1#HOTTRA
"Ck, ya Tuhan, mimpi apa semalam, sudah nyasar dihutan, kelaparan bukannya dapet kue putri salju kek atau nastar dalam toples ehhh malah dapet jin gulali!"
Junali berdecak dan menyebut nama Tuhan sambil memegang kepala dan perutnya. Lapar hingga kepala terasa pening. Bukannya dapat makanan malah menurutnya dapat masalah.
"Whattt? Aku bukan Jin aku putri!" Protes gadis yang bernama Ily yang mengaku seorang putri itu.
"Serah!!" Tukas Junali dan meraih ranselnya yang tergeletak dibawah pohon dimana dia tadi beristirahat sejenak bersandar lalu matanya menabrak benda dimana kilaunya terpancar dari balik semak-semak.
"Eeee, mau kemana? Kau harus bertanggung jawab karna sudah mengeluarkan aku dari dalam toples!" Jinily menahan langkah Junali dengan menghalanginya.
"Hah? Apa kau bilang? Bukannya terima kasih, karna terbebas dari kurungan, malah disuruh bertanggung jawab!" Kali ini Junali yang protes dan mencoba menerobos tubuh mungil yang menghalangi jalannya.
"Sudah bagian dari kutukan, siapa yang menemukam hot mantra dan mengeluarkan aku, dia yang harus bertanggung jawab mengembalikan aku kesana!!" Jinily mengikuti Junali dan mensejajarkan langkah dengan pria itu.
"Apa?? Kesana? Kesana mana? Memangnya aku dimana?"
Kalimat Jinily berhasil menghentikan langkah Junali bahkan matanya dengan bulu mata yang lentik itu melebar.
"Kau berada dinegeriku, negeri yang tidak ada didalam peta, negeri secret, negeri yang sejuk tetapi panas sejak madam Jelita, menikahi raja Felix ayahku!" Jelas Jinily semakin membuat Junali tak mengerti.
"Madam Jelita bukan ibu kandungmu? Pantas saja kau disingkirkan!" Junali langsung saja pada kesimpulannya mendengar ucap Jinily.
"Tidak, aku mendengar dia melindungiku!" Bantah Jinily.
"Karna kau salah satu kuncinya, pasti ayahmu sangat sayang padamu, dia sadar itu!"
Junali juga tidak tahu darimana asal pikiran itu. Ia menganalisanya begitu saja.
"Oh God, kau benar, ternyata kau cerdas, kau bisa diandalkan!"Jinily menjentikkan jarinya.
"Siapa kau mau mengandalkan aku?" Junali bertanya dengan nada menolak untuk diandalkan.
"Kau harus bertanggung jawab karna kau sudah...."
"Kapan aku menghamilimu sehingga aku harus bertanggung jawab hah?" Junali memotong ucap Jinily tetapi justru bergerak hingga mereka berhadapan tanpa jarak.
"Heiii, kau mau apa??" Jinily mengangkat kedua tangannya seakan ingin mendorong dada Ali yang merapatkan tubuhnya dengan tatapan mencurigakan.
KRIUKKK!!!
"Ahhh, Ya Tuhannnnn!" Ali menunduk menatap perutnya yang baru saja berbunyi sebagai tanda ia benar-benar butuh pertolongan pertama pada isi perutnya.
"Kau lapar? Kenapa tidak bilang?"
"Memangnya kau koki, sampai aku harus bilang padamu? Seandainya kokipun, apa yang bisa kau lakukan?"
Tik.
Junali melihat Jinily menjentikkan jarinya. Dalam sekejab, seperti sulap dari telapak tangan gadis itu terlihat beberapa bulatan kecil berwarna-warni yang ditunjukkan padanya.
"Apa itu? Kau kira aku anak kecil yang kalau menangis harus dikasih permen?" Junali tak terima melihat bukan makanan yang ada ditelapak tangan Jinily. Ia pikir Jinily seperti Jin yang ada dilampu wasiat seperti yang sering ia dengar ceritanya.
"Ck. Ini bukan permen biasa!" Tukas Jinily.
"Bukan permen biasa bagaimana? Permen itu bisa membuat sakit gigi tau!"
"Ck, dasar pria temperamen yang tidak mau memberi kesempatan kepada oranglain buat menjelaskan!!" Jinily menghentakkan kakinya sebal.
"Pria temperamen katamu?"
"Lalu, memangnya kau siapa?"
"Bilang saja kau ingin berkenalan denganku, iyakan?"
"Eeeh, kau mau apa?? Dari tadi sedikit-sedikit mepet, sedikit-sedikit mepet, dasar cabul!"
KRIUKKK!!!
Sekali lagi bunyi tak bersahabat terdengar dari perut Junali dan lagi-lagi juga mereka melihat kearah yang sama.
"Jangan sok cabul, perut lapar belagu, cepat kau makan, putih adalah nasi atau roti, terserah apa yang kau pikirkan, hijau sayuran, biru lauknya, tinggal kau sebut kau mau lauk apa maka ketika kau memakannya maka akan terasa seperti lauk yang kau sebut, lalu bening kalau kau mau minum, karna itu air putih, sebut kau mau minum apa.... kalau..."
"Kalau mau wine?"
Jinily melebarkan matanya. Wine katanya?
"Kau tidak butuh Wine! Hayoo buru makan, jangan sampai cacing diperutmu berontak!" Jinily mengulurkan tangannya pada Junali.
"Baiklahh, sebelum cacing dicelanaku ikut berontak!"
"Sinting! Dasar Pria Cabul!!"
Jinily dengan cepat menarik tangannya saat ia menyerahkan butiran yang disebutnya makanan itu, Junali dengan sengaja meremas tangannya. Terdengar tawa yang menggelegar karna ia berhasil menggoda gadis yang ia sebut Jin meski mengaku putri itu.
Sesaat Junali memandangi butiran berwarna-warni ditelapak tangannya. Benarkah ini makanan seperti yang disebutkan Jinily? Ia mengambil sebutir berwarna putih. Apa tadi nasi? Atau Roti. Ia melempar butiran itu kedalam mulutnya.
"Uhuk-uhuk!!"
Tiba-tiba ia tersedak karna ia kaget rasa dari butiran yang ia telan seakan mengganjal dikerongkongannya. Benar-benar seperti roti, seperti yang ia pikirkan terakhir kali, itu sebabnya langsung mengganjal ditenggorokan.
"Uhuk-uhuk!!"
Ali makin terbatuk dengan wajah memerah.
"Ambil yang bening, minum air putih!"
Jinily bergerak cepat mengambil yang bening dan memasukkannya kedalam mulut Ali.
Menelannya, Junali serasa meminum segelas air, hingga ia merasa benar-benar lega.
"Pelan-pelan pria cabul!!"
Junali melebarkan matanya pada Jinily. Masih saja ia menyebutnya pria cabul.
"Lalu aku harus memanggil apa? Kau saja sedari tadi tak menyebut namamu!"
Jinily mengkeret karna lagi-lagi tatapan Ali membuatnya khawatir. 'Ya Tuhan kenapa pria cabul yang harus menemukan hot mantra?' batin Jinily berseru tak berdaya.
"JUNAAAA!"
"ALIIIIII!"
"ALIIII!!!"
Belum sempat Junali mengatakan apa-apa, terdengar suara teriakan-teriakan memanggil namanya. Ia mencari-cari dimana arah suara-suara itu.
"Kau tidak akan bisa terlihat Jun, karna suara itu hanya halusinasi dari jauh, mereka memang sedang mencarimu, tapi mereka tidak disini!" Ucap Jinily membuat Junali mengeryit.
"Kau menjebakku?"
"Siapa yang menjebakmu? Justru aku baru bertanya pada Tuhan, kenapa kau yang berhasil menemukan hot mantra?"
Junali akhirnya menghempas tubuhnya ketanah, kembali bersandar pada pohon yang tadinya sebagai tempat ia beristirahat dan akhirnya tertidur lalu menemukan toples karna perutnya tiba-tiba kelaparan.
"Sudah sumpah Tungkara, jika yang menemukan hot mantra akan bertanggung jawab, kau harus ikut aku ke Castil, kau harus seolah akan menjadi tumbalnya, darahmu harus menjadi maskernya Jun!"
"Tapi aku seorang pria, bukan seorang wanita yang seharusnya menjadi tumbal ritualnya!"
"Justru itu, jika darah laki-laki maka habislah dia Jun, habislah madam Jelita dan Tungkara sekaligus, dan aku akan bebas!"
"Kau bebas, lalu aku jadi apa?"
"Akan kukembalikan kau keduniamu, percaya padaku!"
"Hanya itu? Gampang sekali kau pertaruhkan nyawaku hanya dengan mengembalikan aku keduniaku katamu?" protes Ali dengan wajah tak senang.
"Lalu kau mau minta apa? Apa kau mau minta pesonamu lebih membuat gila para gadis? Kau banyak uang dan bisa membeli gadis-gadis semaumu? Tidak seperti yang lalu kau hanya bisa menelan ludah karna kau tak punya uang? Nafsu besar tapi duit tak punya?" Gamblang Jinily berkata tanpa sadar mata didepannya makin melotot saja.
"SEMBARANGAN!!"
"Hehehe, Maaf!"
"Analisamu terlalu picik ya, dasar Jin, hantu memang tak punya perasaan!!" Junali terlihat marah.
"Heii, kenapa menyebutku hantu? Aku bukan hantu!!" Jinily justru terfokus dengan umpatan Junali padanya.
"CK. Kalau kau bebas menilai aku, aku juga bebas menilaimu seperti pikirku!!"
"Akukan sudah minta maaf, Jun!"
"Jun, Jun, Jun, enak saja memanggil nama orang tanpa bertanya, ALI, panggil aku ALI!"
"JUNALI, JUN!"
"KAU!!"
Sepertinya ada sesuatu dengan sebutan Jun itu, hingga pria didepannya nampak tak senang dipanggil seperti itu. Tapi Jinily tak peduli. Dia saja memanggilnya Jin. JIN - ILY. JINILY. Masa ia tidak boleh?
'Jun, percayalah, aku mencintaimu!'
Ada yang mengiang ditelinga Junali. Suara seseorang dengan kata cintanya, sungguh ia ingin menghapus nama Jun dari namanya, ia tak ingin ada yang memanggilnya seperti itu lagi. Ia sedang muak dengan yang sering memanggilnya seperti itu. Itulah sebabnya ia sedikit berubah pikiran. Ia akan mengikuti Jinily, bukan hanya sekedar karna ia harus bertanggung jawab, tetapi ia merasa ini juga adalah caranya untuk menghindar seperti saat ia memutuskan untuk mengikuti teman-temannya menjelajahi hutan terlarang penuh resiko, salah satunya takkan kembali lagi.
Junali menghalau pikiran-pikiran tentang bagaimana cara seseorang memanggilnya dan keputusan menjelajah hutan terlarang kapan lalu. Bersandar dibatang pohon sambil memejamkan mata dengan mengangkat dagunya. Ia tak percaya tersesatnya hingga membuatnya lebih dalam bahaya daripada sekedar menjelajah hutan terlarang. Ia terpisah dengan teman-temannya karna ia melihat jalan setapak. Mungkinkah hanya ia yang melihat sementara yang lain tidak?
"Ya Tuhan, mungkinkah ini cuma mimpi?!"
#########
Banjarmasin, 9 Agustus 2020
Halo, jumpa dipart1. Semoga ternikmati yaa! Terima Kasih membaca.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top