5#Hottra

Kelopak matanya terasa berat saat telinga Junali mendengar suara kicauan burung. Secercah cahaya menyusup dari celah jendela yang menabrak seraut wajah yang menjadi pemandangan pertama ketika ia membuka mata.

"Oh Tuhan!!"

Terjengit kaget sesaat, namun ia mengingat kembali kejadian dimalam gelap dimana yang ada hanya suara lolongan Serigala.
Mereka terdiam tanpa suara lagi, hingga terdengar napas teratur tanda gadis didekatnya tertidur.

"Eh, tidur dia!"

Junali menajamkan pandangan matanya saat itu. Meyakinkan kalau Jinily tertidur meninggalkannya yang masih terjaga. Untuk menyalakan penerangan yang diredupkan Jinily entah bagaimana caranya ia tak tahu. Ia hanya mendengar napas teratur saja, untungnya bukan dengkuran halus. Rupanya Jinily benar-benar kelelahan.

"Jin, bisa juga kelelahan!" Guman Junali.

AUUUUU!!!!

Saat itu ia menahan napasnya kembali setelah mendengar lolongan Serigala lalu iapun terbang kealam mimpi.

Yang membuat ia terjengit saat membuka mata adalah posisi tidur Jinily. Ia meringkuk seperti bayi dengan kepala tepat dibahunya. Sesaat ada hasrat untuk menjahili dengan menggerakkan bahunya agar kepala Jinily tersentak dan ia membuatnya kaget. Tetapi melihat wajah polos saat tertidur itu membuat Junali mengurungkan niatnya. Seketika iba.

Seorang putri, yang dikutuk dan dimasukkan kedalam toples lalu dibuang, sudah kehilangan waktu berapa lamakah tidur ditempat ternyamannya? Sementara ia baru sehari sudah merasa tidak sanggup menghadapinya.

Membayangkan saja tidak pernah kalau harus bertarung mempertahankan diri dari Serigala, jadi-jadian pula. Binatang buas berkeliaran siap memangsanya. Baru berapa lama? Rasanya tidak sebanding dengan berapa lama Jinily mengendap didalam toples sembari menanti yang membebaskannya dengan Hot Mantra.

Hot Mantra. Junali menghela napasnya lagi. Sudah takdirnya membebaskan Jinily dengan mantra yang tak sengaja ia ucapkan. Rupanya imaginasinya pada perempuan polos dan kegemarannya melepas baju hingga 'shirtless' masih ada faedahnya.

'Tukang sihirnya ajaib, masa mantra bisa 'shirtless'?' Batin Junali keheranan.

''Mmhhh!''

Junali menahan nafasnya. Jinily bergerak tetapi bukan membuka matanya. Ia memasukkan jempolnya kedalam mulut membuat hidung Junali mengerucut.

"Seperti bayi saja!" Gumamnya. Dan ia semakin tidak sampai hati untuk membangunkannya.

Suara kicauan burung makin terdengar menggantikan lolongan Serigala. Perlahan Junali menarik bahunya dan menahan kepala Jinily agar tak ikut bergeser dan membangunkannya. Ia mencoba duduk dan menyadari masih tak mengenakan pakaian. Dingin seketika menusuk kulitnya. Baru terasa setelah sudah berjarak dengan Jinily. Ia melirik sejenak pada gadis yang masih terlelap itu.

Berdiri dari duduknya, Junali menuju kearah jendela dan membukanya. Matahari kelihatan masih malu menunjukkan secercah cahayanya yang menghangatkan.

"Tuhannnnn!"

Junali menyebut nama Tuhan dengan rasa kagum yang tak bisa ia sembunyikan. Didepannya terhampar sungai dimana diujungnya terlihat sebuah Castil. Pendar orange dari timur seakan membias kepermukaan air yang tak beriak. Suara kicauan burung seakan menambah indah apa yang ia lihat. Sangat berbeda dengan keadaan saat gelap melanda.

"Begini indah, kenapa tadi malam serasa berada di goa hantu?"

Junali bertanya-tanya seraya membuka pintu dan melempar tangga lalu mulai menuruninya. Tiba ditepi sungai ia memandangi siluet Castil didepannya. Nampak dekat tetapi ia tahu mereka harus melewati sungai itu terlebih dahulu untuk sampai kesana. Bagaimanakah caranya? Apa Jinily punya cara? Haruskah ia tergantung pada Jinily terus menerus? Pria macam apa dia? Junali mengusap wajahnya.

Sementara Jinily bergerak saat cahaya yang menyusup bukan dicelah karna jendela sudah terbuka lebar, makin menyapu wajahnya. Saat netranya terbuka tak ada yang ia lihat. Ia mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan.

"Junali???"

Jinily tersentak kaget karna menyadari ia tak menemukan Junali diruangan itu. Kemana?
Dengan tergesa ia duduk dan berdiri hingga kepalanya terasa pening. Kemana Junali? Harapan satu-satunya untuk terbebas 100% dari kutukan. Selama masih ada toples, ia akan tetap menjadi penghuninya. Dihancurkan tanpa syarat tentu tidak bisa. Junali yang tak sengaja membebaskannya dari dalam toples harus menyelesaikannya sampai tuntas.

Jinily menyeret kakinya ke arah jendela yang terbuka lalu bernapas lega karna melihat punggung Junali yang sedang menatap kearah sebrang.

"Untung saja!" Jinily menghempas napasnya.

Senyum Jinily merekah. Bukan karna Junali. Tapi karna melihat Castilnya. Ia rindu. Rindu pada ayahnya. Rindu pada... seseorang.

"Sebentar lagi kita akan bertemu! Apa kau juga rindu padaku, Shazan?"

Senyum Jinily tertelan, saat Junali tak sengaja berbalik dan menemukannya berdiri didepan jendela itu.

"Sedang apa disitu? Kehilanganku?"

Bibir Jinily mengerucut. Sudah cabul, percaya diri pula, pikirnya. Tapi ia menyadari Junali tidak salah. Ia memang sesaat tadi kehilangan, setelah tadi malam melewati saat-saat yang mencekam. Sejak kapan ia bisa tertidur? Sejak ia merasa aman karna merasa ada Junali didekatnya. Ia sempat terjaga dengan mata yang susah dibuka. Dalam remang dengan cahaya matanya ia bisa melihat wajah Junali yang terlelap tenang. Dan matanyapun semakin tak bisa dibuka hingga ia terkejut melihatnya sudah tak ada.

"Sini!!"

Junali memanggil sambil mencipratkan air kearah Jinily namun tentu saja tidak sampai karna Jinily masih dirumah pohon.

"Kau harus mandi, semalam tidurnya ngiler, pasti bau!" Teriak Junali sambil tertawa.

"Ishhh!!" Jinily sempat meraba sudut bibirnya, benarkah ia ngiler? Uh, tentu tidak.

"Enggak ngiler tapi kebuka sedikit, untung aja tidak ada lalat kalau tidak, bisa-bisa kau tersedak lalat!" Junali tertawa lagi sambil memasukkan kakinya kedalam air.

"Tidak lucu, berhentilah tertawa, uhh!" Jinily pura-pura kesal mendengar Junali tertawa terus.

"Heiii, ada ikan, Jin, apa kau mau makan ikan?" Junali berkata sambil memandang kebawahnya. Air yang jernih membuat ikan yang bergerak terlihat jelas.
Sementara Jinily tiba-tiba sudah ada didekatnya.

"Ikan?"

"Iya, sudah lamakan tidak makan ikan asli, selama ini makan dengan butiran permen terus!"

"Memangnya kau bisa nangkap ikan?"

"Ehhh, sembarangan, awas ya kalau dibantu dengan kekuatanmu, kau harus lihat kemahiranku menangkap ikan!"

"Benar nih?"

"Asal kau janji jangan diam-diam membantuku dengan kekuatanmu, sesekali kau itu jadi gadis biasa, jangan menunjukkan kekuatanmu terus didepanku, lama-lama aku tak berfungsi sebagai laki-laki yang harusnya menjaga perempuan!"

Jinily menatapnya tanpa kedip saat menyelesaikan kalimat panjangnya.

"Baiklah, sekarang aku gadis lemah, kau bisa tunjukkan bagaimana kau menjaga aku!"

Junali tersenyum senang mendengar janji Jinily.

"Aku tidak melihat ember, apa aku boleh mengeluarkannya dengan kekuatanku?"

Junali menatapnya lalu mengangguk. Ia mulai menunduk bersiap menangkap ikan dengan tangan kosong.

"Dapat!!"

Junali menghempas kedua telapak tangannya kedalam air, berusaha menjangkau ikan yang ia lihat lalu mengangkat tangannya keatas.

"Langsung lempar, Jun!"

Ikan yang berada dalam genggamannya tentu tidak tinggal diam. Menggelepar-gelepar hingga akhirnya terlepas ditangannya yang licin.

"Aaaaaaa!!!" Junali terpekik menyesal.

"Semangat, Jun!"

"Jangan berisik, Jin, ikannya jadi pada larikan!"

"Eh mau kemana? Jangan jauh-jauh!"

"Ikannya lari, kalau tidak kesana, apa yang aku tangkap?"

"Aku ikutttt!"

"Disitu saja!"

"Ikuttt!"

"Ya sudah, tapi jangan berisik, nanti ikannya lari lagi!"

Mengendap Junali mulai melangkah ketengah. Sementara Jinily berada dibelakangnya.

"Junn, ituuu..."

"Stttt!"

DUKKK!

"Aduhh!"

Mereka saling mengusap dahi karna berbenturan saat Junali menyuruh Jinily diam sambil menoleh karna dianggapnya berisik.

"Kau sihh, jangan berisik kenapa? Aku kan sudah bilang kalau..."

"Stttt, katanya jangan berisikkk?" Lirih Jinily tak tahan mendengar suara Junali yang keras ditelinganya.

"Ckk! Makanya diamm...."

Junali mulai mengendap lagi. Makin lama makin jauh dari tepi. Kakinya sudah tenggelam hampir selutut. Terlebih Jinily.

"Junnnn!"

"Kenapa?"

Junali melihat tubuh Jinily mulai turun makin kebawah. Tubuhnya seperti dihisap apa yang mereka pijak.

Jinily memeluk lengan Junali erat. Junali merasakan tubuhnyapun ikut terhisap kebawah. Dengan cepat ia menarik tubuh Jinily dan menggendongnya.

"Kita kembali!"

"Tapi kau belum dapat ikan!"

"Biar saja! Kau tidak bisa tersentuh air, kau bukan sepenuhnya manusia, kau masih terkena kutukan, tempatmu masih harus lebih banyak didalam toples!"

Junali berusaha agar tubuh Jinily tidak tersentuh air. Setiap tersentuh air, permukaan disekitarnya seperti bergetar seakan ingin meraih tubuh dan menenggelamkannya.

"Juunnnna....."

"Jinni?"

"Tubuhku rasanya seperti jelly!"

"Sebentar lagi sampai!"

Dengan kekuatan didalam tubuhnya yang tersisa, Junali berusaha segera ketepian.

"Jinni!"

Junali menepuk pipi Jinily setelah berhasil mendaratkan tubuhnya ketepian, tetapi mata Jinily justru tertutup rapat dan tubuhnya tak bergerak.

"Jinily!!"

Junali benar-benar khawatir sekarang karna Jinily benar-benar tak bergerak. Setengah tubuhnya basah. Ketika ia sentuh ia merasakan seperti tersengat aliran listrik, bahkan ketika ia menepuk pipinya.

"Jin...!"

"BAAAAA!"

Junali terjengit kaget karna Jinily mendadak duduk dan berteriak dengan wajah penuh kemenangan.

"Ketahuan mengkhawatirkan aku yaaaa....."

"Ini tidak lucu!! Sumpah!" Junali terpekik marah. Lalu ia meninggal Jinily yang seketika memucat karna bercandanya bukannya membuat suasana membaik malah kelihatannya lebih buruk.

"Aku benar-benar merasakan tubuhku seperti jelly, Juna!"

"Bohong!"

"Benar, yang pura-pura cuma pingsan, maafkan aku!"

Junali hampir saja menaiki tangga saat melihat Jinily tergeletak kembali.

"Kau tidak akan bisa memperdayai aku lagi!"

Junali berkata sambil benar-benar menaiki tangga seolah tak peduli nasib Jinily.

Tetapi melihat tubuh tak bergerak itu beberapa saat, Junali merasa khawatir. Ia kembali turun dan memdekati tubuh Jinily.

"Jini!"

"Junnn, aku benar-benar tak ada tenaga!"

"Jangan bercanda!"

"Ti...tidakkk!"

Jinily meraih tangan Junali lalu seketika Junali merasakan tubuhnya bergetar hebat saat cahaya dari telapak tangan Jinily yang menggenggamnya berpendar.

"Aku titipkan kekuatanku padamu, Juna, aku benar-benar lemah sekarang, jadilah pelindungku mulai saat ini!"

#########
Banjarmasin, 19 Agustus 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top