Bab 9. Ketemu Lagi
[La, nggak lupa kan kalau selasa kita kudu ke Singapura?]
[Ke nikahannya Flora.]
Kayla yang sedang berbicara dengan Devi mengenai pameran langsung meraih ponsel di saku celana ketika mendengar denting notifikasi. Ia mengerjapkan mata beberapa kali setelah membaca pesan Dewi, kemudian membuka kembali file undangan yang sempat dikirim Flora dua minggu yang lalu. "Oh, iya bener," katanya sambil menepuk jidat.
Kayla lalu membuka obrolan chat dengan Dewi kembali.
[Sempet lupa, heh. Untung kamu ngomong.]
Kayla baru akan mengetikkan balasan lagi tapi tiba-tiba satu pikiran muncul dibenaknya. Di pernikahan Flora nanti pasti akan ada banyak sekali teman-temannya dari SMA. Dan seperti yang kebanyakan orang tahu bahwa masyarakat Indonesia gemar sekali kepo dan nyinyir, tidak mustahil kalau nantinya Kayla akan ditanya macam-macam oleh mereka. Flora yang terkenal paling julid pastinya akan mempertanyakan Zain dan segala alasannya kenapa pernikahannya batal.
Memikirkan dirinya akan dikerumuni oleh banyak orang dan akan dicerca pertanyaan nyelekit membuat Kayla enggan untuk menghadiri pernikahan tersebut.
[Aku kayaknya nggak akan dateng.]
Kayla memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku setelah mengetikkan kalimat balasan tersebut pada Dewi.
"Ada apa, Bu?' tanya Devi penasaran. Karena sudah bekerja dengan Kayla mulai awal butik berdiri, Devi tidak terlalu enggan untuk mengajak Kayla mengobrol tentang diluar pekerjaan.
"Ada undangan pernikahan ke Singapura yang harus saya hadiri lusa tapi malas datang."
Devi mengerutkan dahi, kakinya mengikuti langkah Kayla yang berjalan menuju sofa. "Biasanya Ibu paling semangat kalau diundang ke acara begituan, bisa pamer karya katanya. Kenapa sekarang nggak?"
Terdengar helaan napas dari belah bibir Kayla yang berbentuk hati. Devi bisa melihat kalau Kayla sebenarnya belum baik-baik saja, Kayla hanya menutupi lukanya serapi mungkin. Orang lain tidak akan mungkin tahu kalau Kayla baru saja gagal nikah karena diselingkuhi.
"Kali ini nggak, saya ada firasat kalau bakalan kena bully nanti."
"Emangnya ada yang berani bully Ibu?"
"Ya nggak tahu, itu cuman kemungkinan saja." Kayla menyugar rambut ke belakang, lalu mencondongkan tubuhnya ke depan. Tatapannya lurus menatap Devi yang masih tenang di depannya. "Temen SMA saya itu pada julid semua dan yang nikah nanti malah ratunya julid. Mereka pasti bakalan habis-habisan ngejek pernikahan saya yang gagal."
Devi diam beberapa saat, lalu memperhatikan seluruh penampilan Kayla yang masih classy seperti biasa. "Nggak mungkin di bully," kata Devi.
"Percaya diri aja, Bu, kayak Ibu biasanya. Lagipula kalau nggak datang malah dikiranya Ibu cupu, lho." Devi tidak bermaksud memasukkan pikiran negatif pada atasannya. Hanya saja, ia rasa menghindar karena takut akan sesuatu yang belum terjadi itu tidak bagus.
Kayla menyandarkan tubuhnya pada sofa. Yang dikatakan Devi ada benarnya, tapi dia masih tidak memiliki cukup tenaga kalau harus membahas perihal Zain lagi di depan banyak orang.
***
"Lalapan di sini emang nggak pernah mengecewakan," komentar Dewi sembari mengunyah makanan. Matanya menatap piring Kayla yang masih belum tersentuh. "Kalau nggak mau makan buat aku aja," katanya iseng.
Tapi tanpa diduga Kayla malah menyodorkan piringnya ke arah Dewi dengan senang hati. Padahal biasanya mustahil Kayla menyerahkan bebek favoritnya semudah itu walau hanya satu suap.
"Iki bebek senenganmu (Ini bebek kesukaanmu), La. Yakin nggak mau?" Meski bibir berkata demikian, tangan Dewi tetap menarik piring Kayla mendekat.
"Makan aja, aku lagi nggak mood," sahut Kayla. Tangannya sejak tadi sibuk memainkan pipet dalam gelas.
"Soal pernikahan Flora? Udah, datang aja sih. Nggak sendirian juga datengnya. Ada aku. Wes, tenang ae. (Sudah, tenang saja.)"
Kayla menghela napas berat. "Males dateng tapi kalau nggak dateng gak enak."
"Berarti emang harus dateng," jawab Dewi dengan mulut penuh. Saat makan ia memang tidak ada anggun-anggunnya sama sekali. Kalau saja ini rumah sendiri, Dewi pasti juga akan menaikkan satu kaki ke atas kursi.
Dewi sibuk mengunyah daging bebek milik Kayla saat sudut matanya melihat sosok Raka masuk ke dalam restoran. Dewi menoleh ke belakang, meja pesan berada tepat di belakangnya. Buru-buru dia mencuci tangan dan meraih sendok. Ia juga menyodorkan kembali piring Kayla ke tempat semula.
"Kenapa tiba-tiba sok kalem?" tanya Kayla heran.
"Ada cowok cakep, yang itu, yang di Batu." Dewi menunjuk Raka dengan dagunya.
Kayla menoleh ke belakang, matanya bertabrakan dengan netra hangat milik Raka yang menatapnya. Kayla mengerutkan dahi saat Raka memberikan senyum dan berjalan ke arahnya.
Bahkan Raka tanpa sungkan duduk di sebelah Kayla.
"Masih ada kursi lain. Pergi sana," usir Kayla. Jari telunjuknya menusuk lengan Raka yang kekar.
Melihat interaksi Kayla dan Raka yang tidak canggung ia jadi merasa ada sesuatu yang aneh.
"Mana? Semuanya penuh," sahut Raka.
Kayla mengangkat kepala, mengedarkan pandangan ke seluruh restoran yang memang penuh. Tidak heran, tempat ini memang terkenal ramai.
"Kalau gitu ikut barisan antri aja di depan sana." Kayla tetap mengusir. Tak suka jika ada Raka di sekitarnya. Lagi pula, kenapa dia harus ketemu dengan Raka lagi?
"Saya boleh duduk di sini, ya? Saya sudah lapar banget soalnya," kata Raka dengan manis pada Dewi.
Dewi mematung karena wajah tersenyum Raka yang tampan. Kulit bersihnya semakin bersinar karena Raka memakai kemeja hitam. Dewi menggigit lidah, secara fisik Raka benar-benar keren.
"Nggak boleh, kan, Wi? Hush, sana," usir Kayla. "Ngantri saja kalau mau makan di sini, nggak baik nerobos."
"Eh, nggak apa-apa, makan di sini aja." Dewi mengambil tisu untuk membersihkan tangan. "Kenalin, Dewi."
Kayla memutar bola matanya malas. Susah memang kalau punya teman yang penggemar cowok tampan.
Raka menjabat tangan Dewi. "Raka. Makasih sudah boleh makan di sini."
"Its okay, tinggal nambah pesanan aja untuk nomor meja ini. Kamu mau makan apa?" tanya Dewi dengan suara manis. Cara bicaranya berbanding terbalik dengan saat ngobrol sama Kayla.
Raka menunjuk makanan di depan Kayla. "Bebek sama jeruk hangat saja kayak Kayla. Terima kasih lho sudah mau pesenin saya."
Kayla menipiskan bibir, menahan tawa mendengar kalimat Raka. Sementara Dewi hanya bisa terkekeh canggung.
Memangnya kapan Dewi bilang mau pesenin?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top