Bab 7. Play Hard To Get

"Vi-video?" Kayla bertanya ulang untuk memastikan apa yang ia dengar. Bisa saja telinganya sedang bermasalah beberapa detik yang lalu. Mungkin yang dikatakan Raka bukanlah video apa-apa. Karena akan sangat merugikan baginya jika sampai malam panas yang penuh gairah waktu itu terekam.

Raka menipiskan bibir, menahan diri agar tidak tersenyum. Sungguh, wajah bingung dan terkejut Kayla saat ini sangat menggemaskan baginya. "Iya, video. Video sex kita."

"GILA!" teriak Kayla kencang. "Sumpah ya? Kenapa orang kayak kamu bisa hidup di dunia ini, hah?"

Kayla mengangkat tas yang sedari tadi ia pegang. Ia gunakan untuk memukul kepala Raka biar pecah sekalian. Bisa-bisanya ada orang semesum ini yang sampai punya waktu untuk merekam hal seperti itu. Apa yang diinginkan Raka sebenarnya? Apa jangan-jangan Raka merekam karena mengenali wajahnya yang seorang desainer ternama? Terus sekarang muncul untuk meminta uang begitu?

Raka menekuk kedua lengan di atas kepala, berusaha melindungi diri dari serangan tas Kayla yang membabi buta. "Hei, calm down! Chill, Kayla."

"Chill chill lambemu (mulutmu), hah? Hapus nggak tuh video? Lagian kok iso (bisa) kepikiran merekam hal begitu? Maumu apa? Uang?"

Kayla menyudahi aksi memukul Raka, napasnya tersengal-sengal karena lelah dan juga emosi yang meluap. Tidak peduli seberapa banyak pasang mata yang melihat, ia tidak mencoba untuk meredakan amarahnya. Melihat Raka yang seperti menahan senyum membuat Kayla semakin murka. Kalau membunuh adalah tindakan legal mungkin sudah Kayla lakukan sejak beberapa menit yang lalu.

"Berapa uang yang kamu mau?" Kayla mengusap ujung hidung, netranya menghunuskan amarah yang masih kentara. "Aku sempat mikir kamu itu cowok yang santai dan ramah, realitanya malah kayak iblis."

"Iblis? Nggak buruk juga, nama panggilan yang cute," balas Raka santai. Dia seperti menganggap enteng kekesalan yang memenuhi diri Kayla. "And also, i'm fucking rich, preety baby. I don't even need your money."

Kayla menghela napas pendek dengan wajah tak percaya. Ia benar-benar tak tahu harus bagaimana sekarang. Jika diperhatikan, Raka memang terlihat seperti pria kaya. Dia mengenakan setelan jas keluaran brand ternama dan Rolex yang melingkar di lengannya sudah cukup membuktikan betapa beradanya seorang Raka. Namun Kayla masih tidak habis pikir, kalau bukan uang lalu tujuannya apa?

"Jadi, apa maumu?"

Raka mengedikkan bahu. "Kamu nggak tahu? Padahal sudah jelas sekali," jawabnya enteng.

Raka meraih tangan kanan Kayla, ia genggam cukup erat agar si wanita yang masih dalam keadaan bingung itu tidak bisa lepas. Raka menaruh telapak tangan Kayla di dada. "Can you feel it? Jantungku berdetak dengan sangat cepat."

Raka tidak berbohong karena Kayla juga merasakannya. Kini ia tidak bisa mengelak pikirannya yang mengatakan bahwa Raka tertarik padanya. "Dasar pria gila!"

Raka memberikan senyum tipis ketika Kayla menarik tangan lalu pergi melewatinya begitu saja. Raka tahu ini tidak akan mudah tapi ia bukan pria yang gampang menyerah. Kalau batu saja bisa berlubang ditetesi air terus-menerus, tidak mustahil kalau Kayla akan luluh suatu saat nanti.

"Mau main play hard to get tenyata dia," katanya sebelum terkekeh.

***

"Dewi!"

Si pemilik nama menoleh pada arah suara yang memanggilnya. Bibirnya berdecak melihat Zain sedang duduk sembari melambaikan tangan di sofa sudut Kafe. Sebenarnya ia malas untuk menemui Zain, namun ia lebih malas lagi kalau Zain tidak berhenti menghubunginya. Dengan langkah cepat Dewi menghampiri, kemudian duduk di depan Zain yang memandangnya ramah.

"Waktu istirahatk habis sepuluh menit lagi, jadi, cepetan deh mau ngomong apa?"

Zain menipiskan bibir. Ia memperhatikan suasana Kafe yang memang mulai sepi. Sepertinya benar yang dikatakan Dewi bahwa waktu istirahat sudah hampir habis. "Santai aja dulu, tempat kerjamu kan di depan sini. Deket lah. Aku pesenin minuman dulu, ya?" tawar Zain.

Dewi menggeleng. "Nggak perlu. Ayo cepetan mau ngomong apa?"

Perasaan Zain sedikit tercubit dengan sikap Dewi yang sama ketusnya dengan Kayla. Padahal ia pikir Dewi akan senang diajak bertemu karena dulu sempat menunjukkan rasa ketertarikannya pada Zain. Bahkan meski ada Kayla, Dewi dulu tidak sungkan untuk menggoda Zain secara terang-terangan. Namun, sekarang Dewi terlihat sangat tidak peduli padanya. Apakah persahabatan wanita memang seperti ini? Padahal yang dia selingkuhi Kayla, kenapa Dewi jadi ikut tidak menyukainya.

"Aku mau minta tolong bantu aku balikan sama Kayla, Wi." Zain berujar dengan nada santai. Kedua tangan ada di atas meja, sedangkan tubuhnya condong ke arah Dewi. "Aku masih cinta sama dia soalnya."

Dewi memutar bola matanya malas. Tahu kalau kata cinta dari mulut Zain adalah palsu. Emang dasar cowok! Baru sadar diri kalau sudah kehilangan.

"Langsung sampaikan saja ke Kayla, jangan minta tolong ke aku. Aku malas ngurusin hubungan orang," jawab Dewi. Bukan karena kesal Zain telah berselingkuh dari sahabatnya, Dewi hanya tidak suka dengan sikap Zain yang tidak bisa lepas dari Kayla.

Meski ia gagal merebut Zain dari Kayla, tapi Dewi sangat senang saat pernikahan sahabatnya dengan pria yang dicintai gagal. Rasanya kembang api meledak-ledak dengan meriah di hatinya. Namun mengetahui Zain mau balikan, rasanya ada bom yang menghujani hidup Dewi. Kenapa Kayla begitu diinginkan banyak pria padahal cantik saja tidak?

"Ayolah, Wi. Kamu mau apa bakalan aku turutin, deh," mohon Zain. Kedua telapak tangannya menyatu di depan wajah. Ia juga memasang wajah memelas untuk membuat Dewi luluh. "Asal Kayla balik karo aku (Kembali sama aku), aku pasti akan menuruti maumu."

Dewi bergumam panjang lalu berkata, "Apapun?"

"Iya."

"Apartemen?"

Kini giliran Zain yang diam. Apartemen di Surabaya harganya cukup mahal. Pendapatannya sebagai seorang fotografer berpengalaman memang lumayan, tapi dia tidak sekaya itu untuk memberikan apartemen secara gratis pada Dewi. Orang tuanya juga tidak mugkin memberikan pinjaman apalagi setelah pernikahannya dengan Kayla batal. Yang ada dia malah dicoret dari kartu keluarga kalau masih punya keberanian meminta bantuan.

"Itu too much, Wi. Aku kasih uang saja bagaimana?"

"Berapa?"

"Dua puluh juta?" Zain mengangkat kedua jari di samping wajahnya yang ragu. Sementara Dewi justru tertawa meremehkan. Dua puluh juta bukan lah apa-apa untuknya.

"Pantesan ngebet balikan sama Kayla. Kamu rugi banyak ya gagal nikah sama dia?" Dewi berdiri dari duduknya. "Aku nggak mau bantuin kalian balikan, jadi, mending jangan ngehubungi aku lagi habis ini."

Zain mengusap wajahnya frustasi beberapa kali. "Tolongin, Wi."

"Sadar diri aja, kamu itu nggak cukup kaya buat Kayla. Jangankan Kayla, aku saja ogah sama kamu."

Dewi meningglkan meja Zain dengan wajah sombongnya. Sejak bukan menjadi milik Kayla, Dewi juga tidak lagi menginginkan Zain. Apalagi setelah tahu Zain ternyata tidak kaya-kaya amat.

"Dasar wanita belagu! Dulu aja sengaja ngegoda aku buat dapat perhatian. Sekarang gayanya kayak udah jadi istri pejabat aja," kesal Zain.

Sementara itu Raka yang sejak tadi duduk dibelakang Zain menunjukkan senyum smirk-nya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top