2.
Happy Reading:)
Budayakan menjadi pembaca yang bijak♡
[REVISI]
"Bukan soal peduli atau nggaknya, semua orang butuh privasi begitu juga dengan gue. Dan tolong hargaiin privasi dan terima kasih kepedulian kalian."
_______________🌹🌹🌹_____________
"Viona!!" teriak Alana menyusul Viona yang sudah berada di pakiran sekolah.
"Ck. Apaan dah?!" ujar Viona melirik Alana jengah. "Kenapa sih lo ninggalin gue, kemarinkan udah janjian tungguin gue di gerbang! Kenap lo duluan?!" cerocos Alana seperti kereta api, tidak biasanya dia secerewet ini.
"Baru satu langkah yak elah lebay lo," ujarnya menoyor kepala Alana.
"Sakit tau!" cetus Alana memegang kepalannya yang ditoyor Viona.
"Rasain," ledek Viona melangkah mendahului Alana tampa menghiraukan omelannya.
"Tega lo!" pekik Alana menyusul Viona yang sudah menjauh.
"Lo kenapa?" tanya Alana yang melihat wajah Viona bak sarang burung yang nyangkut di atas pohon.
"Gak papa."
"Singkat, jelas, dan padat. Nggak ada kosa kata lain apa?"
"Lo dengar baik-baik ya, di balik kata gak papa pasti terselubuk makna ada apa-apa," ucap Alana dengan senyum sumbringahnya.
Viona memutar bola mata malas. "Nggak usah puitis lo," ujarnya meninggalkan Alana yang masing tersenyum-senyum tidak jelas.
"Ye dikatain puitis, lo nggak tau aja kan kata-kata melegenda itu," ujarnya menyusul Viona yang lagi-lagi meninggalkan dirinya.
***
'DIPANGGIL VIONA ALEXA BERHARAP SEGERA DATANG KE RUANG BK,' ujar seorang guru melalui microfon.
"Na lo di panggil tuh ke ruang BK," ucap Sania teman sebangku Viona. Sania menatap Viona iba, pasti dalam seminggu dia mendapatkan surat panggilan orang tua. Baik membolos atau berantem sama siswa lain.
"Belum kelar masalah kemarin?" tanya Alana memutar badannya ke belakang menghadap Viona. Memang Alana mengetahui semuanya, kejadian itu saja berada di depan mata kepalanya sendiri. Gimana tidak tau cobak.
Viona menghela napas lalu berdiri meninggalkan temannya tampa pamit sedikit pun.
"Gue heran deh, apa sih yang di pikirannya? Buat masalah aja kerjaan tu anak tiap hari," ujar Sania memerhatikan Viona hilang dibalik pintu.
"Benar kata lo, gue kadang kasian sama tu anak, tiap hari berurusan dengan guru BK, nggak kapok emang?" tanya Alana geleng-geleng kepala melihat sikap temannya alias sepupu laknanya.
Gue nggak kenal diri lo yang sekarang, kenapa lo cepat berubah, batin Alana. Dia tersenyum kecut melihat Viona sudah hilang di balik pintu.
"Woi! Pada ngomongin apa sih?" tanya Glady tiba-tiba mengagetkan Sania dan Alana.
"Ck, lo tu ya. Untung gue nggak jantungan," dengus Alana. "Dasar jelangkung datang tak di undang," ucap Sania jengah melihat tingkah Glady yang kekanak-kanakan.
"Enak aja gue dikatain jelangkung, emang ada jelangkung secantik ini, ya kali jelangkalung, dia aja item gosong," ucap Glady dengan pd-nya memandingkan dirinya dan jelangkung.
"Lo kan saudarannya," celetuk Sania asal yang tengah mencari-cari handphone nya di dalam tas.
"Ya kali gue dikatain saudaranya. Lo aja kali," ucapnya tidak terima.
"Tumben lo terlamabat datang?" tanya Sanai masih sibuk menggeledah isi tasnya. "Hello. Terlambat gak salah! Bukannya dia emang terlambat tiap hari ya," timpal Alana sengaja meledek Glady.
"Iya yang waras ngalah."
"Emang lo waras?"
"Gue waras dari tadi, lo aja ngomong ngelantur kemana-mana ibarat gini ya Lan. Yang Waras selalu ngalah, nggak seperti lo yang setengah waras setengah gila," tawa Glady mengledek Alana.
Alana tercengang, siapa yang setengah gila dan setengah waras disini coba? "Berarti lo dah nggak waras dari lahir dong, kan waras dari tadi kata lo?" ucap Sania menatap Glady yang sedang tertawa.
"Senjata makan tuan noh," tawa Alana pecah melihat Glady yang tenganga dengan mulut berbentuk O.
Mereka menjadi pusat perhatian di kelas karena tawa Alana yang begitu keras.
Glady mendengus kesal, lantaran dia selalu menjadi bahan bullyan teman- temannya.
"Ck. oh ya Viona mana?" tanya Glady karana tidak melihat batang idung Viona.
"Biasa tempat langganan," jawab Alan asik dengan handphone-nya.
"Ck. Apa sih yang dipakirin tu bocah," Ucap Glady bingung dengan sikap Viona.
Seharusnya lo tau Alle, mereka peduli sama lo, batin Alana. Dia tersenyum miris lalu melanjutkan kegiatannya yang tertunda.
***
Viona sekarang sudah duduk manis di depan Bu Endang siap untuk mendapatkan sirohan rohani pagi.
"Vio. Vio!" guman Bu Endang menatap Viona. Viona cuma menatap Bu Endang dengan tatapan jengah.
"Vio Ibu sudah capek menasehati kamu, emang kamu nggak capek buat masalah terus?! Kemarin kamu beratem sama Clara dengan motif apa lagi?" tanya bu Endang the to poin.
"Dia yang duluan," jawab Viona jengah mendengar nama itu.
"Terserah kamu! Ibu udah capek ngurus kamu, kamu tu ya buat masalah aja tiap hari, tapi nggak merasa bersalah sama sekali, nyusahin orang saja!" ujar bu Endang tersalut emosi.
"Yaudah terserah Ibu sih. Kalau saya nyusahin ngapain manggil saya kesini, repot amat sih jadi orang," ucap Viona memainkan kuku jari tangannya. Dia jengah, jengah dengan semua omong kosong orang yang berada di depannya.
Bu Endang menghela napas kasar dia sudah capek mengurus Viona. Ibarat sudah angkat tangan, nyerah hanya kerena sikap satu muridnya. Lebih susah ngurus anak didik dari pada anak di rumah sendiri. Ibarat seperti itu sih. Hehe..
"Kamu jadi bawa orang tua kan?" tanya Bu Endang baik-baik supaya tidak mempengaruh suasana.
"Kan Ibu sudah tau jawabannya ngapain nanya," jawab Viona jengah mengingat kejadian semalam.
Antara Bu Endang dan Viona cuma diam larut dengan pikiran masing- masing. "Apa kamu nggak capek buat masalah terus, kasian Calvin yang repot karena kamu, tadi dia minta maaf langsung ke Clara karena kesalahan kamu," ujar Bu Endang menatap Viona.
Viona teringat kembali kejadian pagi tadi. Maafin Vio bang, karena Vio abang jadi susah, batinya.
"Bu saya juga capek buat masalah, tapi saya udah janji ini yang terakhir kalinya." Viona bangkit dari kursinya meninggalkan ruangan Bu Endang tampa permisi.
Bu Endang diam dengan ucapan yang di lontarkan anak muridnya itu. Dia menatap nanar ke arah pintu yang sudah tertutup sempurna itu.
***
Viona pun tidak langsung pergi ke kelas melainkan ke taman belakang sekolah.
"Gue capek kayak gini terus, kenapa gue di lahirkan di dunia ini?" gumannya lirih lalu mengeluarkan sebatang rokok dari saku roknya.
Viona menyalakan korek api dia ingin membakar puntung rokoknya tapi semuanya di rampas seseorang.
"Lo apa-apan sih!" bentak Viona kepada orang yang barusan datang dan mengambil puntung rokok yang sudah terbakar.
"Lo yang apa-apan. Lo cewak tu ngapain merekok segalak!" bentak Samuel membuang puntung rokok tadi ke tong sampah yang berada di dekatnya.
"Emang cowok aja yang ngerokok cewek juga bisa!" bentak Viona menatap Samuel sengit.
"Terserah lo," ujar Samuel meninggalkan Viona sendiri.
Viona menatap punggung Samuel nanar, dia merasa bersalah pasti tangannya terluka.
Jangan lupa vote, comen dan share bay👋
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top