2#HOTTRA

Apa boleh buat. Membuka mata setelah memejamkannya sesaat, berharap semua hanya mimpi, ternyata tetaplah itu bukan mimpi. Junali dihadapkan pada sesuatu hal yang sebetulnya nampak mustahil tetapi kenyataannya, ia benar-benar sedang menghadapi seorang gadis yang mengaku dikutuk. Pembebasannya dengan tak sengaja menyebut Hot Mantra, justru membuatnya harus terseret kedalam problem Jinily. Ia justru harus menyelesaikan apa yang sudah menjadi keharusan, bahwa nasib Jinily berada ditangannya.

"Awwwwww.....! Jangan sembarangan shirtless, kau tau kan toples ini tembus pandang Jun!!"

"Jun, Jun, Jun, ALI! Ckk!! Kau merepotkan saja, Jin, uhggg!"

"Putri Ily, Jin JiN JIn, Aku bilang namaku putri Ily, kenapa selalu kau sebut Jin? Memangnya aku hantu? Aku ini Putri!!"

"Aku anggap kau Jin, karna kau kan sedang dikutuk, kau akan aku sebut putri, kalau kau sudah bebas dari kutukan itu!"

Junali berkata sambil mengangkat toples dimana Jinily berada didalamnya. Berdiri dengan kedua telapak tangan menempel pada permukaan kaca. Suaranya kecil tapi Junali sudah bisa beradaptasi dengan itu, setelah ia harus memasukkannya saat menuju keluar hutan atas bantuan jin yang mengaku putri yang dikutuk itu.

Saat ini mereka berada didalam rumah diatas pohon, yang lagi-lagi seakan disulap oleh Jinily untuk tempat Junali beristirahat karna hari semakin gelap. Kenapa diatas pohon? Karna sebelumnya Junali sempat mendirikan tenda kecil lalu menyalakan api unggun didepannya agar terasa hangat. Bukannya hangat, justru nyala api menarik perhatian binatang buas yang ada dihutan. Seekor macan hitam muncul dengan matanya yang menyala-nyala. Mengeram mengerikan.

"JINNY! MASUKK!!"

"Ma... masuk kemana?"

Junali menarik tangan Jinily dan seolah melindungi ia menyembunyikan tubuh Jinily dibelakangnya. Ia berteriak menyuruh masuk, maksudnya masuk kedalam tenda tetapi Jinily justru mengintip dibalik lengan Junali, membuat pria itu menjepit kepalanya.

"AUWHHH!!! Ihhh kenapa kepalaku dijepit??"

"Aku bilang masuk!!"

"Kau bisa apa??"

"IHH, berisikk!! Macan itu bisa stress melihat kamu yang berisik begini, JINNN!!!"

Disaat mereka beradu argumen, sang macan terlihat bersiap-siap dengan langkah kakinya yang terhenti seakan memasang kuda-kuda hingga menyerang dengan melambungkan badannya menerkam kearah Junali. Junali terlonjak kaget, dan hanya bisa melengkungkan lengan seolah menahan terjangan macan hanya dengan tangan kosong.

"ANGIN!!!!"

BUZZZ!!!!!

Sesaat setelah Jinily berseru menyebut 'angin' dengan kedua telapak tangan mengarah pada tubuh macan yang mengaum dan menerjang, hembusan udara yang kencang menerpa sang macan yang terdorong mundur kebelakang.

Terdorong bukannya membuat macan itu takut, tetapi justru membuat macan itu terlihat lebih beringas bersiap menerjang kembali.

"Arghhhhh!!!"

Diterkam macan yang sepertinya kelaparan, Junali hampir pasrah ketika ia merasa tubuhnya yang berbalut jacket bersentuhan dengan ketajaman kuku sang macam.

BRETTTTT!!!

"JUNA!!!!"

"BATU!!!!"

BRAKKKK!!!!!

"JUNNNNN!"

Berseru 'BATU', puluhan batu menerjang macan hitam yang sudah terlanjur menyentuh Junali hingga batu-batu itu juga mengenai tubuh Junali. JInily panik melihat Junali terkapar sementara si macan melarikan diri dalam keadaan terlukasetelah JInily meneriakkan api dan mengarahkan telapak tangan pada macan itu.

"Junnnn!"

"Juna!"

"Ali!"

"Junali!"

Jinily panik karna sedikitpun tubuh Junali tak bergerak.  Tangannya menepuk-nepuk pipi Junali berulangkali dengan cemas.

"Jangan mati Junali!!!"

PLAKKK!

"ASTAGA!! Apa yang kau lakukan?? Kau mau membunuhku???"

Jinily terkejut karna Junali mendadak duduk dan melebarkan matanya setelah tanpa sengaja JInily dengan keras menepuk pipinya. Bukan menepuk tapi memukul karna putus asa pria itu tak bangun-bangun.

"Ma... maaf!!"

Jiniliy memandang telapak tangannya bergantian dengan wajah Ali yang memerah dengan lima jarinya.

"Dari tadi kau gunakan telapak tanganmu sembarangan!"

"Habisnya macan ituuu..."

"Aku bisa menjaga diri, aku bisa menjagamu, jangan kau pikir aku lemah!!"

"A... aku... aku cumaaa...."

"Cuma apa??? Cuma menganggap aku tidak bisa apa-apa? Kamu takut aku mati karna kamu tidak akan bebas dari kutukan kalau aku mati hah?"

"Bu... bukannn!!"

"UHHGGGG!!!"

Junali menendang api unggun yang menyala, untuk menunjukkan kekuatannya pada Jinily. Ia tadi hanya tak siap. Jinily tidak mendengarkan apa katanya. Jinily seolah merasa dirinyalah yang paling  bisa melindungi. Naluri kelelakian dan jagoannya Junali terusik.

"AUUUUUUUU!!!"

Lolongan serigala terdengar. Jinily bergidik. Terkejut. Naluri keputriannya terusik. Meski ia punya kekuatan ia tetaplah seorang perempuan. Yang tak bisa berpikir disaat sedang panik. Dan akan respect bergerak kalau kepepet. The Power of kepepet.

Junali menyadari mereka tidak akan aman berada disana. Tetapi tidak mungkin juga malam-malam seperti itu mereka mencari jalan keluar.

"Aku bisa membawamu keluar dari hutan ini, kita mencari tempat yang lebih aman!"

"CK!"

"Ayolah Jun, aku bukan sok mau melindungimu, aku memang bisa membawamu keluar dari sini dan kita berada ditempat yang aman!"

Junali diam dengan wajah yang keras. Rahangnya bergerak-gerak. Ia merasa marah pada dirinya sendiri kenapa harus tergantung dengan seorang perempuan. Menurutnya bukan perempuan yang harus melindungi tetapi dirinya.

"Jun!"

"Berhenti menyebutku Jun Jun Jun!!"

"Kenapa? Aku suka menyebutmu Jun!"

"Aku TIDAK SUKA!!"

Teriakan Junali membuat Jinily terdiam. Jiwa halus perempuannya terusik. Ia tak pernah dibentak. Tidak ada yang berani membentaknya.

"Oke, baiklah!"

Jinily terdiam dengan wajah suram. Ia sudah tak tahu lagi harus bagaimana membujuk Junali. Ia hanya ingin membantu mereka keluar dari sana, setidaknya mencari tempat yang aman dari binatang-binatang buas yang sedari tadi mendekati mereka ditengah hutan itu. Tetapi hatinya terlanjur sedih hingga terpancar dari raut wajahnya yang bersih.

Hening. Hanya suara jangkrik yang terdengar dan suara-suara binatang malam lainnya yang bersahutan. Makin malam, tentu makin dingin dan sepi. Junali terduduk didekat serakan bekas api unggun yang ditendangnya. Sesekali melirik pada Jinily yang tertunduk menekuk kakinya.

SREK! SREK! SREK!

Terdengar suara berisik dari semak-semak disamping mereka. Sangat dekat. Sepasang mata hitam bergerak-gerak dengan suara seperti mengorok.

NGOKKKKK!

Babi hutan?

Junali berdiri, Jinily membiarkannya saja. Tak ingin mengganggunya lagi dengan seolah ia yang lebih kuat melindungi mereka. Tadinya hanya terlihat seekor babi hutan, tetapi kemudian keluar lagi satu persatu hingga menjadi 5ekor babi hutan hitam yang siap mendekat.

Junali menoleh pada Jinily yang refleks menolehnya melihat binatang-binatang itu. Ia kini menyadari, dalam keadaan seperti itu dibutuhkan kerjasama bukan egois merasa paling harus melindungi. Mereka harus bisa bekerjasama. Ia cuma punya jurus kaki seribu alias melarikan diri, sementara dengan kekuatan yang menyertai kutukannya Jinily bisa melakukan yang lebih dari itu untuk melindungi mereka.

Sementara Jinily hanya menunggu saja apa yang akan dilakukan Junali. Ia takut Junali tak terima lagi dengan sikapnya yang sok menjadi pahlawan.

Beberapa detik kemudian saat babi-babi hutan itu mendekat, dengan gerak cepat Junali berdiri dan sempat menarik tangan Jinily lalu menggunakan jurus kaki seribunya. Melarikan diri.

Ia berlari sejauh-jauhnya, menarik tangan Jinily hingga nafasnya ngos-ngosan. Dikejar-kejar babi hutan, ia sadar tidak boleh berlari lurus, ia membelokkan arah hingga mereka jauh meninggalkan babi-babi yang entah kenapa jadi beringas padahal tidak ada sampah sisa makanan yang ada didekat mereka.

"Huahhhhh, hhhhhhh.... hhhhhhhh!!"

Junali melepaskan genggaman tangannya lalu menunduk menyentuhkedua lututnya dengan napas ngos-ngosan. seketika ia sadar tak terdengar napas yang memburu da Jinily lalu ia menengadah dan mendapati Jinily memandanginya tanpa kedip ditengah temaram yang hanya diterangi cahaya bulan diantara pepohonan.

"Kenapa kau tidak kecapean? Apa karna kau hantu?"

"Bukan hantu tapi aku puteri yang dikutuk!!"

"Lalu kenapa kau diam saja tak melakukan sesuatu?"

"Nanti kau marah, lebih baik aku biarkan kau yang melindungi kita!!"

Junali terduduk ambruk ketanah dengan lutut yang jatuh terlebih dahulu. Ya Tuhan, rasanya ia tak kuat.

"JUN!"

NGOKKK!

"Mereka datang lagi!"

"Pergilah, tinggalkan aku!"

"Ti... tidakk!"

"Biarkan aku dicabik-cabik babi hutan, kau pergilah!"

"Ti... tidakk!"

"PERGI!!!"

Berdebat tak jelas, hanya membuat babi-babi itu semakin mendekat. Jinily harus berubah pikiran. Ia tak mungkin meninggalkan Junali sendirian. Bukan hanya karna ia tak ingin membiarkannya mati sia-sia dan bukan hanya ia membutuhkan Junali untuk melepaskan kutukannya hingga ia bisa kembali menjadi manusia normal, ia hanya merasa tak bisa meninggalkannya.

Kali ini ia yang menarik tangan Junali dan mengarahkan sebelah telapak tangannya pada babi-babai itu.

"ANGIN!!!"

Bukan hanya babi-babi itu yang terdorong, pohon-pohon sekitarnya juga ikut berderak, Jinily dan Junalipun terdorong kebelakang dan jatuh ketanah dengan posisi Jinily menindih tubuh Junali. Beberapa saat mereka terkurung dalam posisi itu berdetik-detik, karna menunggu apakah babi-babi itu terdengar gerakannya lagi. Bermenit-menit kemudian, hanya ada hening tanpa ada suara lainnya terdengar.

"Gadis cabul!"

"Apa maksudmu?"

"Kenapa kau menindihku?"

Jinily segera bangun dari atas tubuh Junali.

"Ck. Tidak sengaja, kau sudah tidak kuat berlari, nafasmu sudah habis, aku harus melakukan sesuatu, aku terpaksa dan tidak sengaja menindihmu, kenapa kau bilang cabul??"

"Alasan! Kau memang tertarik padaku bukan? Tidak mau meninggalkan aku karna kau sayang?"

"SEMBARANGAN!"

Mata Jinily melebar. Bicara Junali sudah makin asal saja.

"Kita tidak harus berdebat terus, kau harus istirahat, aku menawarkan jalan keluar, ayolah Jun, apa kau tidak lelah?"

Junali terdiam. Lelah. Sangat lelah. Akhirnya mereka sepakat untuk menuju jalan keluar dalam damai.

"Jentikkan jarimu, sebut 'SHIRTLESS'!"

"Untuk apa?"

"Agar aku masuk kedalam toples, dengan cara itu juga kau bisa mengeluarkan aku tanpa menjentikkan jari!"

Akhirnya dengan bantuan cahaya yang keluar dari toples yang berisi Jinily, Junali menuju kearah jalan keluar dipandu gadis itu. Dan mereka tiba ditepi hutan, dimana terdapat sungai yang mengalir, menurut Jinily mereka harus menyebrangi sungai itu agar sampai ke Castilnya. Karna sudah larut dan tenda Junali mereka tinggalkan didalam hutan, Jinily menyulap sebuah tempat sementara, kali ini diatas pohon untuk menghindari binatang buas.

"Heiii, kenapa aku ditaruh didalam lemari?? Gelap tauuu!!" protes Jinily saat Junali mengangkat toples dan memasukkannya kedalam sebuah lemari kecil yang ada didalam rumah pohon sementara itu.

"Ya kalau toples ini ditaruh diatas meja kau mengintip melulu, tidurlah dengan tenang didalam lemari itu, Jinily, Jin pengintip!!"

#########

Banjarmasin, 11 Agustus 2020

Maafffff part ini nggak jelasss hahahhha

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top