Bab 14
Penampilan Ale begitu kusut ketika seharian mencari Athena. Ke mana gadis itu ketika sedih? Mengenal Athena cukup lama namun tak banyak tahu tentangnya lantas salah siapa itu ? Ale dari dulu menganggap Athena adalah anak kecil usil yang selalu mengikutinya, lalu ketika Athena mulai beranjak dewasa dan terlihat cantik, Ale mulai tertarik namun ia selalu geli semisal berangan-angan hendak mencium gadis itu. Anehnya ketika tawaran pertunangan itu disodorkan, Ale tidak menolak. Ia hanya berpikir praktis bahwa Athena cukup pantas menjadi pendampingnya ditilik dari garis keturunan dan pendidikan.
Namun seiring bertambahnya kebersamaan mereka pandangan Ale mulai berbeda, Athena selain cantik juga menyimpan kepribadian yang menawan. Puncaknya adalah ketika Athena membantu Ranie. Ale merasa ketakutan jika kehilangan Athena diperparah dengan kedekatan mereka akhir-akhir ini. Athena berhasil menaklukkan Ale lalu menyingkirkan semua kriteria wanita idamannya. Pria menjadi begitu menginginkan Athena, bahkan ketika perempuan itu marah Ale ketakutan setengah mati.
Tapi tetap saja Ale takut jika mencintai, memberi porsi yang cukup besar hatinya untuk ditempati seorang wanita. memiliki Athena rasanya seperti menggenggam pasir, belum lagi Rudolf selalu mengultimatum untuk menjaga putrinya tanpa melakukan hal di luar batas.
Ale memilih duduk sembari melamun di bangku depan rumah Athena. Mobil perempuan itu ada, toh pada akhirnya Athena akan pulang. Suara mobil berhenti sampai ke telinga Ale. Lelaki itu berdiri, melongok siapa yang datang. Athena ke luar dari mobil bersamaan dengan Romeo.
Sialan. Seharian ia mencari Athena, perempuan itu malah pergi berkencan dengan Romeo. Ale ingin mendaratkan tinjunya tapi Romeo lebih duluan pamit untuk pulang. Urusannya sekarang hanya dengan Athena seorang yang berjalan pelan membuka pintu pagar.
“Kak Ale?” Athena jelas terkejut bukan main ketika sang tunangan melipat tangannya di depan dada sembari menatap tajam ke arahnya. Athena harus berusaha acuh. Kemarahan Ale tak penting lagi namun nyatanya Ale malah menghadang jalannya dengan tubuhnya yang kokoh itu.
“Dari mana saja?”
“jalan-jalan.”
“Bersama Romeo?”
Athena berusaha menguatkan hati agar tidak meledak. Ale langsung mengatakan apa yang ingin sampaikan. Athena tahu jika Ale paling sensitif jika sosok Romeo disangkut pautkan. Entah karena cemburu atau memang pria itu terlalu egois, tidak rela jika Athena punya pria lain hingga perhatiannya teralihkan.
“Iya. Aku mengajaknya untuk memilih kado untuk papah dan kami makan malam.”
Ale tentu lupa dengan ulang tahun Rudolf karena pikirannya seharian dipenuhi tentang Athena. Yang paling mengganggunya adalah Athena tidak memikirkannya sama sekali malah pergi bersama pria lain. “Aku seharian mencarimu. Kau malah pergi dengan pria lain. Kau tahu perasaanku sekarang.”
Kekagetan Athena disimpan dengan sangat baik. Pria ini peduli pada kemarahannya. Seperti bukan Ale. “Bagaimana dengan kencanmu beberapa kali bersama Ranie?”
“Kau berniat membalasku?” Mata Ale melotot tak terima, tangannya berpindah memegang pinggang.
“Tidak. Aku dengan Romeo berbeda dengan kau dan Ranie. Aku tidak pernah punya niat menjadikan Romeo sebagai penggantimu.”
Athena mulai mengangkat topik yang sama, topik sumber pertengkaran mereka. “Aku dengan Ranie Cuma teman.”
Athena lunglai, fisiknya lelah digerogoti kesedihan. Tapi bertengkar di halaman bukan pilihan bijak. “Kita masuk. Lebih baik mengobrol di dalam.” Barulah Ale menurunkan murkanya lalu mengikuti langkah Athena. Berbicara di ruang tamu memang lebih baik dari pada berdiri di sini.
Asap kopi masih mengepul, menandakan bahwa cangkir milik Ale masih panas. Ale tak akan meminumnya bukan karena minuman itu akan menyakiti lidah tapi ia lebih suka memandangi Athena yang duduk agak jauh di sampingnya.
“Aku minta maaf kalau pertemananku dengan Ranie membuatmu marah.”
Ini bukan lagi tentang kencan coba-coba Ale. Malah hal itu membuka pikiran Athena sekarang. Bahwa hubungannya dengan Ale sedari awal memang harusnya tak terjalin. Rasa ketergantungannya harus disudahi, Cintanya tidak terbalas memang sudah takdir. Athena berada di titik terlelahnya sekarang ini.
“Masalah itu tidak penting.”
“Berarti kau sudah memaafkanku?”
“Sebenarnya itu juga tidak perlu. Aku ingin bicara, tapi jangan di potong.” Athena menarik nafas walau tangannya gemetaran. Ia membasahi mulut dengan ludah agar semuanya tersampaikan dengan sangat jelas. “Aku bukan wanita yang kamu inginkan sedari awal.” Ale melotot kaget namun mengatupkan bibir sebab memegang kesepakatannya dengan Athena.
“Aku dari kecil mengikutimu sampai membuatmu risih. Aku senang melakukannya tapi aku sebal ketika temanmu memanggilku adik kecil. Kau selalu mengatakan bahwa tidak menginginkanku, kau lebih menginginkan gadis sebaya. Kau memarahiku ketika terang-terangan mengatakan menyukaimu padahal aku masih SD.” Athena membuka mulut sedikit untuk membuang nafas. “Sejak dulu hidupku Cuma berporos padamu bahkan aku tidak peduli ketika kau mulai punya pacar dan pacarmu selalu gadis mandiri serta kuat. Aku jauh dari itu. Pertunangan kita tak ubahnya kesepakatan untung sama untung tapi dengan status ini aku punya harapan baru, bahwa perjuanganku tak sia-sia. Cinta itu lama-kelamaan akan tumbuh namun prediksiku meleset. Kau mulai berpaling ke arah gadis yang kau suka lagi dan lagi.”
Ini terlalu perih disampaikan namun Athena tak punya pilihan lain. Ale sendiri tersekat, ingatan betapa jahatnya ia pada Athena tiba-tiba berkumpul. Ia tak pernah menghargai usaha gadis ini. Athena dianggapnya sebagai pengganggu, setan kecil penguntit, Ale marah ketika pernyataan cinta gadis itu malah mendatangkan olokan para kawannya.
B
“Kini aku lelah. Aku pernah mencoba menjadi gadis yang kau inginkan nyatanya aku gagal. Aku...” Athena menelan ludah, sekaligus menelan gumpalan tangis yang siap diluncurkan. “Aku menyadari bahwa cinta tak harus memiliki, tingkatan cinta tertinggi adalah bahagia melihat yang kita cinta juga bahagia walau tidak bersama. Maka dari itu aku melepaskanmu, aku mendukungmu untuk bersama Ranie atau wanita mana pun. Kau bebas menentukan pilihan. Pertunangan kita akan segera ku akhiri.”
Athena mengumpulkan ketegaran. Inilah akhir dari kisah cinta pertamanya, kisah yang kata orang paling dikenang. Kisah yang mengajari banyak hal. Bahwa semua ada batasnya, logika dipakai di atas hati yang selalu mengalah. Mencintai sepihak itu sakit serta melelahkan, sekarang seolah sebongkah batu raksasa telah terangkat dari hatinya.
“Sudah cukup? Kau menjabarkan pertemuan kita dengan sangat baik. Kau mengingatkanku pada banyak hal dan aku sadar, dulu aku sangat jahat padamu tapi kita sudah dewasa Athena dan orang dewasa tidak menyimpan dendam. Apa ide memutuskan hubungan ini datang setelah kamu menghabiskan waktu dengan Romeo.”
Athena akan seperti sebelumnya, memaafkannya dan melupakan pertengkarannya. Gadis ini akan tersenyum lalu memaklumi tindakannya. Tapi kenapa Ale merasa takut. Athena tidak sungguh-sungguh kan? Ini Cuma emosi sesaat.
“Jangan sangkut pautkan ini dengan Romeo! Ini tentang kita. Aku menyerah karena kamu tidak menginginkanku. Aku lelah menjadi pilihan terakhir setelah kakak tidak menemukan wanita yang tepat. Aku ingin dipilih, diprioritaskan, dijadikan yang utama. Aku ingin egois, aku ingin pria yang menginginkanku sepenuhnya, mencintaiku sampai tidak bisa hidup tanpaku, Memberiku perhatian seolah tindakan itu tak akan cukup!! Memberiku seluruh jiwa raganya, melihatku sebagai sesuatu yang menakjubkan. Aku lelah bersembunyi, tertekan, merasa tak percaya diri. Aku sudah lelah bersedih!!” Amarah Athena meledak. Nafasnya memburu karena meluapkan isi hatinya. Hatinya terlalu banyak menyimpan rahasia, sekarang semua isinya di luapkan dengan berapi-api di hadapan Ale. Biar pria ini tahu keegoisannya. Selama ini ia selalu menahan ego demi pria yang melihatnya saja tidak.
Ale tertegun sejenak, matanya melebar, mulutnya menganga. Selama mengenal Athena, ia tak pernah melihat sisi Athena yang mengamuk. Gadis ini terlalu tenang tapi sesungguhnya air yang tenang itu menghanyutkan.
“Kau selalu mengulur-ulur waktu untuk menikahiku. Kenapa itu?”
Ale tergagap, tak bisa menjawab. Athena yang malah tertawa kecil. “Karena kakak tidak menginginkanku. Kakak bahkan mungkin jijik jika menyentuhku,” ucapnya sembari mulai menangis. “Pernikahan tidak pernah juga dibicarakan. Kakak selalu menghindarinya. Beruntunglah aku mundur sebelum semua terlambat.”
Ale meraih bahu Athena untuk menghadap langsung dengan mata keduanya yang saling bertatapan. Mata adalah Indera manusia yang tak bisa bohong. “Dengarkan aku. Aku menginginkanmu, sangat menginginkanmu...”
Athena berontak, sekuat apa pun Ale membujuk. Athena tidak mengubah keputusannya. “Aku menginginkanmu sebagai seorang pria...aku merasakan hasrat padamu ketika kau merayuku.” Nyali Athena mendadak ciut. Ia meneguk ludah sebab Ale seperti bukan tunangannya yang kemarin-kemarin. “Pernahkah kau menginginkan seseorang hingga hati dan tubuhmu sakit semua? Itulah rasanya ketika aku berhadapan denganmu.”
“Lepaskan. Kakak tidak akan berhasil membujukku.”
“Aku tidak membujukmu, Aku akui pernah salah tapi sekarang aku sangat menginginkanmu. Kau mau diprioritaskan, di nomor satukan. Aku bisa memberinya. ”
Begitukah? Akankah Athena kali ini percaya dan memberi Ale kesempatan kedua. “Ku rasa semuanya sudah cukup terlambat.”
Tangan Ale berpindah menggenggam tangan Athena. “Beri aku kesempatan sekali lagi untuk membahagiakanmu, sekali saja. Ku mohon...”
Athena mendesah frustrasi. “Harusnya ini akan jadi lebih mudah. Bukankah kakak juga lelah menjalin hubungan ini?”
Ale menggeleng pelan sembari tersenyum masam. “Itu dulu. Sekarang aku takut kehilanganmu. Beri kesempatan aku sekali lagi untuk membuktikan kalau aku bisa menjadi yang kau inginkan.”
Keyakinan Athena untuk memilih menyudahi luntur ketika melihat Ale turun lalu berjongkok. Memohon selayaknya pria sejati. Ale tidak berbohong tapi pertanyaannya siapkah Athena terluka sekali lagi jika janji Ale yang ini pun tidak ditepati.
🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Repost ulang nih, yang belum baca.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top