghibur Soo Hyun. Di dekatinya Soo Hyun yang duduk di kursi kayu dekat meja.
Soo Hyun menghela napas panjang berkali-kali. Melihat ponsel pintarnya tergeletak tanpa ada notifikasi panggilan. Beratus kali pria itu menghubungi So Eun tapi ponsel gadis itu di luar jangkauan membuat dirinya semakin resah.
Soo Hyun terlihat seperti orang gila sejak sore tadi membuat Suzy dan Ara takut mendekati pria itu. Suzy tau jika Soo Hyun dan Tae So sangat menyayangi So Eun, seakan gadis itu adalah nyawa mereka.
"Kalian pergilah. Jangan kembali sebelum ada kabar mengenai So Eun!" perintahnya pada kelima pria berpakaian hitam itu. Kelima pria itu menunduk hormat sebelum keluar. Soo Hyun akan menjadi pria pemarah jika menyangkut adik kesayangannya.
Pintu tertutup rapat, menyisakan tiga orang di dalam ruangan. Soo Hyun menyenderkan tubuh kekarnya pada kursi kayu, hari ini mungkin dirinya akan tidur di kantor. Berbahaya jika Tae So sampai tau anak gadisnya menghilang diculik pria yang katanya 'tampan'. Soo Hyun belum siap menerima amukan ayahnya.
"Oppa——" kata Ara lembut. Gadis itu berdiri di depan Soo Hyun, menatap lelaki itu penuh sesal. "aku yakin So Eun akan baik-baik saja, dia gadis yang kuat."
Soo Hyun menatap Ara, amarah masih terlihat jelas di mata hitam pria itu. Rahangnya mengeras, menahan emosi yang membuncah. Pikirannya benar-benar kacau, hal-hal negatif terus melintas di kepalanya.
"Bagaimana aku bisa tenang? So Eun itu gadis yang manja, tidak bisa tidur di tempat asing sendirian, dia akan menangis sepanjang malam. Dia bukan gadis yang mandiri, bagaimana bisa mengurus diri sendiri?!" pekik Soo Hyun.
Pria itu berdiri meuju jendela, disibaknya gorden biru itu dengan kasar. Suasana malam dengan gemerlap cahaya lampu kota Seoul terlihat begitu indah. Pikirannya melayang, membayangkan So Eun yang berada di luar sana. Kejadian beberapa tahun lalu kembali berputar dalam memorinya. Ketika So Eun menghilang di taman dan menangis di bawah pohon mapel sendiri saat musim hujan. Terekam jelas wajah ketakutannya, membuat Soo Hyun semakin cemas.
Ara menunduk, semua yang dikatakan Soo Hyun ada benarnya. Gadis seperti So Eun tidak akan bisa menjaga diri sendiri, apalagi di tempat asing yang tidak satupun orang dikenalnya.
Ara semakin resah. Dirinya terus bertanya-tanya apa So Eun sudah makan? Apa dia tidur nyenyak atau sebaliknya? Oh... So Eun yang malang, di mana dirimu saat ini?
Jika tengah malam di ruang kerja Soo Hyun orang-orang sedang panik dan cemas, berbeda dengan keadaan So Eun yang sudah terlelap dengan selimut tebal membalut tubuh mungilnya. Napas kembang kempis keluar masuk dengan teratur, tidurnya sangat pulas.
Kim Bum mengumpat kesal, segala makian keluar dari bibirnya. So Eun seenak hati membangunkan Kim Bum tengah malam karena kedinginan. Bahkan bokong pria itu masih sakit akibat terjatuh dari tempat tidur. Entah gadis itu yang terlalu kuat atau dirinya yang tidak siap menerima dorongan membuat Kim Bum dengan mudah dikalahkan.
Dan sekarang Kim Bum harus tidur di bawah dengan kasur lipat dan selembar selimut tipis membalut tubuhnya. Kim Bum berusaha memejamkan mata meski udara dingin yang menusuk kulit. Melawan So Eun pun percuma, gadis itu sudah terlelap seperti beruang kutub.
"Aku berjanji setelah ini kau akan membayar semuanya, Kim So Eun," gerutunya sebelum terlelap.
***
Tatapan penuh selidik Tae So layangkan pada tiga orang yang duduk di depannya. Rasanya aneh jika Ara dan Suzy menginap di kantor, apalagi tidur di ruangan Soo Hyun. Bahkan So Eun tidak ikut serta berada di ruangan ini. Tidak mungkin kedua gadis itu datang pagi-pagi menemui Soo Hyun.
"Di mana So Eun?" tanya Tae So tanpa basa-basi.
Mereka menundukkan kepalanya dalam, rasanya lebih menegangkan dari sidang pengadilan.
"Tidak ada yang mau menjawab?"
Suara dingin Tae So membuat seluruh tubuh Soo Hyun merinding, mau tidak mau dirinya harus berkata jujur pada ayahnya.
"Mianhae Appa, So Eun...."
"So Eun diculik hmmp——" belum sempat Suzy menyelesaikan kata-katanya dengan cepat Ara membungkam bibir gadis itu dengan kedua tangannya. Guratan halus terbentuk di dahinya mendengar pernyataan Suzy.
"Kim Soo Hyun, bisa kau jelaskan?!"
Tae So menatap Soo Hyun meminta penjelasan. Keringat dingin menetes dari dahi pria itu, jantungnya berdegup kencang. Lantunan doa terucap dalam batinnya, jakungnya naik turun berkali-kali.
"Aku sudah mencarinya, tapi belum menemukan keberadaan So Eun," jelas Soo Hyun pelan.
"Kenapa tidak mengatakannya sejak tadi? Bagaimana jika terjadi sesuatu dengan adikmu?!" bentak Tae So membuat semua bungkam.
Wajah Tae So memerah menahan amarah. Sesaat suasana menjadi hening, tidak ada yang berani berbicara sepatah kata pun.
Sampai lagu blackpink ddu-du ddu-du menggema memecah keheningan dan ketegangan di ruangan itu. Suzy dan Ara terkikik geli mendengar nada dering ponsel Soo Hyun, andai So Eun berada di sini mungkin pria itu sudah diledek habis-habisan. Dengan segera Soo Hyun merogoh saku jasnya, menggeser tombol hijau di layar ponsel.
"Ada apa?" kata Soo Hyun tanpa basa-basi setelah mengangkat panggilan.
"Mwo? Kau yakin?" Soo Hyun berdiri dari duduknya.
"....."
"Baik, aku akan segera ke sana."
Pria itu memutuskan panggilannya dengan wajah gembira.
"Appa... So Eun sudah ditemukan."
***
Bergelung di bawah hangatnya selimut membuat So Eun enggan membuka matanya. Kebiasaan bangun siang adalah hal terindah untuknya, meski sinar matahari menerobos masuk pun, tak bisa mengusik keindahan mimpi gadis itu.
Berbeda dengan Kim Bum yang baru saja keluar dari kamar mandi. Wangi sabun menguar dari tubuh pria itu. Menggosok rambut basahnya dengan handuk, Kim Bum hanya bisa menggeleng melihat So Eun yang masih terlelap.
"Gadis ini lama-lama seperti kerbau," gumamnya.
"Yakk... bangun! Kita harus segera pergi!" teriak Kim Bum kencang. Bukannya terusik So Eun justru tersenyum dengan mata terpejam.
Kim Bum menarik kuat selimut So Eun sampai gadis itu mengerang tidak jelas. So Eun merubah posisi tidurnya menyamping, memunggungi Kim Bum. Pria itu mendekat ke ranjang dan mengguncang tubuh kurus gadis itu.
"Oppa... 15 menit lagi," gumam So Eun dengan suara seraknya. Bukannya tersadar gadis itu malah tidur lagi, membuat Kim Bum jengkel setengah mati.
"KIM SO EUN CEPAT BANGUN, ATAU AKU TINGGAL!" Habis sudah kesabaran Kim Bum. Diguncangnya lebih keras gadis itu, membuat So Eun risih.
"15 menit lagi," ujarnya malas.
"Tidak ada tambahan waktu! Kau pikir sedang bermain sepak bola ada tambahan waktu 2 kali 15 menit?" Kim Bum menatap So Eun yang memeluk guling dengan erat. Gadis itu mengeliat pelan mata almond itu akhirnya terbuka.
Dinding bercat putih dengan gorden biru pertama kali yang dilihat So Eun. Seketika So Eun tersentak, matanya membulat kaget, segera gadis itu duduk di atas ranjang.
"Aku ada di mana? Ini bukan kamarku," ujarnya panik.
"Akhirnya putri tidur siuman juga," sindir Kim Bum. Mata pria itu menatap tajam ke arah So Eun yang menatapnya heran.
"Kau?!" ujarnya heboh seraya menyilangkan kedua tangan di depan dada.
"Apa yang kau lakukan padaku?" tanya So Eun garang.
Kim Bum memutar matanya kesal, disentilnya dahi So Eun, meninggalkan bekas kemerahan di jidat gadis itu.
"Cepat cuci wajahmu. Kita akan pulang," ucap Kim Bum sebelum keluar dari kamar. Sepeninggalan Kim Bum, So Eun mengingat setiap kejadian yang dia lalui. Setelah ingatannya pulih, gadis itu melanjutkan tidurnya.
Belaian halus pada rambut So Eun, mampu mengusik tidur lelapnya. Mata coklat itu menyipit akibat silauan sinar matahari.
"Kau sudah bangun? Apa tidurmu nyenyak, So Eun?"
Mata So Eun terbuka lebar. Hatinya seketika menghangat. Senyum manis wanita yang sangat dirindukannya terlihat jelas oleh kedua matanya. Ini nyata, bukan mimpi seperti yang So Eun alami setiap malam.
"Aku merindukanmu," gumamnya dengan suara serak.
So Eun menarik tubuhnya dari pembaringan dan duduk di atas ranjang, menatap wanita yang berada di depan penuh kerinduan. Senyum hangat tidak pernah lepas dari bibir ranumnya.
"Aku selalu ingin memiliki anak perempuan dan sekarang aku bisa merasakannya." Zea membelai rambut halus So Eun kemudian menangkup kedua pipi gembil gadis itu.
So Eun bisa merasakan hatinya seperti diremas kuat. Air matanya menetes tanpa ia sadari. Dipeluknya Zea dengan erat, gadis itu menangis dalam pelukan Zea.
"Aku merindukan eoma. Aku selalu bermimpi setiap bangun tidur dia akan tersenyum padaku," isaknya.
Zea mengurai pelukkan mereka, diusapnya air mata So Eun dengan lembut.
"Kau merindukan eomamu? Di mana dia sekarang?" tanya Zea penasaran. So Eun menggeleng.
"Aku tidak tau, appa bilang eoma sakit dan belum bisa kembali," ujar So Eun sesenggukan.
Zea menatap gadis di depannya iba. Hidup tanpa seorang ibu pasti sangat berat untuk So Eun, tidak heran jika gadis cantik ini sangat manja.
"Kau tau aku sangat ingin memiliki anak perempuan. Semua yang tinggal di rumah ini sebagian besar adalah pria," keluh Zea.
Wanita itu bertingkah seperti anak remaja yang merajuk. Nada suaranya terdengar manja dan lembut.
"So Eun maukah kau tinggal sehari lagi? Kita bisa jalan-jalan seharian ini. Bagaimana?" usul Zea dengan antusias yang dibalas anggukan kepala dari So Eun.
Rencana untuk bersenang-senang seharian sudah terlukis dipikiran masing-masing. Baru saja mereka menuruni anak tangga seorang pelayan datang menghampiri Zea.
"Nyonya ada beberapa pria datang mencari Nona So Eun," lapornya.
So Eun segera berlari ke bawah, memastikan bahwa orang yang dikatakan pelayan itu bukan ayahnya. Tapi sayang, dugaannya meleset. Tae So berdiri di depannya dengan berkacak pinggang.
Di samping pria itu ada Kim Bum, Soo Hyun dan beberapa orang lainnya. Semua mata memandang So Eun tajam, membuat gadis itu menunduk. Ayahnya sangat berlebihan membawa serta para tukang kebun dan pelayan rumah.
"Kim So Eun!" nada dingin Tae So membuat So Eun merinding. Jika sudah seperti ini cara terampuh meluluhkan hati Tae So adalah dengan puppy eye-nya.
"Appa, aku merindukanmu," ujar So Eun sebelum menghambur kepelukan sang ayah. Berbagai rayuan dengan manja So Eun utarakan, berharap kemarahan Tae So mereda. Benar saja dugaan gadis itu, Tae So mulai membalas pelukannya tidak kalah erat.
"Jangan buat Appa khawatir lagi, So Eun," ujar Tae So lirih. Rasa lega melihat putrinya dalam keadaan baik-baik saja.
Zea tersenyum melihat pemandangan di depannya. Seorang ayah yang memeluk putrinya dengan penuh kasih, membuat hatinya menghangat. Pandangan Zea bertemu dengan Tae So membuat pria itu mematung. Soo Hyun yang melihat keanehan Tae So mengikuti arah pandang pria itu.
Soo Hyun mengerti apa yang membuat Tae So terdiam, seharusnya wanita itu tidak muncul lagi di hadapan mereka.
"So Eun... kita pulang sekarang!" ujar Tae So tanpa mengalihkan pandangannya dari Zea.
"Appa... aku ingin jalan-jalan sebentar, bolehkan?" rengek So Eun.
"APPA BILANG PULANG!" bentak Tae So dengan mata terbelalak marah, membuat So Eun ketakutan. Tanpa menunggu jawaban So Eun, Tae So menyeret tangan gadis itu.
"Tapi Appa...."
Tae So tidak mau mendengar perkataan So Eun. Diseretnya So Eun dengan paksa meski gadis itu meronta.
"Tunggu!"
Zea mendekat saat Tae So berhenti. So Eun berusaha melepaskan tangannya dari genggaman sang ayah.
"Apa begini cara Anda memperlakukan anak Anda sendiri?" ujar Zea menatap Tae So geram.
Tidak ada nada lembut dan manja yang So Eun dengar seperti beberapa saat lalu. Wanita itu benar-benar marah.
"Bukan urusan Anda, Nyonya!"
Tae So kembali menarik tangan So Eun tapi kali ini Zea tidak tinggal diam. Ditariknya tangan So Eun yang terbebas dari genggaman Tae So.
"Aku yang menyelamatkannya, jadi aku minta So Eun menemaniku pergi. Aku akan mengantarkannya pulang nanti," sahut Zea dengan tatapan sengit.
"Itu sudah kewajiban Anda, Nyonya. Dia putriku bukan putrimu!" Tae So menarik tangan So Eun ke arahnya.
"Tapi aku tidak suka kau berprilaku kasar pada So Eun." Zea menarik So Eun mendekat.
Soo Hyun yang melihat perdebatan panjang yang tak kunjung selesai itu hanya mampu menggelengkan kepalanya. Ditatapnya So Eun yang seolah meminta pertolongan padanya.
"Bisakah kalian berhenti? So Eun kesakitan karena ulah kalian," ujar Soo Hyun seraya melepaskan So Eun dari kedua orang itu.
"So Eun akan pulang bersamaku. Selesaikan saja urusan kalian!"
Soo Hyun dan So Eun pergi meninggalkan rumah itu. Diikuti oleh Kim Bum yang sejak tadi menjadi penonton. Belum sempat Kim Bum membuka pintu mobil dengan kencang pajero sport itu melaju meninggalkan dirinya.
"Yakk... Kim So Eun tunggu aku. BERHENTI !" teriak Kim Bum sambil berlari mengejar mobil itu.
TBC
Halo😁
Part 9 kependekan, ya?
Hehehe maaf , aku takut up terlalu lama jadi aku buat pendek saja. 😅
Semoga part ini bisa mengobati rasa kecewa kalian (2000+). Thank You buat reader yang sudah coment maaf belum bisa balas atu-atu,🙏 Jangan lupa tetap vometya, sampai bertemu di part selanjutnya😉
Salam
Panas dingin
madiani_shawol
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top