14#Hottra

"Sebaiknya tidak usah diceritakan mengenai kembalinya aku!" Junali berkata dengan nada yakin. Ia sudah memutuskannya setelah terdiam dan berpikir.

"Lho, kenapa begitu?" Tanya Gilang dengan nada tak mengerti. Kenapa harus ditutupi?

"Daripada ramai, dan persoalan tidak pernah selesai!" jelas Junali pendek. Ia tak ingin persoalannya jadi panjang dan menjadi konsumsi banyak orang.

"Apa tidak sebaiknya dihadapi saja, pret?! Kau berkesempatan menjadi terkenal dan trending topik!" Ujar Gilang setengah membujuk, sekaligus juga mengutarakan pandangannya.

"Aku tidak butuh terkenal dan menjadi trending topik!" Ucap Junali menepis goda Gilang dengan potensi ketenaran yang tidak ia butuhkan.

"Ehh, mau kemana?"

Junali beranjak dari hadapan Gilang. Ia sudah yakin dengan keputusan untuk tidak menceritakan apapun tentang pengalamannya tersesat dihutan terlarang dan di belahan bahkan di dunia yang lain, terlebih tentang Jinily.

Ia khawatir justru hutan terlarang akan menjadi target penelitian dari pihak-pihak yang hanya ingin mengeksploitasi keajaiban belahan dunia lain dimana perbedaan waktunya 1hari banding 30hari. 3 hari menjadi 3bulan. Bayangkan bukankah itu ajaib?

Memang ini diluar akal mahluk sepertinya. Tetapi sungguh terjadi. Dan ia tak ingin Jinily menjadi target operasi terlarang. Dia tak ingin peradapan Castil dimana Jinily berada diserbu oleh peradapan dunia lain, seperti dunianya. Sementara dia sendiri tak tahu bagaimana cara kembali kedunia Jinily, meski hanya sekedar ingin tahu bagaimana keadaannya saat ini.

Lagipula kalau diceritakan apakah ada yang percaya? Atau justru hanya membuatnya ditertawakan. Ditertawakan tak mengapa, asal Jinily aman.

Teringat Jinily, Junali seolah terbawa perasaan karena teringat saat ini sesungguhnya gadis itu butuh dia. Bukan merasa sok dibutuhkan, hanya saja ia tahu keadaan Jinily sekarang. Nyamankah berada ditempat dimana disana hanya terdapat kepedihan? Setidaknya jika ia ada, ia bisa menemaninya, mendengarkannya, meyiapkan bahu untuk disandari.

"Akhh, kenapa jadi melankolis begini? Sejak kapan kau peduli hidup oranglain, Juna?!!" Umpat Junali pada dirinya sendiri.

Meremas kepalanya yang penuh dengan bayangan Jinily saat terakhir kali berurai airmata, Junali tak bisa menepis bayangan selama bersamanya.

"Aku hanya ingin tahu, bagaimana sekarang keadaannya?"

Junali sudah habis pikir. Ia merasa tak berdaya. Ia tak tahu caranya bagaimana bisa bertemu lagi dengan Jinily. Apakah ia harus kehutan terlarang lagi? Membiarkan dirinya tersesat? Apakah itu bisa membuatnya kembali kedunia putri yang dikutuk itu?

"Lebih baik aku ikut kau keduniamu, Jun!"

Ucapan Jinily kembali terngiang-ngiang ditelinganya. Sungguh kepalanya dipenuhi dengan pertanyaan, bagaimana keadaannya sekarang? Bagaimana ia dan Shazan, kekasihnya yang sudah menjadi suami kakaknya? Apakah mereka akan kembali bersama, sementara Shirin akan mengalah karna menyadari tak pernah dicintai?

Memikirkan itu, Junali menggeleng. Apa urusannya seingin tahu itu? Urusan Jinily jika ingin merajut asa kembali bersama kekasihnya. Lagipula dapat dimaklumi kenapa kakaknya menikahi kekasihnya. Jinily menghilang, Shazan tidak terikat dan sedang berjuang melupakan.

"Jun, jangan tinggalkan akuuu!"

Terngiang kembali jeritan terakhirnya. Jinily tidak ingin ditinggalkan. Tetapi bukan inginnya, ia justru kembali karna tugasnya sudah selesai. Tugasnya hanya melepaskan Jinily dari kutukan. Bukan untuk menyiapkan bahu untuk menjadi sandaran.

"Prettt! Sebaiknya kau pikirkan lagi!"

Teriakan Gilang memecah lamunnya saat ia mulai menarik gas untuk memacu motornya. Apa lagi yang harus dipikirkan? Kalau membuka rahasia Castil dan Jinily, mungkin dia jadi terkenal. Tapi untuk apa terkenal kalau ada yang menjadi korban? Tidak adil bagi Jinily. Ia ingin hidup normal-normal saja. Seperti layaknya ia sebelum tersesat dihutan terlarang. Menjadi pria yang digandrungi banyak wanita, meski pada akhirnya sedang menata hati karna diselingkuhi.

"Jika aku bisa pulang kembali dengan selamat, aku akan perbaiki hidupku!"

Mendadak ada yang terngiang ditelinga Junali. Ucapannya sendiri saat tersesat dan menemukan toples berisi putri yang dikutuk. Ia berjanji akan memperbaiki hidupnya. Bekerja dengan baik. Meninggalkan dunia wanita dimana karma sudah berlaku padanya.

Ia baru percaya karma setelah sebelumnya tidak sama sekali. Dia hidup seorang diri. Tidak punya keluarga. Kalaupun ada yang namanya karma, tentu akan jatuh padanya. Dan ia merasa tak mungkin patah hati karna perempuan.

"yang akan patah hati merekalah, karna tidak pernah dicintai!"

Begitu keyakinannya selama ini. Dan ternyata Tira sudah menyebarkan isu negatif itu. Isu kalau perempuan itu mengecewakannya dan nekat ikut ekspedisi kehutan terlarang, lalu pada akhirnya menghilang.

"Bisa-bisanya dia menumpang cari sensasi dengan membuka aibnya sendiri! Zaman memang sudah edan, ya Tuhann...." guman Junali ditengah berisik suara motor yang meluncur membelah jalan.

"Heei, kau jangan menyembunyikan saudara perempuan yang manis, apa kau takut karma berlaku padanya, pura-pura dicintai dan dihempas?"

Teringat ucap Gilang tentang perempuan yang mengaku adiknya? Siapa yang berani-beraninya mengaku-ngaku adik perempuannya lalu dihubung-hubungkan Gilang dengan karma? Kapan ia punya adik? Ia sebatang kara.

Motornya memasuki halaman rumah yang seperti hutan belantara karna ilalang tumbuh dengan suburnya. Bagaimana tidak subur? Ternyata sudah tiga bulan ia tinggalkan, seperti suburnya jambang yang ia lihat dari kaca spionnya sekarang. Pantas tadi motornya yang dengan penutup sangat berdebu, dan sempat susah untuk dinyalakan. Tak bisa menggunakan starter, ia harus mengeluarkan tenaganya sampai kakinya terasa pegal.

'Kriukkk!'

Perutnya keroncongan saat ia memarkir motornya digarasi kecil disamping rumahnya. Kalau masih memiliki kekuatan Jinily, ia pasti sudah mengeluarkan butiran berwarna dan tinggal memikirkan apa yang ia ingin makan lalu menjentikkan jarinya.

Ingat Jinily lagi?
Tentu.
Setelah tadinya ia tak merasa terima kenapa harus menemukan toples berisi Jinily dan harus menjadi tumbal sampai kutukan berakhir, kini ia justru merindukan kemudahan yang ia dapatkan didunia penuh misteri itu.

Krieetttt!
Membuka pintu rumahnya yang terdengar berderit, Junali memandang kearah engsel yang ditinggal selama tiga bulan. Baru ia sadari, debu dimana-mana dan laba-laba seolah bebas bersarang. Meski saat ia tinggal ia tak rajin juga membersihkan, setidaknya sesekali ada waktunya ia pembersihan, terutama dibantu gadis-gadis yang menginginkan perhatiannya.

Sekarang gadis-gadis itu kemana? Junali menghilang, tak ada yang peduli. Lagipula buat apa mempedulikan orang yang sudah menyakiti?

Memasuki dapur, ia tersadar sudah tentu tak ada yang bisa dimakan karna sisa bahan makanan tiga bulan lalu tentu sudah expired.

"Bodohnya, kenapa tidak singgah dimini market?"

Junali menepuk dahinya.

"Lebih bodoh lagi karna lupa, aku tak punya uang!" Sungut Junali lagi.

Ia harus memulai hidupnya dari awal lagi. Pekerjaannya sudah tiga bulan ia tinggalkan mungkinkah ia dapatkan kembali? Kalau kembalinya ia dari tersesat dihutan terlarang tidak ingin terungkap, ia tak mungkin hidup disana lagi. Tapi mau kemana?

Kriettt!
Membuka pintu kamar, ia merasa sedikit prustasi. Berpikir keras membuat perutnya makin keroncongan saja.
Menghempaskan tubuhnya diranjang ia langsung memejamkan mata.

"Ya Tuhannn, aku harus apa?" Gumam Junali sambil mengusap wajahnya berbarengan dengan hempasan punggungnya kepermukaan ranjang.

"Aduh!!"

Terdengar suara yang membuat ia terkejut sekaligus merasakan ada yang tersentuh dari ranjangnya tapi tak terlihat. Junali tersentak duduk dan memandang sisinya yang kosong. Seketika ia merasa horor. Apakah selama ia tinggal rumahnya sudah ditempati jin?

Junali mengambil selimut dan mengibas-ngibaskan ke o
Permukaan tempat tidurnya.

"Heii, jangan asal kibas!"

Jantung Junali berdetak cepat karna makin terkejut. Benar-benar ada jin yang tak terlihat dirumahnya. Apakah pengaruh pernah melihat seorang Jinily, lalu sekarang ia memiliki kemampuan merasakan kehadiran mahluk gaib?

"Jangan ganggu aku! Keluar dari rumahku!" Usir Junali meski ia tahu tak mungkin mengusir Jin dengan cara manusia, ia tidak memiliki kekuatan mengusir jin.

"Kau takut? Pria cabul penakut ternyata!" Terdengar kekehan.

Junali mengeryit. Otaknya berputar sesaat. Suara dan sebutan pria cabul itu mengingatkannya pada...

"Haii, pria cabul! Pasti memikirkan aku ya?"

#########
Banjarmasin, 26 Oktober 2020

Haii semua...
Alhamdulilah, tepat dihari ulangtahun Ali, aku bisa update.
Semoga Allah menjaga dan melindunginya dalam kebahagiaan dan kesuksesan. Selamat ulang tahun, Ali! ❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top