Bab 12
Pekan olahraga itu terpaksa Athena harus hadiri, sebab Ranie memesan makanan ringan pada kafenya. Eliya bersenandung riang sembari mengikat beberapa kardus makanan. Sahabat Athena bersemangat karena mendapatkan pesanan banyak, tak begitu dengan Athena yang sedari pagi bermuram durja.
“Punya kenalan polisi ada enaknya juga. Kalau ada event, kita kecipratan juga.”
Athena mendesah lalu memilih duduk. Ia tak berangkat bersama Ale, sebab mengurusi makanan-makanan ini. Athena segera menyuruh anak buahnya untuk mengantarkan pesanan dengan mobil box. Ia bersama Eliya akan ke sana memakai mobil pribadi. Kalau tak diundang, Athena lebih memilih di wakilkan pegawainya.
Pekan olahraga di adakan di tanah lapang sebelah kantor kepolisian. Tak sulit menemukan tempat parkir dan tempat menaruh makanan. Ketika Athena datang stand yang teduh sudah didirikan. Pekerjaannya jadi lebih ringan. Ia menengok kanan-kiri mencari tunangannya, katanya Ale sudah datang beberapa menit lalu.
Eliya yang berada di sisinya, berdecap kesal sembari menggeleng pelan. Tatapannya melirik Athena malas.
“Athena banyak cowok di sini dan semuanya ganteng.” Astaga Eliya hampir menendang lutut Athena. Para pria gagah menatap Athena dengan takjub, seolah perempuan itu adalah bidadari tapi yang diperhatikan malah mencari seorang pria yang tak peduli padanya.
“Apa kami boleh minta makanannya?”
Sekelompok polisi muda datang. Eliya menyenggol lengan Athena dengan sangat keras.
“Boleh saja. Silakan.” Athena terpaksa tersenyum dan melayani dengan ramah.
“Makanan ringan yang kalian buat enak. Boleh kami minta kartu nama Kafenya. Siapa tahu kami bisa menjadi pelanggan.”
Eliya tahu itu Cuma basa-basi. Para pria ini pasti lebih mengincar nomor ponsel Athena. Tapi tidak apalah, yang penting dagangan mereka laris manis. Athena juga hanya jadi pelayan yang rajin tanpa menanggapi godaan para pria. Eliya yakin tangan Athena memang bekerja, namun pikirannya tidak pada tempatnya.
“Itu Ale bukan?” Benar dugaan Eliya, begitu nama Ale disebut pandangan Athena yang tadi berkutat pada makanan kini teralihkan. Sayangnya Ale senang sekali membuat kecewa. Pria itu berjalan bersama Ranie, mereka memakai seragam olahraga bermotif sama. Athena menundukkan pandangan mengamati pakaiannya yang berwarna merah muda, sama dengan yang Eliya kenakan. Mengetahui bajunya tak sama dengan milik Ale, Athena jadi merasa tersingkir.
Ale dan Ranie nampak begitu serasi, saling melempar canda dan juga tawa. Hati Athena merasa terusik serta sakit. Ranie begitu sempurna untuk Ale, berbeda dengan dirinya. Ranie tak butuh dilindungi, dengan Ranie Ale pasti tak pernah khawatir dan marah-marah. Ranie pandai menjaga diri, selalu dapat berpartisipasi dengan kesenangan Ale sedang Athena seperti anak anjing yang butuh dilindungi dan di jaga di dalam sangkar.
“Stand makanan ringan penuh dengan orang? Apa mereka kenyang Cuma makan snak?” Ale dari kejauhan sampai menyipitkan mata. Melihat kerumunan orang yang berpusat pada satu tempat.
“Apa makanannya benar-benar enak sampai penjualnya tak terlihat.”
“Mereka kenyang hanya dengan melihat wajah Athena yang cantik.” Mata Ale membola, langkahnya berhenti sejenak sebelum mengambil ancang-ancang untuk lari. Kenapa ia bisa lupa kalau Athena salah satu pengisi seksi komsumsi di sini. Tempat Athena diserbu kawanan aparat muda. Mereka tak berniat makan, mereka lebih suka dilayani dengan senyum oleh Athena.
Ranie tertawa ketika melihat Ale langsung melesat pergi setelah meminjam peluit padanya. Tak disangka dua orang itu adalah pasangan posesif serta pencemburu. Sepertinya Ale juga sangat mencintai gadis itu. Bibir Ranie perlahan ia turunkan, tawanya sirna digantikan gurat kecewa. Sang pengacara telah menemukan tambatan hati, harapannya dipaksa pupus. Ranie tak punya hak untuk nelangsa, sebelum bertemu dengannya Ale sudah menemukan tambatan hati. Tak ada kata terlambat bertemu, Cuma mereka memang tidak berjodoh.
Pritt...pritt..pritt
Peluit keras dibunyikan, Ale dapat dari mana benda itu. Eliya hampir tertawa ketika menyaksikan Ale yang membelah kerumunan sampai pipinya mengembung karena menarik pasokan udara, sedang Athena menatap tunangannya malas.
“Yang menginginkan makanan, diharap mengantre dengan rapi.”
Ale melenggang masuk ke stand makanan, dengan Perlahan ia menggeser posisi Athena ke belakangnya. Athena mendelik ketika posisinya tergantikan. Para pengantre hanya diam, tak berani menggerutu secara terang-terangan sebab tahu yang mengambil alih adalah sang pengacara.
“Kakak kenapa ke sini?”
“Membantu tunanganku,” jawabnya keras sembari memukul mundur para lelaki..
Eliya menatap tak percaya. Seorang Syailendra, menggantikan Athena berjualan. Apa pria ini tadi salah mengambil menu sarapan.
“Kenapa Kakak memakai kaos yang sama dengan para polisi?” Syukurlah Eliya mewakilinya untuk bertanya.
“Aku akan ikut bertanding basket. Three on Three.”
“Bersama Ranie?” Athena hampir memukul mulutnya, ia kelepasan bicara.
“Iya kebetulan kami satu kelompok. Nanti kamu nonton ya?”
“Aku kan jaga stand.” Tumben Athena menolak. Eliya sampai heran luar biasa. Athena sedang merajuk, dan Ale mau repot-repot membujuk..
“Eliya bisa menggantikanmu sebentar. Makanan kalian juga hampir habis.”
“Lihat saja nantinya bagaimana.” Pertanyaan Di kepala Eliya sekarang adalah berapa lama Athena akan kuat merajuk. Tebakannya benar, Athena boleh kesal tapi untuk Ale itu tidak akan berlangsung lama.
👾👾👾
Bola basket di lemparkan ke udara. Pertandingan telah dimulai. Athena berada di pinggir lapangan bersama Eliya. Untungnya makanan mereka sudah habis beberapa saat lalu.
Ale begitu bersemangat, berlari sembari mendribel bola. Athena pernah berada di posisi ini dulu sekali ketika ia masih berseragam sekolah dasar. Ketika itu Ale merupakan kapten tim basket Smu-nya.
“Ranie hebat ya main basketnya.”
“Yang lainnya juga bagus.”
Eliya tahu Athena paling sensitif jika memandang Ranie. Apa Eliya bisa dibilang jahat, jika menggunakan polisi wanita itu untuk menyadarkan Athena.
“Lo ingat waktu Ale berpacaran sama anak basket putri temen SMU-nya?”
“Dulu ya dulu.”
“Tapi setelah kuliah pun selera Ale tetap anak basket putri juga. Pacar pertama Ale setelah lulus adalah guru taekwondo, setelah itu seleranya berkutat pada wanita paling berbakat dalam bidang olahraga. Ale pernah juga deket sama atlet penunggang kuda.”
Athena ingat siapa mantan Ale. Ia menganggap mereka adalah para saingan yang harus disingkirkan. Bahkan waktu SMP, ia pernah melabrak pacar Ale dan mendapat balasan tertawaan. Mengingat tindakan gilanya, ia jadi jadi meringis malu. Tapi penantian cintanya terbalas kan sekarang. Apa memang begitu atau selera Ale tak pernah berubah, dan pria itu sedang mencari.
Satu bola berhasil Ranie masukkan ke ring. Gerakan wanita itu bertos ria dengan Ale mendatangkan sentakan keras pada hati Athena. Keduanya tampak serasi. “Ranie hebat. Aku yakin Tim Ale akan menang.”
Ale di tengah lapangan tertawa lebar, walau keringat banyak menetes. Pria itu bermain dengan semangat, mungkin karena mendapatkan Ranie sebagai partnernya. Mereka akan menjadi pasangan yang hebat serta cocok. Bukankah menyukai di mulai dari mencintai hal yang sama. Athena tampak kecil dan ingin sekali menangis, kenapa hatinya ragu setelah Ale mencoba untuk memperbaiki hubungan mereka. Matanya perlahan menonton lagi, Ale begitu hidup, menikmati permainan, tertawa lepas sembari bertos ria. Pria itu tampak begitu terbuka dan bahagia, berbeda jika bersama Athena. Mencintai bukannya menunjukkan seluruh jiwa dan raga kita lalu kenapa ketika dengannya Ale selalu bertindak hati-hati.
Bagaimana kalau Athena jadi apa yang Ale mau, menjadi seperti Ranie yang bukan gadis cengeng dan merepotkan. Kalau dia berubah, Ale tak akan punya alasan untuk melepasnya kan? Cinta butuh pengorbanan, kalau Ale tak sanggup biar dia saja yang melakukannya.
Athena tersentak kaget ketika Eliya menyikut perutnya pelan. “Kak Ale melambaikan tangan padamu. Jangan banyak melamun!” Athena membalas lambaian Ale sambil tersenyum manis. Kesempatannya masih terbuka lebar. Athena tidak akan membiarkan tunangannya lepas ke tangan Ranie.
Permainan basket usai, kini giliran Athena yang membawakan minuman dan handuk untuk Ale. Belum juga Athena berjalan jauh, Ale sudah berlari duluan ke arahnya sembari merentangkan tangan. Ale memang kadang suka usil, suka menggoda, memeluk tidak tahu tempat dan keadaan.
“Kakak basah.” Ale malah memajukan muka minta dilap keringatnya. Eliya mengernyit ketika melihat tingkah Ale yang bisa dibilang aneh. Sejak kapan sang pengacara bisa semanja itu pada Athena.
“Apa hanya Ale yang kamu bawakan handuk, botol air dan kamu layani,” goda Ranie yang kini tengah membawa bola basket. “bagaimana dengan kami?”
Athena menunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang bersemu merah.
“Kamu ingat Athena kan Hanung?” ujar Ranie sambil merangkul pria di sebelahnya. “Dia yang membantu kita menemukan anak-anak.”
“Bagaimana aku bisa lupa. Aku yang menjaga dan mengawasi Athena dari jauh.” Tangan Hanung mengulur, dengan senang hati Athena menerimanya.
“Senang bertemu denganmu secara langsung. Aku selalu melihatmu tapi kamu tidak pernah tahu wajahku,” ujar anak buah Ranie itu sambil mengedipkan satu mata.
Ale yang merasa jika Hanung adalah pengganggu, mengalungkan tangannya pada bahu Athena sebagai tanda kepemilikan. Sejak insiden Romeo, Ale tidak suka jika ada lelaki yang mendekati Athena padahal Hanung ini tipe pria yang bertanggung jawab dan baik, sesuai dengan harapannya untuk dijadikan pasangan Athena.
“Athena ini tunanganku.”
“Iya sudah kamu bilang keras-keras tadi ketika di stand makanan. Aku cukup tahu diri,” ucapan itu hanya sebuah candaan namun bagi Ranie itu seperti sindiran. Ia berusaha sekuat tenaga menjaga jarak dengan Ale namun entah kenapa Ranie malah menjadi sedih ketika Ale mengacuhkannya.
“Setelah ini apa acaranya sudah selesai?”
“Belumlah. Masih ada pertandingan sepak bola, badminton, catur, menembak, taekwondo dan banyak lagi.”
“Kakak akan ikut yang mana?”
“Sayangnya pertandingan basket sudah cukup menguras tenaga. Aku akan jadi penonton saja.”
Athena tersenyum cerah, lalu melanjutkan langkahnya dengan Ale padahal Ranie yang ditemani Hanung dibelakang-Nya menatap mereka sedih. Ale begitu peduli dan sayang pada gadis itu. Bisakah Ranie mendapatkan pria yang sebaik ini juga?
Pertandingan yang mereka tonton cukup bahaya untuk kesehatan jantung dan juga hati. Athena duduk di bangku pinggir lapangan menonton para polisi berlomba menembak, mengenai sasaran berupa papan hitam yang tepat berada jauh di tengah. Ale yang berada di sampingnya terlihat mengamati pertandingan dengan serius ketika Ranie tampil. Polisi perempuan itu memegang senapan laras pendek dengan sangat lihai. Matanya dipejamkan sebelah, dan telinganya di beri peredam.
Satu tembakan di letuskan, Ranie hebat karena langsung tepat ke sasaran. Athena lebih konsentrasi mengamati ekspresi tunangannya. Ale tersentak sampai berdiri untuk memberikan tepuk tangan karena girang ketiga tembakan Ranie mengenai sasaran. Ranie mengedip ke bangku penonton ketika ketiga tembakannya tepat semua. Perempuan itu seperti menunjukkan ke Ale, bagaimana jagonya dia dan bagaimana tak berdayanya Athena.
Hati Athena terasa sakit mengamati wajah Ale yang berbinar cerah seolah menemukan harapan baru. Lihat Ranie itu perempuan idamannya tanpa sifat minus sama sekali. Bandingkan dengan Athena yang mungkin jika ikut lomba lari akan berada di urutan terakhir.
“Ranie luar biasa. Aku yakin dia pasti menang mengalahkan para lelaki,” ucapan itu terdengar bangga serta menusuk tepat ke jantungnya. Pujian itu terasa biasa tapi mengganjal jika yang mengucapkannya adalah Ale.
.
“Dia jago dalam semua bidang?”
Ale mengangkat bahu. “Aku tidak tahu. Aku Cuma melihat Ranie bermain basket dan latihan menembak pistol beberapa kali.”
“Kalian pernah latihan menembak bersama?” Oh Hati Athena harus dilengkapi perisai. Pikirannya sudah melalang buana, membayangkan bagian terburuk. “Kalian sudah kenal berapa lama?” Athena lebih senang menggali kuburnya sendiri ternyata.
“Setengah tahun sejak kasus Juna. Kami beberapa kali bertemu dan lebih sering ketemu di arena tembak.”
“Dari sana hubungan kalian berlanjut ke acara makan.” Tebakan yang langsung mengenai sasaran. Athena memicing ketika melihat Ale gelagapan dan kebingungan.
“Kami hanya makan siang biasa.”
“Lalu dilanjut dengan makan malam kan?”
Ale semakin belingsatan, tak tahu harus menjawab bagaimana. Nada bicara Athena terdengar geram dan sarat akan kecemburuan. Gadis itu terlihat menakutkan jika sedang mengawasinya. Badan Ale sekaku tembok ketika menerima tatapan menuduh dari tunangannya itu. “Hal itu biasa terjadi, kami makan sebagai teman.”
Dua orang itu punya jawaban yang sama. Athena tersenyum perih tapi ia berusaha menguatkan tekat. “Ranie begitu jago main basket dan menembak. Dia mengingatkanku pada wanita favoritmu. Pernahkah kamu berpikir menjadikan dia sebagai pelabuhan terakhirmu?” Athena menarik nafas sebab dadanya sesak luar biasa. “Untuk menggantikanku.”
Ale tersenyum kering, bibirnya menganggap pertanyaan Athena sebagai candaan namun wajahnya kaku seperti diberi lem perekat. “pikiran macam apa itu Athena. Kami berteman tidak lebih. Lupakan pikiran burukmu. Aku tahu kamu pencemburu tapi mencurigai aku selingkuh itu sudah keterlaluan.”
“Aku tidak menuduhmu selingkuh.”
“Hentikan ini Athena. Kita pulang saja kalau pertandingan ini membuat kita bertengkar.”
Ale menarik tangannya namun Athena enggan bergerak. Gadis itu sekarang Cuma butuh tempat untuk menangis. “Aku mau pulang tapi sendirian. Aku merasa lelah sekali.” Athena menarik nafas lalu meniupkan ke udara. Matanya sudah sembab, siap untuk menjadi cengeng. Mungkin jika Ranie ada di posisinya, wanita itu akan tegar luar biasa. Hal yang dibutuhkan oleh Ale, seorang perempuan kuat, yang mampu berbagi kesusahan dan juga berbagi kesenangan dan lebih menyakitkan sosok itu bukan Athena.
“Athena...” Ale menggeram rendah, saat tunangannya melepas pegangannya.
“Aku pergi.” Bulu kuduk Ale berdiri, yang dimaksud pergi hanya meninggalkan tempat ini kan bukan pergi dari hidupnya kan. Ale akui dalam hati, niat mendapatkan Ranie pernah terbesit di dalam pikirannya. Tapi niatnya luntur akhir-akhir karena ia lebih takut jika kehilangan Athena.
🐖🐖🐖🐖🐖🐖🐖🐖🐖
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top