Bab 12. Seperti Penguntit
"Wah gila. Kalau aku jadi dia kamu bakalan aku laporin jadi stalker, Ka." Rosaline menepuk jidatnya. Seharusnya dia sudah tahu kalau adik gilanya ini akan melakukan apapun demi Kayla yang sangat dia sukai itu. Seperti halnya sekarang.
Raka subuh tadi berkata akan ikut dengannya ke Singapura hanya karena mendapat kabar kalau Kayla Akbar juga akan ada agenda ke sana. Dan sekarang mereka berdua sedang memperhatikan Kayla dan Dewi yang baru saja keluar dari bandara dengan menyeret koper. Rosaline benar-benar kehabisan kata-kata.
"Namanya juga lagi usaha, Mbak. Lagian kayaknya dia emang takdir aku. Kami selalu saja dalam lingkaran yang sama akhir-akhir ini." Raka meletakkan dagunya di atas setir mobil. Mata tajamnya memperhatikan Kayla yang terlihat cantik bahkan tanpa make up sama sekali.
Lagi-lagi Raka dibuat terpesona.
"Takdir apanya. Kamu sendiri yang sengaja buat kalian terus-terusan ketemu," sahut Rosaline sewot. "Sudah lah, ayo cepat ke rumah Om Zaki. Semua orang sudah ada di sana."
Raka bergumam panjang. Ia menegakkan tubuh ketika melihat Kayla dan Dewi sudah masuk ke dalam Taxi. Tiba-tiba sebuah ide terlintas di pikiran Raka yang selalu penuh dengan kenakalan seorang pria.
"Mbak, aku cuma nganter aja, ya. Aku nggak nginep di rumah Om Zaki."
"Heh! Gila, ya? Mbak tahu kamu ke sini bukan karena alasan keluarga tapi bersikap sopan dong ke Om Zaki. Nanti beliau bakalan mikir apa kalau kamu lebih memilih menginap di hotel dari pada di rumahnya," marah Rosaline. Sebisa mungkin tidak menaikkan nadanya menjadi tinggi karena Bayu sedang tertidur di kursi belakang.
"Maaf tapi masa depan lebih penting dari apapun saat ini."
Rosaline mengangkat tinjunya, berlagak ingin memukul wajah tampan sang adik yang memuakkan. "Emang kadal!"
"Makasih pujiannya."
***
Kayla langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuk hotel. Kasur lembut memang yang terbaik untuk membuat tubuhnya lebih baik. Memang benar kata orang, merebahkan tubuh di atas ranjang adalah hal terbaik untuk beristirahat.
Sebenarnya Kayla sempat tidak ingin menginjakkan kaki lagi ke Singapura. Bukan karena muak atau bosan. Ia sangat menyukai Singapura, setiap kali tubuhnya lelah dan dia butuh healing maka Singapura akan menjadi tempat tujuannya.
Kayla memejamkan mata, berharap dia bisa tidur sebentar. Dewi di kamar sebelah juga pasti sedang bersantai dan ketiduran nantinya. Kayla bisa mengatakan seperti itu karena Dewi memang akan selalu tertidur setelah naik pesawat.
Kayla sudah hapal.
Namun, bukannya tertidur seperti yang diharapkan. Kayla justru teringat dengan malam panas yang ia lalui bersama Raka. Kejadian itu berputar dengan sendirinya di benak Kayla. Membuat si wanita menggeram kesal.
"Sial! Itu sudah lama kenapa aku masih saja teringat."
Tangan Kayla masuk ke dalam tas Dior putih favoritnya. Mengeluarkan satu benda pipih berwarna lavender. Ia memperhatikan nomor ponsel Raka yang sudah dia blokir beberapa hari lalu dan anehnya Raka juga tidak lagi muncul di depannya.
"Katanya suka tapi begitu saja dia malah nggak ada kabar lagi," kesal Kayla. "Emang semua cowok sama aja. Bisanya ngomong gede doang tapi action-nya nol."
Jari lentik Kayla berganti menekan ikon instagram. Bisa saja notif chat tidak muncul, 'kan? Mungkin saja ada pesan yang belum Kayla baca.
"Aku ngapain, sih? Kenapa berharap Raka nge-chat? Dasar nggak konsisten!" makinya pada diri sendiri.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top