3#Hottra
"Juunn..."
"Stop! Jangan dekat-dekat!!"
"Jun, ini bukan seperti yang kau lihat, sayang!"
"Kau anggap aku buta? Kau anggap aku tidak punya perasaan?"
"Sejak kapan kau punya perasaan? Ini hanya untuk mengujimu, ini semua kulakukan agar kau tau, aku juga dicintai banyak lelaki, seperti kau merasa dikagumi banyak wanita, Jun!!"
"Baiklah, kau hebat, kau dicintai banyak lelaki, sampai kau mau tidur dengannya, sumpah yaa, ujianmu luar biasa, Tira, selamat, kau sudah BEBAS sekarang!!"
"Junnnnnn!!"
Langkah Junali terhenti, pelukan dari belakang menahannya. Tapi itu tak lama. Ia melepaskan rangkuman erat itu hingga selipan jari-jari itu terberai dan menghempasnya seperti ia menghempaskan perasaannya yang membara karna telah melihat wanita yang selama ini selalu bertanya, apakah ia mencintainya, apakah ia serius, apakah ia mau berjanji takkan mencintai gadis lain dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang seolah ingin meyakinkan, kalau ia sudah takluk dan jatuh mencintainya, sedang dengan tanpa beban jatuh dipelukan pria lain.
"Junn!"
Kali ini Tira memeluknya tubuhnya bukan lagi dari belakang tapi dari depan.
"Lepas!!"
Junali mengangkat dagunya seakan tak ingin menyentuh kepala gadis itu. Tangannya berusaha melepaskan pelukan yang mengerat.
"Jun, aku mencintaimu, hanya kamu Jun, yang lain hanya main-main!"
Tira berkata sambil mendongak menatap Jun, dengan wajah memelas sekaligus mencoba untuk membangkitkan gairah Jun dengan mengecup lehernya.
Jun memejamkan matanya sambil menahan nafas. Menggeram ditenggorokan bukan karna tersulut gairah karna hidung Tira menggesek lehernya. Tetapi geramnya mendengar kalimat 'Yang lain hanya main-main!'.
"LEPAS!!"
Erat dekapan itu terlepas kasar karna Junali mendorongnya teramat sangat keras hingga Tira terduduk dengan rok yang tersingkap. Jun menutup kelopaknya lagi tak ingin menyaksikan pemandangan itu lebih lama. Tak ingin terbayang pernah menjamahnya. Terlebih ia tak ingin terbayang, siapa saja yang sudah menjamahnya.
Jun membalikkan badan, dengan langkah cepat dan lebar-lebar ia meninggalkan tempat itu. Nafasnya memburu. Rahangnya bergerak mengeras.
"JUNNNN!!!!"
"Jangan sombongggg!! Kau TAHU, aku sebenarnya TIDAK MENCINTAIMU, Jun!! AKU TIDAK MENCINTAIMU!! Aku hanya mempermainkanmu, aku memenangkan pertaruhan!!"
Suara tawanya yang menggelegar masih sempat Junali dengar. Ada yang membakar dalam dadanya.
"Kau berhasil melukai orang yang tidak kau cintai, tapi kau kehilangan orang yang mencintaimu!"
Junali bergumam. Ia mengakui ia mencintai Tira meski tak pernah ia tunjukkan keseriusannya. Gengsi. Selama ini wanita silih berganti datang untuk dicintainya. Entah kenapa dengan Tira ia merasa berbeda. Sulit dipercaya ketika ia sudah merasa menemukan pelabuhan terakhirnya, kenyataannya tidak seperti yang ia yakini.
Junali melepas jaket yang ia pakai lalu melemparnya kesudut kamar. Terdengar benda jatuh dari arah ia melempar jaketnya itu. Ia menoleh setelah itu berdecak. Teringat cincin yang ia bawa dan rencananya akan ia kenakan dijari manis Tira, untuk menjawab tanyanya, apakah ia sungguh-sungguh mencintai dan serius padanya.
"Ck!"
Menatap keluar jendela, rahangnya makin mengeras.
'Bagaimana mungkin seorang Arjuna bisa diperdaya seperti ini?'
Pertanyaan yang tak harus mendapat jawaban. Lagipula bukan Arjuna kalau patah hati berlama-lama.
"Cuy, diajak Yogi ekspedisi ke hutan terlarang, mau ikut tidak?"
"Masih belum jera juga?"
"Tidak ada jera-lah, lagi pula dia tidak bertanggung jawab dengan yang hilang dihutan!"
Ekspedisi rahasia dan tentu saja ilegal, karna tidak meminta ijin kepada pihak terkait, sehingga ketika mengalami kendala tidak akan diekspose, sudah menjadi rahasia diantara mereka yang hobi bertualang. Apalagi hutan terlarang, benar-benar terlarang tanpa tahu penyebab pasti kenapa dilarang melakukan ekspedisi ketempat itu.
Kali itu, pria yang bernama asli Arjunalie Syarief itu, tanpa pikir panjang langsung menyetujui ajakan Gilang, rekan berpetualang dialam bebas yang sempat ia tinggalkan karna sibuk dengan perempuan.
Membawa hati yang patah, dan tak ingin berlarut, ia kehilangan jejak kawan-kawannya, karna sepanjang jalan pikirannya hanya tak terjaga dari lamunan. Ia berharap ia hanya bermimpi mengalami kejadian memalukan dijadikan bahan pertaruhan para perempuan.
"SIALAN!!"
"BRENGSEKK!!"
Semua kata-kata kotor ia lontarkan sepanjang jalan dihutan terlarang saat ia terpisah dari teman-temannya. Umpatan itu bukan hanya karna ia tersesat dan tak menemukan jalan keluar. Tetapi juga bayangan perempuan-perempuan yang tertawa karna berhasil menaklukkan gengsinya.
Junali merasakan tubuhnya dingin. Ia memeluk tubuhnya sendiri kini. Kakinya menekuk. Matanya rasanya susah dibuka karna berair. Makin lama makin terasa dingin hingga tubuhnya menggigil.
"JUN!!"
Tangan Junali mengibas keras mendengar suara memanggilnya.
"Pergi!!"
"JUN!! Kau kenapa?"
"PERGI!!"
"Jun, ini akuu!"
Suara kecil terdengar. Jun seakan antara sadar dan tidak sadar karna tubuhnya gemetar hebat. Ia menggigil karna demam. Ada yang salah pada tubuhnya. Ia mengigau. Bayangan-bayangan sebelum ia terdampar dirumah pohon, berkelebat bagai flashback.
"Jun, kau harus teriakkan mantra agar aku bisa keluar!!"
Bukan teriakan Jinily yang ia dengar tapi alam bawah sadarnya seperti flashback saat ia terpisah dari teman-temannya dan kelaparan ditengah jalan. Tersandar dibawah pohon ia melihat cahaya pink dari semak-semak, ia menemukan sebuah toples, lalu....
"SHIRTLESS!!!"
BUZZZZZZ!!
Jinily terdorong keluar daei toples dengan pintu lemari yang terbuka karna terbentur tubuhnya.
"Jun...."
Dengan wajah cemas Jinily yang terbangun karna teriakan-teriakan mengumpat Junali yang ternyata disebabkan ia mengigau, mendekati Junali yang terbaring dengan tubuh menggigil.
"Astaga! Kau terluka Jun!" Jinily berseru kaget karna melihat luka dilengan Junali.
Ia ingat macan sempat mencabik Junali dan merobek jaket yang dikenakannya. Ternyata kuku macan sempat menggores lengannya.
Junali menyadari setelah ia melepas jaketnya, tepatnya setelah ia memasukkan Jinily beserta toplesnya didalam lemari. Dilengannya membentuk goresan kuku macan yang agak dalam karna kuku itu berhasil merobek jaketnya.
"Tidak apa! Pria tidak boleh lemah, apalagi didepan wanita!"
Sebelum tidur, ia masih berpikiran seperti itu. Tak memiliki obat untuk mengatasi goresan kuku binatang buas, hingga ia menguatkan dirinya. Tidak terasa sakit awalnya, hingga ia tertidur dan luka akibat kuku macan itu mulai terasa bengkak dan sakit hingga tubuhnya menggigil seperti demam.
"JUN!"
"PERGI, TIRA!!"
Tira? Jinily mengerutkan kening. Junali mengigau? Siapa Tira? Gadis yang sering memanggilnya Jun?
Tubuh Junali, makin bergetar. Jinily menyentuh lengannya, dimana terlihat bekas cakaran yang membengkak.
"Cepat sekali infeksi, dalam semalam bisa membusuk? Ya Tuhan, macan jadi-jadian!!" Jinily panik seketika.
"OBAT!!!"
Cahaya merah muda ditelapak tangan Jinily terpancar lalu seakan membalurkan ramuan, Jinily mengusap lengan Junali.
Berulang kali, hingga jarinya mencengkram lengan itu sampai cahaya yang terpancar dari telapak tangannya menghilang.
Berhenti menggigil, tubuh Junali justru tak bergerak membuat Jinily harus memeriksa denyut nadi dilengannya. Tak puas dipergelangan tangannya, Jinily menyentuh leher Junali dengan dua jarinya. Masih cemas Jinily menaruh telapak tangannya didada Junali. Masih berdegup. Tak hilang cemasnya, Jinily meyakinkan dengan menempelkan telinga kedada Junali. Benar-benar masih berdegup. Ia menghembuskan nafasnya lega.
Hampir saja ia mengangkat kepalanya dari dada Junali, ia teramat sangat terkejut karna kepalanya didekap lengan yang baru saja disentuhnya. Tak sengaja bibirnya yang menempel didada Junali bergerak.
"Junn!"
Entah apa yang ada dialam bawah sadar Junali, hingga dengan cepat tubuh Jinily serasa didorong dan terbanting kebawahnya. Jinily tak sempat menghindar saat bibirnya terbungkam liar bibir diatasnya.
"Ju... Junmmphhhh!"
Sadar Junali sedang tanpa sadar dikuasai pikiran yang entah berada dimana dan bersama siapa, Jinily berusaha mendorong tubuh Junali paksa.
"JUN!"
PLAKK!!
BRUKKK!!
Junali terpental setelah didorong dan dipukul, lalu ia membuka matanya dan menemukan tubuh Jinily yang tertelentang menghembuskan nafasnya.
"Apa yang kau lakukan? Kau mau memperkosaku? Menghipnotis dengan sihirmu, dasar Jin cabul!"
"Sembarangan!! Kau pasti sedang berhalusinasi dengan perempuan pemuas nafsumu sebelum ini! Dasar pria cabul teriak cabul!"
Jinily terduduk cepat sambil mengusap bibirnya yang terasa tebal karna sempat dicecap berulang.
"Apa katamu??" Junali setengah berteriak tak terima.
"Tak usah bertanya padaku! Ingat-ingat sendiri saja! Aku geli kalau harus menceritakan lampiasan hawa nafsumu padaku!" Tukas Jinily bergidik.
"KAU!!"
TIK.
Jinily menjentikkan jarinya.
"SHIRTLESS!"
Dan Junalipun terdorong lalu masuk kedalam toples.
"Heii, kenapa aku dimasukan kedalam sini?" Protes Junali dari dalam toples.
"Supaya kau lebih jinak. Silakan merenung didalam sana, aku yang tidur dsini!"
Jinily merebahkan tubuhnya dan memejamkan mata tak peduli teriakan Junali. Junali seketika mengingat-ngingat apa yang terjadi sebelumnya dialam bawah sadarnya. Ada yang menyentuh lengannya, lehernya, dadanya lalu menyebut namanya 'Jun', dan sentuhan itu membuat tubuhnya merinding. Bukan lagi gemetar karna lukanya.
"Ya Tuhan, sebenarnya apa yang aku lakukan tadi padanya?"
#########
Banjarmasin, 13 Agustus 2020
Salam sepertigamalam....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top