10#Hottra

"Lili, kenapa tidur dibawah?"

Mata Junali setengah terbuka. Ia benar-benar ngantuk sekarang. Ia berharap ini belum menjelang subuh, karna ia baru saja dapat memejamkan mata.

"Lili!"

"Ehh, ohh, aku memang begini, sering tidak sadar turun kebawah!" Junali beralasan.

"Oh, ya sudah, naiklah lagi keatas tempat tidur!"

Junali mengangguk. Kepalanya makin pening saja mengingat ia sengaja tidur dibawah karena ia tidak mungkin tidur seranjang dengan perempuan. Meski Jinily pun tak bisa melarang karena tempat tidur itu satu-satunya. Sementara Jinily sekarang tidur nyaman didalam toples dengan pesan panjang sebelum Junali menjentikkan jarinya.

"Ingat yaa, jangan macam-macam, kau laki-laki, ingat itu, jangan mentang-mentang dia tak tahu, kau sengaja tidur dekat-dekat dengan dia, tidak boleh!" Tunjuk Jinily tepat didepan hidung Junali.

"Bukan salahku, salahmu yang memintaku menyamar jadi perempuan!" Junali membela dirinya sambil menurunkan telunjuk Jinily setengah menepisnya dengan telapak tangan.

Ia juga sangat menyesalkan kenapa tempat tidurnya tidak terpisah saja? Kenapa harus hanya ada satu ranjang buat berdua? Junali jadi serba salah.

Tik.
"Shirtlesss!!"

"Heiiii, AKU BELUM SELESAI!!" Teriak Jinily dari dalam toples. Baginya suaranya sudah sekeras-kerasnya, tapi bagi Junali, telinganya aman.

"Istirahat saja kau, Jin, urus dirimu saja!!" Ucap Junali.

Sebetulnya ia hanya sedang lelah kalau harus terus berdebat. Bukan bermaksud untuk menyinggung perasaan Jinily yang terlalu peduli padanya.

"Oke baiklah, urus diri masing-masing, sekarang!" Jinily menghempaskan tubuhnya didasar toples dimana terdapat gumpalan pink seperti awan yang empuk.

Kesal. Nada suara Junali baginya tak mengenakkan. Seakan tidak terima diperingatkan. Padahalkan maksudnya baik. Hanya mengingatkan kalau Junali seorang laki-laki dan Lanaya seorang perempuan. Dimana salahnya?

'Salahnya terlalu peduli!' Rutuk Jinily pada diri sendiri.

Pada akhirnya Junali gelisah karna seketika tak nyaman dengan ucapannya sendiri pada Jinily. Tidur membelakangi Lanaya, akhirnya ia turun kebawah diam-diam setelah  Lanaya berbagi selimut sebelum tidur.

"Kau berasal dari mana, Lili?"

Lanaya sempat bertanya, tapi Junali tidak menanggapi dan pura-pura mendengkur sedikit keras agar Lanaya mengira ia sudah tidur.

"Sudah tidur rupanya, semoga aku juga cepat tidur, perasaanku tidak enak sama sekali!" Lanaya berucap meski tak tahu Junali mendengarnya.

Cukup lama Junali membelakangi sampai terdengar dengkur halus Lanaya. Sesungguhnya, Junali yang tidak bisa tidur terlebih saat Lanaya tidurnya tidak tenang dan terus bergerak bahkan membuatnya makin ketepi. Junalipun segera berpindah kebawah dengan membawa bantal tanpa selimut.

Tik.
"Selimut!"

Junali menjentikkan jarinya dan sebuah selimut menutup tubuhnya dilantai yang dingin.
Rasanya baru saja ia memejamkan  mata saat Lanaya membangunkannya dengan pertanyaan kenapa ia berada dibawah.

Meski Lanaya menyuruh keatas, Junali tak sanggup berpindah tempat terlebih Lanaya masuk kekamar mandi.

"Brrrr, dingin sekali airnya, Lili kau masih dibawah?"

Keluar dari kamar mandi, Lanaya terdengar kedinginan sambil berkomentar kenapa Junali masih dibawah.

"Mhhh, bisa tidak kau biarkan aku tenang disini? Aku lebih suka disini Lana, jangan mengusikku!" Junali berkata dengan mata yang tertutup. Ia sesungguhnya kesal karna merasa terganggu.

"Gadis-gadis kenapa cerewet sekali, yang satu melarang, yang lain memaksa!" Gerutu Junali berupa gumaman tak jelas bagi Lanaya.

"Aneh, Lili, apa bisa tidur diubin yang begitu dingin? Brrrr!" Lanaya memasukkan kakinya kedalam selimut. Sebenarnya ia hanya peduli kepada sesama pelayan baru. Tak tega melihat temannya tidur dilantai yang dingin. Tapi tadi ia sudah mendengar sendiri kalau Lili lebih suka dibawah dan sepertinya ia terganggu.

"LILIPUT!!"

Junali terlonjak kaget mendengar bentakan keras.

"Ya Tuhann! Baru hari pertama  menjadi pelayan, kau sudah terlambat, ini sudah jam 7, Lili!"

OMG.
Ternyata hari sudah pagi. Dari ucapan Carmaleta ia harusnya sudah siap berkumpul diruang pelayan untuk absen lalu melakukan tugasnya seperti yang Carmaleta jelaskan semalam.

"Lanaya?"

"Kenapa mencari Lanaya? Dia sudah siap dengan tugasnya!"

Tidak membangunkan? Atau dirinya yang tidak peduli saat dibangunkan? Junali menggelengkan kepala.

"Sekarang kau bersiap, kau hanya punya waktu 10menit, jika tidak siap, maka kepalamu akan..."

Mata Junali melebar dibuatnya. Meski tak mendengar kelanjutannya karna ia terkejut, ia tahu lanjutannya adalah dipenggal. Ia sudah tahu. Kesalahan tidak hanya dicari-cari tapi akan dibuat-buat. Karna tujuan mereka adalah memberi hukuman.

"Saya akan siap!"

BLAM!
Terdengar pintu ditutup keras. Junali tidak bergidik. Ia tidak lemah. Lagipula ia laki-laki. Bantingan pintu perempuan, tidak akan sekeras bantingannya sebagai laki-laki.

Tik.

"SHIRTLESS!!"

"Huahhh, Junnn, tenggorokanku sampai sakit karna berteriak-teriak membangunkanmu!"

Keluar dari toples, Jinily seakan menghembuskan udara keras-keras. Tenggorokannya sakit karna sudah berusaha membangunkan Junali.

"Hayoo, kamu jentikkan jarimu, pikirkan kau sudah mandi dan sudah berdandan, Jun!"

Kurang dari 60detik, Junali sudah siap dan melesat keluar ruangan diiringi Jinily.

"Sudah siap?" Carmaleta keheranan melihatnya muncul secepat kilat dalam keadaan yang bersih, wangi dan segar seperti habis mandi.

"Iya, sudah, apakah kau tak melihat?" Junali balik bertanya dengan nada sarkatis.

"Jangan seolah menantangku Liliput! Kau ingin segera di penggal?"

Hampir Junali meringis karna lengannya dicubit Jinily, karna ucapannya membahayakan posisinya sendiri. Itu karna ia tak menjiwai sebagai pelayan.

"Maafkan, saya!" Junali terpaksa meminta maaf kepada Carmaleta.

"Baiklah, kali ini saya maafkan! Besok tidak ada kata maaf, sekali terlambat, sayat!!"

'Kau yang akan aku sayat, jangan salah!' Batin Junali geram.

"Peralatan untuk membersihkan Raja, sudah siap diruangannya, pergilah!" Perintah Carmaleta.

"Baik!" Junali mengangguk, terpaksa pura-pura hormat.

"Prajurit! Antar dia!" Titah Carmaleta pada prajurit-prajurit yang mendampinginya.

Diantar oleh dua prajurit yang mengawalnya hingga sampai disebuah ruangan, yang merasa berdebar justru adalah Jinily. Ia menahan napasnya disamping Junali. Ia sudah tak sabar ingin melihat ayahnya. Ia ingin tahu apa sebenarnya yang terjadi pada ayahnya. Kenapa ayahnya harus dibantu oranglain untuk membersihkan dirinya saja.

"Ini ruangan raja Felix, kau harus membersihkan tubuhnya, untuk mengganti pakaiannya, Titania akan membantumu!" Salah satu prajurit berkata dengan nada kaku.

"Baik!"

Junali menatap pada tubuh yang teronggok tak berdaya diatas peraduan. Rambutnya memutih. Wajahnya terlihat kuyu tak tenang dalam tidur. Junali menghela napas lalu menoleh pada Jinily. Ia melihat Jinily menutup mulutnya. Terlihat kaca diarea lensanya. Akhirnya tetesannya membasahi pipinya yang mulus.

"Ayah!" Bisik suara Jinily lirih.

Junali meraih bahu dan merengkuhnya. Mengusap bahu seolah menenangkan Jinily yang semakin lama tidak tega nelihat keadaan ayahnya, lalu ia memeluknya.

"Kenapa kau tidak segera melakukan tugasmu, malah memeluk tubuh sendiri? Kau tak sanggup membersihkannya? Merasa geli karna kotorannya tentu sedang menumpuk!"

Suara lain mengusik Junali dan menyadarkan kalau ia harus melakukan tugasnya. Untung saja Titania mengira ia memeluk tubuhnya sendiri.

Junali mulai membersihkan tubuh raja yang nampak lemah tak berdaya. Ia lebih mudah melakukannya karna dibantu Jinily yang tak terlihat. Sejujurnya kalau ia sendiri yang melakukan ia akan merasa kaku. Setidaknya ia bisa membantu memiringkan tubuh Raja hingga Jinily bisa membersihkan punggungnya.

"Kenapa ayah sebenarnya?" Guman Jinily tanpa sadar.

"Ayah?" Titania mengeryit.

"Eh, maksudku, ayahnya putri Ily!"

Junali yang menyahut pada Titania yang menunggu dengan handuk kering ditangannya.

"Tidak tahu, aku juga orang baru disini, tugasku hanya memakaikan pakaiannya, yang membersihkan tubuhnya selalu saja berganti karna tak sanggup!" Cecar Titania kaku. Wajahnya terlihat keras, tak ada keramahan sedikitpun dari rautnya.

"Kenapa kalian berisik? Siapa yang menyuruh kalian berdiskusi? Disini harus hening, ayahku akan terganggu dengan suara kalian!"

Mendadak Putri Syirin memasuki kamar dengan suara yang berisik. Padahal ia baru saja menghardik protes karna ruangan tak hening.

"Haii kau pelayan baru!!"

Junali terkejut karna sepertinya putri Syirin berteriak padanya.

"Saya?" Junali menunjuk dadanya.

"Iya! Kamu!!" Keras ucap Syirin.

"Kenapa dengan saya putri?"

"Untuk apa semalam kau berada ditaman? Sengaja untuk menarik perhatian suamiku?"

"Mak... maksudnya bagaimana putri?"

Junali tak mengerti apa maksud putri Syirin. Ia tak menyadari saat semalam membujuk Jinily ada yang memperhatikannya bahkan menggumamkan nama 'Ily' saat melihatnya.

"Siapa namamu?" Tanya Putri Syirin dengan wajah kaku.

"Liliput, putri!"

"Aku kesini hanya untuk memastikan, kenapa suamiku menyebutmu Ily, kau hanya mirip, kau bukan Ily, Ily sudah meninggalkan kami dua tahun lalu, gara-gara dia ayahku koma, gara-gara dia madam Jelita mati terbakar, gara-gara dia...."

Jinily melebarkan matanya mendengar ucapan demi ucapan yang terlontar dari mulut kakaknya, putri Syirin. Junali mirip dirinya? Syazan melihatnya?

Dua tahun? Ternyata sudah selama itu ia menghilang dari Castil. Madam Jelita mati terbakar? Ya Tuhan, Jinily merinding. Lalu penyebab ayahnya koma adalah dirinya? Jinily menggeleng. Ia tak bisa membayangkan sibuknya Castil kala itu mencarinya. Lalu kenapa madam Jelita mati terbakar? Artinya harusnya sudah tak ada lagi orang yang membutuhkan darah segar gadis-gadis kalau dia sudah tidak ada.

"Gara-gara dia menghilang, putri mendapatkan kekasihnya, bukan?" Junali tak dapat menahan diri untuk tidak mengatakan apa yang ada didalam pikirannya. Ia benar-benar tidak bisa mengendalikan mulutnya agar berucap sesuai dengan levelnya saat ini. Pelayan.

"Lancang!"

Benar saja. Putri Syirin makin marah dibuatnya.

"Ma... maaf putri!" Junali merendahkan hatinya untuk meminta maaf demi dilihatnya Jinily melebarkan mata seperti memohon agar ia tidak gegabah.

"Seret dia!!"

Jinily makin melebarkan mata. Sangat berlebihan jika Syirin terlalu cemburu pada pelayan hanya karna suaminya mengatakan Lili mirip dirinya. Apakah ini hanya kesalahan yang dibuat-buat?

Seperti tadi kata Titania, setiap hari yang membersihkan ayahnya selalu berganti karna tak tahan. Sekarang Junali justru diseret paksa dengan kesalahan yang tak jelas. Apakah ini ada unsur kesengajaan selain memang benar lantaran Syazan memandang Liliput tanpa kedip dari atas balkon?

Jinily mengikuti kemana arah Junali diseret. Melihat arahnya ia yakin, Junali diseret, ketempat dimana dulu ia tak sengaja menemukan madam Jelita sedang melakukan ritual meneteskan darah seorang gadis kedalam cawan dan menjadikannya masker untuk membuatnya awet muda.

Jinily makin tidak mengerti. Bukankah kata Syirin tadi, madam Jelita sudah mati? Lalu kenapa masih ada pelayan yang dihukum sampai mati? Bagaimana keadaan Tungkara sebenarnya?

"Putri Syirin! Hebat! Kau selalu berhasil membawa tetesan darah kehidupanmu kehadapanku!!"

#########
Banjarmasin, 25 September 2020

Halo. Hot Mantra hadir kembali. Aku akan berusaha lebih segera lagi ya updatenya.

Hari ini siap-siap nonton lanjutan warkop dki reborn 4 yaa di Disney Hot star, udah kangenkan sama Ali? Trus Sudah pada download dan berlangganan bukan?

Hari ini jam 4 sore juga ada Party Vidi Prilly ya di Vidio.com , yuk ikutan gabung nikmatin tak bisa bersama...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top