Bab 3
Kling...
Bunyi lonceng terdengar ketika seseorang membuka pintu cafe milik Athena. Tidak banyak orang yang tahu jika Athena memiliki florist dan juga cafe yang berdempetan bangunannya. Ayahnya cukup kaya untuk mewujudkan apa pun yang putrinya minta. Tapi tetap saja Athena kesepian, ayahnya selalu sibuk dengan berbagai anak cabang perusahaan dan lelaki yang berstatus sebagai tunangannya, tak benar-benar mencintainya.
Athena tahu artinya uang bukan segalanya sekarang, benda itu mungkin berharga bagi orang di luaran sana tapi untuknya uang tak ubahnya alat transaksi.
Dia langsung menuju ke belakang meja bar dan meletakkan tas selempang keluaran Brand Paris di dekat tumpukan gelas. Seakan benda yang terbuat dari kulit buaya itu tak ada harganya. Athena mengenakan celemek dan menyambar lap bersih. Rambutnya yang tergerai panjang diikatnya jadi satu, menggunakan karet gelang yang terselip pada salah satu tiang kecil tempat meletakkan gelas bersih.
Tanpa Athena ketahui, seorang pria duduk di salah satu meja cafe sembari mengawasinya lekat-lekat. Pria itu takjub dengan kecantikan Athena. Kulitnya yang putih seolah bersinar ketika diterpa mentari pagi, rambutnya yang kelam bagai mutiara yang berkelap-kelip di balik air laut yang jernih. Matanya yang bewarna coklat gelap nampak indah di sandingkan dengan bentuk kelopak yang tidak terlalu besar, hidungnya mancung nan mungil seakan mengisi pas bagian tengah wajah, bibirnya tipis di atas tapi tebal di bawah sebagai pelengkap yang menambah kesempurnaan.
Pria itu ingin segera mengambil kamera untuk membidik anugerah yang Tuhan telah turunkan dari langit ini. Mungkinkah Athena sebenarnya salah satu bidadari yang tercuri selendangnya lalu tak bisa kembali ke kahyangan. Pria itu tersenyum sebelum panggilan seseorang menyentak kesadarannya.
"Athena!" panggilan Eliya keras. Ternyata bidadarinya punya nama yang indah, dewi perang Yunani.
"Aku gak tahu kalau kamu sudah datang!"
Athena tahu hari ini giliran Eliya membuka pintu cafe dan bertanggung jawab dengan sampah serta dapur. Karyawan lain mungkin sudah datang tapi mereka lebih suka di dapur untuk menyiapkan bahan masakan.
"Baru aja."
"Aku mau kenalin kamu sama temenku." Eliya dengan tak sabaran menyeret satu tangan temannya menuju ke sebuah meja dekat dengan jendela. Di sana ternyata ada seorang pria asing yang tengah membawa kamera. Sejak kapan pria itu di situ? Kenapa Athena tak memperhatikannya ketika datang.
"Dia Romeo, salah satu fotografer handal. Dia akan bantu kita promosiin cafe sekaligus florist."
"Hai, aku Romeo." Tangan Athena lambat membalas jabatan Romeo. Ia masih bingung dengan penjelasan Eliya. Dan senggolan Eliya, membuatnya sadar jika memang harus bersikap sopan.
"Athena."
"Nama yang cantik."
"Terima kasih."
Athena bergabung duduk untuk membahas konsep apa yang florist dan cafenya buat. Menambahkan beberapa poin penting. Romeo bukan cuma pembidik gambar handal namun juga perancang konsep yang cukup kreatif. Athena banyak mengangguk sebagai tanda persetujuan dan Eliya yang menjawab serta sering bertanya. Ketiganya membahas layout promote dengan antusias.
"Apa kita perlu menyewa seorang model untuk membantu promosi?" Itu terlalu berlebihan. Romeo menatap Athena dengan pandangan memicing yang menimbulkan senyum penuh arti.
"Kamu sudah cukup Athena ku rasa. Kita tidak membutuhkan model lain."
"Aku?" Tunjuk Athena dengan jarinya sendiri.
"Wajahmu cukup cantik dan menarik." Bahkan bagi Romeo, wajah Athena lebih dari itu. Wajah di hadapannya adalah perwujutan dari dewi persephone, dewi musim semi sekaligus permaisuri alam baka. Mungkin para pria akan rela turun ke dunia kegelapan hanya untuk mendapatkan Athena.
"Tapi aku tidak pernah di foto sebagai model."
"Ayolah Athena." bujuk Eliya agak memaksa, "kita bisa menghemat biaya promosinya." Walau Eliya yakin Athena tidak akan keberatan dengan berapa pun yang usahanya telah habiskan.
"Aku agak malu jika harus bergaya di depan kamera." Semburat merah muncul di bawah mata Athena. Sungguh perempuan ini benar-benar mempesona serta sangat menggemaskan. Itu yang terlihat dari kaca mata Romeo.
"Jaman sudah canggih, kecanggungan dapat di edit."
Romeo nyatanya lebih antusias untuk membidik Athena lewat lensanya. Apakah perempuan ini tak sadar seberapa cantikkah dirinya? Apa Athena memiliki sikap tak percaya diri. Bukankah mustahil itu terjadi. Athena sempurna. Romeo sudah ratusan kali memotret model perempuan tapi tak ada yang beraura seperti Athena. Aura kedamaian dan ketentraman abadi. Sesuatu di dalam diri Athena tak akan membuat pria mana pun bosan.
"Benarkah begitu? Aku akan merasa sangat bersalah. Ketika orang melihat fotoku di gambar yang sangat berbeda dengan kenyataannya." Bahkan kamera paling buruk resolusinya akan menangkap gambar paling menawan ketika berhadapan dengan Athena.
"Itu tidak akan terjadi, percaya padaku."
Romeo ingin meraih tangan Athena kemudian menggenggamnya tapi itu terasa kurang sopan. Mereka baru bertemu sekali. Tindakannya akan membuat Athena kaget dan lantas menjauh darinya. Sedang Eliya tersenyum penuh arti. Benar kan siapa pun pria yang melihat Athena pasti tak mau beralih dari wajah rupawannya. Cuma satu pria kurang sadar jika Athena sangatlah cantik.
"Sepertinya aku harus pergi ke dapur. Jam makan siang akan tiba. Kak Ale katanya mau kemari untuk makan siang."
Dan lelaki yang tak mau Eliya bahas, kini malah disebut namanya. Sialan memang. Dasar Athena bucin! Ia sampai mengerucutkan bibir karena kesal. Karyawan cafe ada empat, mereka bisa memasak makanan sederhana. Kenapa Athena mau repot-repot berkutat dengan kompor sendiri. Itu semua dilakukan cuma untuk bedebah seperti Ale.
"Benar katamu, Athena begitu menarik."
Mata Eliya yang sipit semakin kecil karena menyiratkan kecurigaan. "Apakah sekedar menarik?"
"Dia cantik dan juga lembut."
Eliya menepuk buku tangan Romeo dengan sedikit tekanan keras. Ia berharap jika perkenalan keduanya membuahkan perasaan asing tapi nampaknya usaha Eliya kali ini mental lagi. Athena terlalu mencintai Ale. "Dia perempuan yang sangat baik."
"Aku tidak bisa menjamin kalau ke depannya kami akan akrab atau punya hubungan yang lebih seperti harapanmu." Eliya menyeringai geli. Karena ucapan Romeo akan berubah suatu saat nanti jika mengenal Athena lebih jauh.
"Pemotretan akan kita adakan di florist. Ku rasa tumpukan bunga akan banyak membantu sebagai background."
"Itu akan lebih efisien. Model tak usah membayar, back ground tak perlu ke studio." Eliya seorang sarjana marketing yang bisa meminimalisir pengeluaran yang tidak perlu. Romeo adalah teman kuliahnya dulu. Seingatnya Romeo adalah salah satu siswa berada dan pintar.
"Kenapa kamu sekarang malah menjadi fotografer. Bagaimana dengan bisnis pertambangan milik keluargamu?"
"Ada yang mengurusnya. Aku tidak terlalu menyukai uang."
"Oh berarti jasamu ini tidak usah ku bayar." Romeo terbahak. Eliya tak berubah, selalu lucu, menyenangkan ketika di ajak bercanda dan teman yang setia.
"Maksudku, uang dalam koper besar kalau uang receh. Aku dengan senang hati menerimanya."
Obrolan mereka terhenti karena kehadiran seseorang lelaki yang berdiri di depan pintu masuk. Mata Lelaki tinggi dan berperawakan besar itu tampak menilik isi cafe yang belum terlalu penuh. Eliya mendengus sebal, jam belum menunjukkan angka dua belas tapi tunangan Athena telah datang.
"Athena di dapur," jawab Eliya ketus dan tak perlu menambahkan embelan dengan menyebut nama. Ale hanya mengangguk dan segera menuju belakang.
"Dia siapa?"
"Syailendra, tunangan Athena."
Mata yang langsung melotot tak terima. Eliya menjodohkannya dengan perempuan yang sudah bertunangan. "Athena sudah ada yang punya. Kenapa kamu ngotot sekali memperkenalkan kami?"
"Athena tidak bahagia dengan pertunangan mereka." Terasa janggal, tak bahagia kenapa mau repot-repot ke dapur untuk masak. Terpaksa pun wajah Athena tak akan seceria tadi.
"Nanti aku akan ceritakan semuanya tentang Athena."
🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀
Jangan lupa vote dan komentarnya
Maaf up lama di karenakan tangan lagi sakit, dan pegal.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top