Bab 2


Dorr.. dorr.... dorr...

Satu, dua tembakan di arahkan ke papan sasaran berwarna hitam putih yang berjarak 10 meter. Asap mengepul sedikit, mata Ale terpejam satu menahan ringisan karena suara dentuman senjata api yang amat keras padahal ia sudah memakai pelindung mata dan telinga.

Sayangnya cuma satu tembakan yang berhasil mengenai pusat lingkaran, yang lain menyebar ke lingkaran ketiga dan kedua terluar. Latihan menembaknya kali ini mungkin tak menunjukkan kemajuan signifikan. Menurutnya sudah tepat sasaran tapi tetap saja ada meleset. Lalu bagaimana Ale dapat menembak sasaran yang bergerak.

Ale menurunkan lengan, segera menyimpan pistolnya di wadah kulit yang terpasang di pinggang. Seseorang nampak memanggil namanya. Ia menengok lalu mengembangkan bibir membentuk senyuman menawan ketika tahu siapa yang kini berjalan ke arahnya sembari membawa pistol hitam.
"Miss Ranie."

"Jangan panggil Miss tapi Ranie saja."

Rani, wanita 29 tahun yang berprofesi sebagai Sersan polisi sekaligus intel. Rani pernah membantu Ale dalam menangani Suci dan menangkap tersangka yang menusuk perut Juna. Wanita ini begitu hebat dan juga tangkas. Tangannya terampil memegang senjata, baik pistol atau pun pisau kecil. Selain itu Ranie juga pemegang sabuk hitam karate.

"Pak Ale latihan juga di sini?"

"Kalau kamu gak suka dipanggil miss aku juga gak suka dipanggil pak."

Senyum tak enak perempuan yang memakai kemeja putih, celana jeans hitam dan sepatu bot kulit itu timbul. Ranie begitu manis dengan potongan rambut bob. Terlihat tomboy, tapi juga praktis. Ale menyukai tipe perempuan seperti Rani. Sederhana serta mandiri, minim rengekan dan juga seorang yang bisa di andalkan.

"Berapa lama kamu latihan di sini?"

"Yah hampir dua bulanan."

Rani melempar pandangan jauh ke papan target. "Cukup lumayan hasilnya untuk pemula."

"Apa di kantor polisi minim kasus hingga kamu bisa main ke sini?"

Rani tergelak, tertawa karena menganggap ucapan Ale lucu. Rambutnya berayun ke belakang, perempuan itu tak perlu menutup mulut. Merasa tertawa dengan puas tanpa memegang gengsi jika ada lalat yang hinggap. Ale suka seseorang yang begitu terbuka, menunjukkan segala ekspresinya dengan lugas.

"Di sana banyak bertumpuk-tumpuk file kasus dan aku mencoba mengabaikannya."

"Padahal aku menunggumu menghubungiku. Mungkin ada kasus yang bisa aku bantu?"

Bola mata Ranie yang bewarna hitam serta dihiasi lapisan bening itu kini menatap serius Ale. Ia salut dengan pengacara yang mau repot-repot membantu masyarakat yang tertindas dan masyarakat yang tak mampu membayar jasa seorang pembela.
"Memang kamu tak punya kasus berbayar yang akan di tangani?"

"Ada, tapi cuma kasus sengketa lahan yang dapat di selesaikan dengan singkat."

Ranie kian tertarik dengan pria yang mungkin memiliki tinggi lebih dari 175 cm ini. Ale begitu tampan, tubuhnya tegap, dadanya bidang karena mungkin sering berolahraga dan tangannya berhias otot hijau yang menonjol. Ranie melirik jemari pria kekar ini, tak ada cincin di jari manisnya. Ale kemungkinan besar seorang single.

"Aku kebetulan menangani kasus prostitusi juga perdagangan anak. Ada beberapa perempuan desa yang dijanjikan pekerjaan di kota tapi pada akhirnya dijual ke mucikari dan ada beberapa anak diculik lalu dijadikan pengemis. Ada kemungkinan para preman tersangkanya tapi pastinya ada pemimpin yang lebih besar, yang lebih berkuasa dan punya uang banyak. Para preman sering ditangkap tapi dilepas lagi karena bukti kejahatan mereka yang kurang kuat. Mereka cuma didakwa karena membuat resah masyarakat."
Penjelasan Ranie yang membuat Ale sangat tertarik. Menjadi super hero untuk orang tertindas begitu menyenangkan. Bukan masalah ketenaran tapi ini tentang hati nurani dan juga kebanggaan diri.

"Hal-hal seperti itu sulit dibuktikan. Kalau memang bisa ditangkap kadang korban mengatakan kalau mereka memang berniat menjual diri, tak merasa terjebak yang lebih parahnya kadang orang tua ikut serta."

Rani berdecak sebal, itulah kesulitan menyeret tersangka. "Yah, kemiskinan sebenarnya penjahatnya."

Ale suka mengobrol dengan Rani. Pemikiran mereka selaras, tujuan mereka sama. Bukannya membangun hubungan membutuhkan visi dan misi yang sejalan. Ah Ale mulai ngelantur, tapi sepertinya ia punya ide yang bagus. "Bagaimana kalau kita makan malam sambil membicarakan masalah ini?"

Ranie yang mendengar tawaran itu nampak menyipitkan mata lalu tersenyum penuh arti. Permulaan yang sangat bagus untuk mendekati seorang wanita. "Baiklah, kebetulan aku juga tidak akan kembali ke kantor."

🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻

Athena meneliti wajahnya di depan cermin kecil. Blush on-nya siap dengan rona merah muda menghiasi pipi, eye shadow gelap menutupi kelopaknya yang besar, eyeliner membentuk garis membentang di atas mata, eye brow-nya tertata rapi dipertegas warna hitamnya dengan pensil alis. Syukurlah bedaknya tak tebal, listriknya bewarna nude cocok sekali dengan kulitnya yang pucat. Ale tak suka Athena berdandan tebal.

Semua sudah siap di atas meja, ada hidangan pembuka berupa, steak bumbu lada hitam sebagai hidangan utama dan puding stroberri sebagai hidangan penutup. Athena melihat jam analog pada ponselnya. Sudah lebih dari pukul delapan tapi Ale tak terlihat. Tunangannya tak lupa kalau hari ini adalah hari istimewa untuk Athena 'kan? Setiap tahun Ale tak pernah absen. Athena tak perlu juga menghubungi atau mengirimi pria itu pesan. Ia ragu sejenak sembari terus melihat ke arah layar ponselnya. Ada satu pesan masuk. Mungkin Ale mengabarinya jika terlambat datang tapi senyum penuh harapan Athena dipaksa turun. Ayahnya yang mengiriminya pesan. Menanyakan padanya apa yang tengah Athena inginkan. Semua bisa Athena miliki, ayahnya memberinya apa pun termasuk Ale tapi tidak dengan hati pria itu.

Dengan berlinangan air mata, ia mengambil kue tart kecil dari meja.
"Happy birthday Athena." Setiap tahun make a wish-nya tak berubah, ia tetap berharap jika Ale akan balas mencintainya.

☘️☘️☘️☘️

Ale begitu menikmati obrolannya bersama dengan Ranie. Ranie benar-benar perempuan cerdas, independen dan punya prinsip kuat. Selain tentu wajahnya yang lumayan manis juga. Tengah membahas sesuatu yang penting, ponselnya berbunyi. Ada pesan yang masuk. Ia mau abai tapi begitu nama ayah Athena muncul. Ia terpaksa membukanya. Mungkin Rudolf ingin menanyakan kasus sengketa tanah yang akan dibuatnya cabang perusahaan. Tapi ekspresi Ale langsung berubah kaget ketika membaca kata demi kata yang Rudolf kirimkan. Bagaimana ia bisa lupa dengan hari ulang tahun Athena.

"Maaf, Ran. Sepertinya aku harus pergi. Billnya nanti bisa kamu kirimkan." Tak menunggu waktu lama. Ale langsung melesat mengambil jas lalu merogoh sakunya. Untunglah kunci mobilnya mudah ditemukan.

Ranie yang ditinggalkan cuma dapat melongo, bingung dan juga menghela nafas. Ia berusaha maklum, mungkin Ale punya urusan yang penting. Tapi urusan sepenting apa yang bisa membuat pengacara sehebat Ale kalang-kabut. Ranie menggedikkan bahu, karena apa pun kepentingan Ale tak ada hubungan dengannya.

🍑🍑🍑

Ale berpacu dengan waktu, ia melihat jam tangannya terus. Sudah pukul sembilan lebih. Athena apakah masih berada di toko bunganya atau malah sudah pergi. Tapi Ale seakan lupa kalau Athena si ratu gigih. Toko bunga Athena lampunya masih menyala. Dari kaca bening yang menjadi pembatasnya dengan dunia luar. Ale melihat Athena duduk sembari menelungkupkan kepala di atas meja putih dengan hidangan yang masih belum tersentuh.

"Athena?"

Wajah Athena yang basah dengan air mata segera berganti dengan sebuah senyuman cemerlang.

"Kak Ale?" Perempuan itu segera berdiri menyambutnya. "Aku kira Kakak lupa hari ini ulang tahunku."

"Aku gak lupa," jawab Ale dengan nafas tercekat. Tangannya yang keras, kasar dan besar mendarat ke atas kepala Athena. Menggosok pelan helaian rambut tunangannya.
"Selamat ulang tahun Athena." Bibir hangatnya, Ale sapukan pada kening Athena. Membuat perempuan yang baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke dua puluh limanya itu senang bukan kepalang. Jujur saja Athena malah ingin lebih. Kecupan bibir misalnya.

Ale menatap mata tunangannya dalam-dalam. Bisa-bisanya ia melupakan hari ini padahal Ale pernah berjanji pada seorang anak kecil yang memegang cupcake mungil sembari meniup lilin agar tak akan membiarkan anak itu kesepian di hari ulang tahunnya. Lima belas tahun janji itu terucap dan baru hari ini janji itu terabaikan.

🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎

Si bucin punya saingan. Seorang perempuan kuat dan juga mandiri. Aku bakal buat karakter yang jarang orang suka. Perempuan lemah lembut tapi kuat mental dan hati, sedikit egois mungkin.

Eh ada usul gak hidangan penutup, pembuka sama utama. Aku gak tahu apa-apa soal itu.

Besok tungguin Naima up ya. Kan aku dah janji mau menghasilkan karya baru sehabis bulan puasa.

Selamat hari raya idul Fitri. Mohon maaf lahir dan batin. Maafin Rhea jika suka lelet dan juga tetiba mengumumkan end.

Jangan lupa vote dan komentarnya!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top