Bab 8
Ale tertawa terbahak-bahak saat melihat Ranie berdandan aneh lalu datang dengan gaya jalannya yang tidak anggun sama sekali. Kebetulan Ale saat ini sedang berada di kantor polisi untuk menemani salah satu kliennya sebagai korban atas kasus penipuan.
“Ada apa dengan pakaianmu itu?”
“Aku melakukan penyamaran untuk menangkap sindikat perdagangan manusia, khususnya anak-anak.”
“Dandanan apa ini?” Ale takjub dengan lekuk badan Ranie yang begitu ramping dan berotot tapi begitu melihat ke arah wajahnya. Ale menjadi mual karena Ranie memakai gincu yang terlalu merah seperti penyihir yang memakan darah anak-anak.
“Mucikari. Aku minta bantuan ke temanku. Jangan tertawa!” ancam Ranie ketika melihat Ale memegangi perut.
“Lalu siapa yang menjadi pelacurnya? Salah satu anak buahmu?”
Ranie menggeleng. “Bukan. Anak buahku berwajah keras dan tak ada yang manis.”
Mata Ale menyipit. “Aku berpura-pura menjual seorang gadis yang kesulitan ekonomi. Aku meminta bantuan gadis kenalanku. Kebetulan dia adalah guru anak-anak terlantar di pemukiman pemulung. Dia mau membantu karena salah satu muridnya menjadi korbannya.”
“Seorang guru?” Kenapa Ale jadi ingin tahu sekali. Kenapa juga perasaannya menjadi tidak enak.
“Secara umum bukan. Dia Cuma salah satu sukarelawan yang mengajari anak-anak membaca dan menulis. Dia nona kaya baik hati yang punya sekolah darurat di pemukiman kumuh.”
Darah Ale naik ke kepala, debaran jantungnya mulai menggila. Dia punya kenalan seorang gadis yang suka mengajar di tempat kumuh. Tak mungkin Athena mau suka rela menjadi umpan, gadis itu terlalu takut dan juga rentan tersakiti. “Siapa nama gadis itu?” Sayangnya kekhawatiran Ale semakin menjadi-jadi.
“Apa perlunya kamu tahu?” Namun Ranie dengan cepat berubah pikiran. “Oh aku lupa kamu pengacara yang akan membela anak-anak itu. Gadis yang mau membantuku bernama Athena. Dia punya sebuah kafe di pusat kota.”
Seketika jantung Ale seperti merosot ke lantai yang dingin. Matanya terbelalak kaget, ia hampir kesulitan bernafas. Gadis yang di umpankan polisi adalah Athena, tunangannya. Kenapa Athena tak pernah bilang hal sepenting ini padanya?
“Apakah gadis itu berkulit putih, berambut panjang dan juga setinggi ini.”
Ale menunjuk ke arah bahunya sendiri.
“Iya. Apa kamu kenal?”
Namun sebelum Ale sempat menjawab. Ponsel di tas tangan Ranie berbunyi keras sekali, mengeluarkan peringatan seperti alarm milik mobil polisi. “Ada masalah.” Ranie segera masuk ke kantor polisi, memerintah beberapa anak buahnya untuk mengikutinya. Ale sendiri hanya terpaku sebab ingin bertanya lebih lanjut tapi Ranie sibuk sendiri.
“Ada apa?”
“GPS yang aku beri ke Athena mengeluarkan sirine-nya. Gadis itu dalam bahaya.”
Tak perlu di ikut sertakan Ale sudah masuk ke mobilnya sendiri lalu mengikuti mobil polisi yang Ranie tumpangi. Athena bodoh atau tolol, berlagak seperti gadis mandiri dan juga tangguh demi menyelamatkan nyawa orang lain.
🍓🍓🍓🍓🍓🍓🍓🍓🍓
GPS Ranie menuntunnya ke suatu tempat di pinggir kota, yang merupakan kawasan hutan karet. Di sana tak banyak di huni banyak manusia. Jadi sirene polisi yang keras sudah cukup memberi tanda peringatan pada para penjahat. Beberapa penjahat yang bersifat pengecut, lari tunggang langgang ke hutan. Beberapa penjahat yang tersisa bersusah payah menjaga daerahnya walau kalah senjata dengan pihak polisi.
Ale sendiri melesat ke luar setelah memarkirkan mobilnya sembarangan sembari membawa pistol. Ia berlari kencang membuka satu persatu ruangan, sampai mengesampingkan bahaya yang mengintainya. Ale bisa di bilang mengamuk, setiap pintu yang terkunci ia buka dengan tembakan pistol. Tapi tindakkannya harus berhenti tatkala mendengar jerit histeris anak-anak. Ranie mengambil Alih, mendobrak ruangan yang berisi beberapa anak di bantu dengan beberapa anak buahnya. Sayangnya Athena juga tidak di sana.
“Ke mana Athena?” Ranie mengerutkan kening ketika mendengar Ale berteriak murka. Ia kira Ale bertingkah kesetanan karena ingin membantunya. “Dia tidak ada di mana pun.”
“Kamu mengenalnya?”
“Iya. Kami dekat sekali, kami akrab sejak kecil, kami...” Obrolan mereka terputus ketika Ranie berjongkok dan memungut sesuatu dari tanah.
“Ini anting Athena. GPS yang aku berikan ke Athena.”
“Kenapa bisa di sini lalu di mana Athena sekarang?” Ke frustasian tercetak jelas di wajah Ale, terlihat dari cara pria itu menyugar rambut. Ranie pun memahaminya.
“Aku menyuruh anak buahku menjaganya. Kita akan segera tahu di mana saudaramu berada.” Dan ternyata Ranie telah menarik kesimpulan yang salah.
🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Athena tidak tahu tempat ini di mana dan tempat macam apa. Awal masuk agak gelap karena ia lewat pintu belakang. Setelah di sambut beberapa perempuan berdandan tebal, ia di suruh duduk di depan cermin. Keadaan ini lebih baik dari pada di jaga oleh beberapa pria sangar.
“Siapa namamu?” ujar seorang wanita yang mengambil kapas dan menuangkan toner.
Baru kali ini ada orang yang menanyakan namanya. Tinggal ia mau menjawab jujur atau tidak. “Lastri.” Anak berasal dari kelas bawah tak ada yang diberi nama Athena kan.
“Ya ampun. Lihat kamu cantik sekali.” Wajah Athena yang halus terlihat jelas setelah di bersihkan. “Tidak sayang jika wajah sebagus ini hanya untuk di lelang?”
“Apa?”
“Pasti banyak pria kaya yang ingin menjadikanmu simpanan dan rela memberimu uang banyak.”
“Memangnya ini tempat apa?”
“Ini tempat pelelangan keperawanan. Kamu akan di tempatkan di panggung, akan ada beberapa pria yang menawar. Siapa yang memberikan harga tertinggi maka akan mendapatkanmu.” Bulu kuduk Athena bergidik. Darahnya mengalir dengan amat deras, jantungnya berdetak keras, matanya yang indah terbelalak sempurna. Ini keadaan gawat, ia harus memencet lagi antingnya. Namun saat meraba daun telinga, antingnya sudah raib.
“Setelah ku dandani, kamu akan mengenakan gaun merah yang ada di situ.” Athena kehilangan nafas ketika melihat sebuah gaun mengerikan yang di tunjuk oleh wanita yang mendandaninya.
“Aku tidak mau!”
“Mana bisa kamu bertindak sesuka mu. Tubuhmu sudah dijual dan dibayar kontan. Siapa suruh tidak berpikir panjang. Tahu begini kan kamu menjual dirimu sendiri, mungkin bisa laku ratusan juta.” Pikiran yang keliru. Berapa pun banyak uang yang di tawarkan. Athena tidak akan pernah menjual diri.
Alarm bahaya di otaknya mulai berbunyi apalagi melihat seringai geli dari lawan bicaranya..
Athena harus melakukan sesuatu semisal menggunakan senjata yang tersembunyi di balik roknya. “Aku tidak mau menjual diri!” ucapnya keras-keras sembari mengacungkan pistol.
Si pelacur ter jingkat kaget sampai terjungkal. “Semua bisa dibicarakan baik-baik! Kita bisa melakukan kesepakatan tanpa madam Lala ketahui.” Namun kesadaran si pelacur mulai timbul saat melihat mata Athena yang lembut berubah setajam pisau. “Apa kamu polisi?” karena pelacur rendahan tak akan memiliki pistol.
Athena semakin mengacungkan pistolnya tanpa punya niat untuk menembakkannya. Semoga perempuan di hadapannya ini mau bekerja sama.
“Anggap saja begitu. Tunjukkan jalan ke luar dari sini.”
“Baik...lah...” meski mengiyakan, suara perempuan itu terdengar bergetar ketakutan. Athena hanya perlu mengacungkan senjata lalu menemukan jalan ke luar tapi sang tawanannya malah berteriak meminta tolong dan berlari tunggang langgang hingga menarik perhatian.
Athena dengan terpaksa menembakkan pistolnya ke udara karena beberapa pria berbadan besar mulai mengepungnya. Suasana tempat itu jadi ricuh karena banyak yang berusaha melarikan diri sembari berteriak ada polisi. Karena sejatinya beberapa polisi mulai berdatangan masuk. Athena bisa bernafas lega sekarang tapi belum berniat membuang pistolnya. Kakinya gemetaran namun ia tak mau pingsan sekarang sampai tangan seseorang menyergap erat lengannya.
“Kak Ale...” Athena lemas dalam dekapan Ale. Hari ini adalah hari terberat yang di alaminya. Untunglah Ale segera datang. Tapi ini benar Ale atau hanya fatamorgana. Tubuh Athena terasa ringan ketika seseorang berhasil mengangkat dan menggendongnya untuk di bawa ke luar.
Athena masih sadar namun ia memilih mengalungkan kedua tangannya ke leher Ale dan menyembunyikan wajahnya dalam dekapan Ale. Ia lemas sekaligus lega setelah mengalami hal yang begitu buruk seumur hidupnya.
“Apa kamu bodoh? Tolol?” cecar Ale ketika tubuh Athena sudah santai duduk si jok mobilnya. “Apa yang kamu dapatkan dari semua ini?”
Athena berhenti minum air lalu merenung lama. Bukan perkataan seperti itu yang ingin Athena dengar setelah melakukan hal yang besar. “Mengorbankan dirimu sendiri untuk menolong orang lain. Belum cukupkah kamu mengajari anak-anak itu membaca, menulis, berhitung lalu memberi mereka makan. Yang kamu lakukan terlalu ceroboh dan jauh!” Ale murka, tidak bangga padanya.
“Aku hanya sedikit membantu.” Tidak bisa kah ia mendapat pujian atas kerja kerasnya. “Mereka butuh ditolong. Mereka hampir dijual. Aku tidak bisa diam saja!”
“Ada polisi yang menolong mereka dan menangani kasus ini.”
“Aku bisa menjaga diri, aku tidak kenapa-napa. Aku tidak bisa pura-pura tenang ketika ada beberapa anak yang diculik. Mengertilah..aku Cuma ingin sedikit membantu. “ Ale berdiri kemudian meletakkan dua tangannya di pinggang, pandangannya mengarah ke tempat lain. Mungkin pria itu takut jika melihat Athena, amarahnya akan jadi lebih mengerikan.
“Kamu hampir pingsan, kamu hampir celaka.”
“Tapi itu tidak terjadi. Ranie memberiku pistol. Mana pistolku tadi?” Di saat seperti ini Athena masih mengingat pistolnya.
“Aku membawanya.”
“Hey, kalian kenapa?” tiba-tiba Ranie datang, menyela pertengkaran keduanya. Ia menghampiri Athena yang sedang beristirahat di dalam mobil “kamu hebat Athena sudah melakukan hal yang besar. Tanpa kamu kasus ini akan sulit terpecahkan. Anak-anak itu juga berhasil di selamatkan. Karena kamu kami menemukan markas persembunyian mereka.” Mata Athena berbinar cerah karena merasa sangat berguna, padahal Ale ingin mengamuk rasanya mendengar penjelasan Ranie.
“Terima kasih.” Athena menyunggingkan senyum tulus saat Ranie menggenggam tangannya.
“Bukannya tidak bertanggung jawab mengumpankan seorang gadis ke tempat pelacuran demi memecahkan kasus. Athena adalah warga sipil bukan anggota kepolisian.”
Ranie mengerti dengan kekhawatiran Ale sebagai saudara Athena. “Athena bersedia setelah tahu risikonya apa dan juga aku cukup membekalinya GPS dan juga senjata api.”
“GPS yang bisa jatuh dengan mudah. Kamu memberikan senjata api pada seorang amatir yang bahkan tidak pernah melihat pistol. Tindakanmu sangat ceroboh. Bagaimana kalau senjata api itu melukai orang lain. Apa Athena akan dinyatakan tak bersalah atau malah terlibat kasus baru?”
“Peluru yang aku tembakan ke udara tidak menyasar ke tempat lain?” Athena diliputi rasa cemas. Ia pernah mendengar bahwa peluru menyasar dari polisi bisa mengenai anak-anak atau pun warga sekitar. Athena menatap Ale dan Ranie bergantian, menunggu jawaban.
“Tidak! Tidak ada yang perlu di khawatirkan. Kau terlalu berlebihan. Aku tahu kau khawatir pada adikmu tapi semuanya sudah berlalu. Anak-anak selamat dan Athena juga.”
Perkataan Ranie membuat darah Athena membeku karena terlalu kaget. Athena menatap tunangannya meminta penjelasan lalu matanya mengarah ke jemari Ale yang kosong seketika Athena tahu jawabannya apa.
“Aku akan membawa Athena pulang,” jawab Ale ketus. Matanya masih menatap tajam keduanya. Ranie tahu pria ini cukup murka hingga tidak mau mengeluarkan kata-kata panjang. “Ku harap ini, terakhir kalinya kamu meminta bantuan ke Athena.”
“Baiklah. Tapi ku mohon jangan marahi Athena". Ranie menghembuskan nafas lelah ketika Ale mulai menempatkan diri di depan setir dan menekan gasnya. Kalau saja ia tahu jika Athena adalah seseorang yang berharga untuk Ale maka Ranie tak akan pernah mengajaknya ikut serta..
🎧🎧🎧🎧🎧🎧🎧🎧🎧🎤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top