14.

Happy Reading♡

[REVISI]

Sonya duduk di gazebo, di taman belakang rumahnya. Sambil memberi makan ikan-ikan.

"Mama lagi mikiri apa?" tanya Vino tepat di samping Sonya. Ntah dari kapan Vino sudah berada duduk di samping

Sontak Sonya terkejut karena keberadaan anak laki-lakinya itu. Vino paham banget, kalau mamanya sendirian di taman belakang sambil memberi makan ikan-ikan, pasti ada yang mengenjal di pikirinan mamanya itu.

Vino tersenyum tipis. "Ma, maafin Vino," ujar Vino memeluk Sonya dari samping.

Sonya tergengung karena sikap Vino, kejadian beberapa taun silam kembali perbutar diingatanya.

***

Kedaan rumah yang tengah ramai membuat senyum Sonya tidak pernah pudar. Semua anak dan menantunya berkumpul dan ditambah lagi kedatangan dua puteri di keluarga mereka. Yaitu Viona dan Alana yang masih berusia satu bulan lebih.

Memang umur mereka tidak tepaut jauh, cuman satu minggu. Oh ya hampir lupa ... dedek Alle yang dimaksud adalah anak dari mama Dea adeknya Calvin, sedangakn dedek Alana anaknya bunda Tania adik nya mama Dea, berarti sepupunya Calvin.
Oke skip segitu aja penjelasannya ya ... hehe

"Mah. Abang ikut ya," rayu Calvin kepada ibunya yang mau kerumah sakit.

Sontak Dea tersenyum melihat putera sulungnya itu, dia mensejajarkan berdirinya dengan Calvin kecil. "Trus yang jagain dedek Alle dan dedek Alana siapa?" tanya Dea, berusaha membujuk puteranya itu agar nggak ikut dengannya.

Calvin mengerejabkan matanya melihat kearah kedua adiknya itu. Lalu senyum mengembang terbit dibibir tipisnya itu. "Ada nenek, kakek, sama bunda," ujarnya dengan tatapan memohon.

Sedangakan Tania gemas sendiri melihat tingkah ponakannya itu. "Kalau abang ikut, dedeknya juga ikut dong," goda Tania. Calvin tidak menghiraukan Bundanya itu.

Dia masih membujuk Dea agar dia bisa ikut ke rumah sakit. "Mah," ujar Calvin merayu Dea.

Dea mengehela napas, lalu mengagguk. "Yeye abang boleh ikut," ledek Calvin kearah Bundanya itu.

"Yaudah salim dulu, mama tungguin di teras."

Calvin segera menyalimi tangan nenek dan bundanya itu dan tidak lupa menyium pipi kedua adiknya. Calvin segera menyusul mamanya yang telah duluan keluar.

Dea menatap heran Vino yang baru datang dengan keadaan berantakan. "Kamu kenapa?" tanya Dea menghampiri adik bingsunya itu.

Vino terkehjut lalu langsung mengalihkan tatapannya ke sembarang arah.

Dea menatap Vino curiga, nggak biasanya adiknya pulang-pulang dengan keadaan kacau seperti ini di tambah lagi dia tidak mau menatap dirinya.

"Mama," teriak Calvin menghampiri Dea dan Vino yang berdiri di teras rumah.

"Om," panggil Calvin lalu segera meraih tangan Vino untuk salim.

Vino terkejut, tapi dia langsung bersikap seperti biasa dan mensejajarkan tingginya dengan ponakannya itu.

"Jagoan om mau kemana nih?" tanya nya seperti biasa.

"Mau ikut mama ke rumah sakit," jawab Calvin dengan senyum mengembang.

Vino mengagguk. "Hati-hati jangan nakal," pesan Vino. Memang Vino sangat menyayangin Calvin.

Calvin mengaguk mantap, lalu segera masuk ke dalam mobil kerena disuruh Dea duluan.

Dea masih menatap Vino. "Kakak harap kamu mau cerita sama kakak," ujar Dea meninggalkan Vino yang masih berdiri dengan sorot mata kosong.

Vino menatap mobil yang di kendarai kakaknya itu mulai keluar gerbang. Dia menghela napas mengrutui perbuatan yang telah dia lalukan tampa sadari.

"Mah. Mau ice crem," ujar Calvin menunjuk-nunjuk kedai ice crem yang ada di depan rumah sakit tempat Dea bekarja.

Dea melirik jam tangan yang berada dipergelangan tangan kirinya itu, sudah satu jam dia keluar rumah. Dia takut putri kecilnya menangis.

"Mah," Dea mengaguk. "Tungguin mama sini, mama mau ambil dompet dimobil," ujar Dea menyuruh Calvin agar tidak kemana-mana.

Namanya anak kecil kalau melihat hal yang mencolok di matanya, pasti ingin menghampirinya. Calvin melangar perkataan mamanya dan berjalan ke sembrang jalan untuk menghampiri badut yang sedang menari itu.

Dea menutup mobilnya itu, tapi saat mau menghampiri di mana Calvin berada, terdengar teriakan seseorang menyuruh untuk ketepi.

Sontak Dea terkejut melihat Calvin yang berada ditengah jalan dan ada mobil yang melaju kencang yang mendekat.

"Calvin!" teriak Dea menyusul Calvin.
Calvin menoleh dan melihat ada mobil yang melaju kencang ke arahnya.

Calvin sontak menutup kedua matanya dan menutup kedua telingannya dengan telapak tangannya.

Brak...

Tubuhnya terpental beberapa meter dari tempatnya berdiri. Calvin sayup-sayup masih bisa melihat dimana mamanya terpental dengan berlumur darah karena menyelamatkannya.

"Ma ... mah," panggilnya sebelum kesadarannya hilang semua.

Keadaan rumah begitu rame karena tangis Viona yang tak kunjung berhenti. "Cucup ... kenapa sayang, mau ketemu mama ya," ujar Sonya menenangkan cucunya itu.

"Nia. Panggil Vino turuh ke bawah," suruhnya kepada Tania. Tania mengaguk dan langsung menuju ke lantai atas.

Tania dan Vino menghampiri Sonya. "Ada apa mah?" tanya Vino, melihat Sonya khawatir ditamabah lagi Viona yang tengah menangis.

Sebelum sempat Sonya berbicara, handphone nya Vino berbunyi.

"Tunggu bentar ma."

"Ya. Hallo,"

"...."

"Iya benar, kanapa?"

"...."

"Apa? Baiklah saya akan segera kesana."

"...."

"Berikan pertolongan yang terbaik untuk kakak dan keponakan saya,"

Setelah Vino mengangkat telfon tersebut, dia mentap Sonya. "Mah kak De kecelakaan," ujarnya.

Sonya dan Tania kerkejut bukan main mendengar apa yang barusan yang menimpa putri sulungnya itu.

Setibanya di rumah sakit Vino langsung menuju ke ruang UGD tempat dimana pihak rumah sakit memberi tahukannya.

Vino sengaja melarang Sonya dan Tania ikut bersama nya karena kasian kedua ponakannya di tinggalkan dirumah.

Dengan keadaan gusar Vino langsung menelfon kakak iparnya itu agar segera pulang. Memang Bagas sekarang tidak ada di Indonesia dia berada di Berlin, Jerman karena harus mendatangi kerja sama perusahaan.

Sudah tiga jam lebih Vino menunggu dikuar, akhirnya yang ditunggu-tunggu keluar juga.

"Dok bagai mana keadaan kakak dan ponakan saya?" tanya Vino.

Sang Dokter menghela napas. "Keadaan Dokter Dea sangat kritis, karena penturan dibagian kepala yang sangat keras, ditambah lagi ada pendaraan waktu operasi," jelas sang Dokter, membuat Vino menelan pait-pait apa yang barusan yang dia dengar.

"Calvin?"

"Keadaan nya tidak terlalu mengkhawatirkan, karena benturan yang dia alami tidak separah mamanya," jelas sang Dokter lalu pamit.

Vino terduduk lemas mendengar apa yang baru dia dengar. Dia menggeram marah, mengingat penjelasan saksi mata yang melihat kecelakaan tersebut.

Vino menelfon orang suruhannya untuk menyelidiki kecelakaan tersebut. Dia tidak yakin bahwa kecelakaan itu kebetulan, tapi direncanakan.

Jeng..jeng..jeng
Sebenarnya nggak tega mau nulis ini..tapi harus nulis..

Happy Reading..
Next chapter..
























Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top