BAB 1: Milik Siapa?
Selamat datang di cerita, Hope And You!
Happy Reading
♡
Di bawah teriknya mentari pagi itu seorang gadis bersurai hitam legam tak berhenti berdecak pada sambungan telepon yang terhubung di ponselnya.
"Tara lo gila! Kurang dari lima menit gerbangnya bakal di tutup Ta, lumutan gue lama-lama gusti!"
"Mora ini Jakarta! mana hari Senin udah pasti macet. Emangnya dari subuh lo disitu?" Jawab seseorang dari sebrang sana.
"Dari jaman Majapahit gue disini! Cepet atau gue masuk?"
"Gue di depan lo. Say hi Mora"
Gadis yang kerap disapa Mora itu lantas menegakan kepalanya lalu ia melihat sang sahabat tengah melambai sembari menyengir tanpa dosa di atas motornya. "DASAR TARA GA BUDIMAN!" Umpat Mora membuat beberapa orang berseragam putih abu-abu menoleh kearah nya.
Entah bagaimana ceritanya Tara sudah ada disana Mora tak tahu. Setelah memarkir Ale, vespa matic berwarna kuning kesayangan Tara di antara barisan motor lainnya gadis itu pun menghampiri Mora sahabatnya, yang tengah menahan kesal tepat didepan gerbang SMA Garuda.
"Gue pikir lo masih jauh Ta, gak tau lagi misalkan kita dihukum di hari pertama." Kata Mora sembari mereka memasuki halaman sekolah yang kini sudah dipenuhi ingar-bingar para bani adam.
"Namanya juga gue Ra, banyak kejutan." Jawab gadis bernetra kecoklatan itu dengan tawa kecilnya yang mengiringi.
"Doorprize kali ah." Ujar Mora jengah.
Diperjalanan menuju kelas, Mora dan Tara banyak melihat orang-orang dengan ekspresi mereka yang berbeda-beda. Begitupun Tara yang terpana pada seseorang lelaki dengan wajah tanpa ekspresi yang terpatri dengan sopannya disana, layaknya terperangkap dalam ruang dan waktu dunia Tara berhenti berputar seakan pusat bumi saat itu adalah lelaki yang Tara lihat tengah berjalan di koridor sekolah.
"Masyaallah..." hingga Tara tanpa sadar berdecak kagum, Mora pun menoleh.
"Masyaallah kenapa Ta?" tanya Mora, ia bingung.
"I-itu Masyaallah lapangan nya bagus banget." Alibi Tara sembari mempercepat langkahnya meninggalkan tanda tanya besar dikepala Mora.
"TUNGGUIN TA WOI! SALAH APA GUE?!"
♡♡♡
Kini setelah berpeluh selama kurang lebih 10 menit mencari letak dimana kelas X IPS 5 yang ternyata berada di lantai tiga gedung SMA Garuda berhasil membuat keringat jelas terpatri di dahi dua sejoli itu, yang tak lain adalah Mora dan Tara.
"Ini AC buat pajangan doang ya! Remotnya mana cuy panas gue." Omel Mora sembari mengibas-ngibas surainya dengan satu tangannya.
"Maaf paduka, remotnya baru saja ditemukan." Sahut Aryo, teman sekelas mereka yang baru saja berkenalan dengan Mora dan Tara, Aryo ini gampang sekali bergaul terlihat bagaimana ia memperlakukan orang-orang baru dilingkup hidupnya yang kedepannya akan ia lihat setiap hari layaknya teman lama, tak berbeda jauh dengan Mora.
"Lawak lo Yo! Nyalain cepet" Jawab Mora.
Setelah AC dinyalahkan oleh Aryo, Mora dan Tara yang baru saja duduk guna menghilangkan peluh tiba-tiba saja dikandaskan oleh suara pengumuman melalui speaker sekolah yang berdenting dengan nyaringnya di sepenjuru SMA Garuda.
KRINGGG...
"PEMBERITAHUAN KEPADA SISWA-SISWI KELAS 10 IPA-IPS 1-5 DI MOHON SEGERA TURUN KE LAPANGAN UNTUK MELAKSANAKAN MOS."
"Baru juga gue mau duduk dengan tenang." Lesu Mora dengan wajah kesalnya walau dari nadanya terpancar kepasrahan.
"Gue belom minum lho ini!" Setelah mengatakan itu Tara pun segera meneguk air minumnya tanpa jeda hingga hanya menyisakan setengahnya dari botol minum gadis itu.
"Ayok turun, kita gak punya banyak waktu." Ujar Aryo sembari tertawa kecil melihat wajah kesal Mora. Mereka pun melangkah dengan mantap menuju lapangan yang kini sudah mulai ramai.
Brukk
Di perjalanan, ketiganya terpaksa berhenti di tangga lantai dua tatkala seorang laki-laki dengan tak sengaja menabrak Mora tepat dibahunya.
Kini topi yang tadinya bertengger dengan apiknya di puncak kepala Mora pun terjatuh ke lantai. "Bisa hati-hati gak sih jalannya?" Mora meringis sembari mengusap bahunya yang sedikit nyeri karena pasalnya laki-laki itu menabraknya cukup kuat.
"Maaf. Gue lagi buru-buru nyari kelas." Laki-laki itu bergegas mengambil topi Mora yang terjatuh lalu memberikannya pada sang empu.
Mora hanya mengangguk memaklumi.
"Lo nyari kelas berapa?" ujar Tara bersimpati.
"Gue Lingga, nyari kelas sepuluh IPS 5. Kalian tau?" Tanya Lingga dengan harapan orang-orang yang berada tepat di hadapannya ini tahu dimana letak kelasnya.
"Oh lo ips 5 sekelas sama kita, ayo gue anterin." Ujar Aryo, ia senang mendapatkan teman baru dikelasnya.
"Ayo! Thanks sebelumnya." Kata Lingga senang ada yang membantunya.
Aryo kembali menuju lantai tiga tanpa keberatan mengantar Lingga. Saat di kelas, Lingga segera menaruh tasnya dengan acak diatas meja tak sempat mencari meja kosong karena waktu kian mendesak.
Kini semua murid kelas sepuluh sudah berbaris dengan rapi dan tenang di lapangan, Lingga dan Aryo pun datang tepat waktu sebelum acara MOS dimulai dalam hitungan detik lagi.
"Enak punya badan tinggi tapi dari dulu dibelakang panas-panasan mulu." Gumam Mora sembari mengusap pelipisnya yang dibanjiri keringat.
"Sabar Ra sabar, makanya jangan tinggi-tinggi." Goda Tara yang mendengar gumaman Mora karena pasalnya gadis itu tepat berada di depan Mora.
"Diem deh Ta!"
Waktu berlalu, perlahan Mora tak lagi merasakan panas matahari yang begitu terik, apa ada orang di belakangnya? Namun yang ia tahu dirinyalah yang menjadi batas akhir barisannya.
Dengan segenap rasa penasarannya Mora pun menoleh, "Lah lo yang tadi! Ngapain disini?" Kata Mora pelan mendapati tubuh laki-laki yang baru saja ia kenal tadi tanpa sadar meneduhkannya dari panasnya mentari pagi itu, kalau tidak salah namanya Lingga. Iya, Lingga.
"Ya barislah, emang lo liat gue lagi tidur?" Jawab Lingga dengan wajah tenangnya.
"T-tapi kan Lingga, ini udah mentok di gue barisan nya. Lo mau dihukum?" Lanjut Mora.
"Sttt... sttt... Ra diem dulu, dengerin! Lo mau ketinggalan hal penting?" Kata Tara yang terusik ditengah seriusnya ia mendengarkan pidato, karena sebuah alasan mendorongnya untuk itu.
"Iya gue dengerin." Jawab Mora, menghiraukan segenap alasan yang akan keluar dari mulut laki-laki dibelakangnya ini.
"Kalo gue pindah kasian lo, kepanasan." Bisik Lingga tepat di telinga Mora.
♡♡♡
Di pertengahan acara MOS kini para jajaran petinggi sekolah memperkenalkan dirinya dihadapan wajah baru kelas sepuluh, Tara menunggu giliran ini sedari tadi.
Berjinjit sedikit demi sedikit dibalik ramainya lapangan pagi itu untuk melihat jelas seorang lelaki yang ia lihat tengah berjalan di koridor sekolah tadi pagi, yang beruntung nya ia diberi kesempatan untuk melihatnya lagi kali ini, Tara pun juga mengetahui bahwa lelaki itu adalah ketua OSIS SMA Garuda namun ia tak tahu menahu perihal namanya.
"Saya Tjandra Adinan, panggil saya Dinan. Ketua OSIS SMA Garuda, selamat datang semuanya. Selamat datang di SMA Garuda, terimakasih." Katanya sembari menyunggingkan senyuman yang mampu mengalihkan dunia seorang Gistara Gantari.
Dia Dinan, lelaki yang berhasil menjadi candu bagi Tara. Katanya selamat datang, selamat datang juga Dinan,
kalimat yang bagus untuk memulai segalanya.
"Woi Ta! Ngapain lo jinjit-jinjit gitu? ada apaan di depan?" Kata Mora yang menyadari Tara berjinjit-jinjit.
"Engga kok gak kenapa-kenapa gua cuma penasaran sama muka-muka yang ada didepan." Jawab Tara tak tahu ingin mengatakan apa pada Mora.
"Gak usah bohong deh Ta, kita temenan dari jaman baheula, gue tau muka lo kalo lagi bohong." Ucap Mora sembari menatap curiga pada Tara.
"Engga ada apa-apa Amora Velona, suer deh!" Jawab Tara yang masih bingung mau jujur atau tidak kepada Mora bahwa ia sedang jatuh cinta? Entahlah, sangat menggelikan.
Setelah 40 menit kegiatan MOS berlangsung, kini seluruh barisan telah di bubarkan begitupun Mora dan Tara yang tengah berjalan menuju lantai tiga.
"Ra bentar deh kok uang gue gak ada ya?" ujar Tara yang baru saja menyadari ada yang hilang. Tara pun memeriksa di semua sakunya, namun nihil uang yang ia cari tak kunjung terjamah oleh mata.
"Lah lo naronya gimana Ta?" Mora dan Tara sekejap berhenti ditangga menuju lantai 2.
Saat itu juga Tara dan Mora ingin kembali ke lapangan tetapi seseorang mendatangi mereka membuat mereka mengurungkan niat.
"Uang lo jatuh?" Katanya bertanya pada Tara.
"Eh iya kak, 50 ribu bukan?" ucap Tara sedikit gugup karena pasalnya yang berada di hadapannya adalah Dinan! Iya, Tjandra Adinan!
Dinan mengangguk sembari menyerahkan uang dengan nominal lima puluh ribu itu pada sang pemilik, tadi saat ia memeriksa lapangan guna memastikan tidak ada barang yang tertinggal namun ia menemukan uang itu.
"Makasih banyak ya kak Dinan." Ucap Tara seraya tersenyum.
"Sama-sama, gue duluan." Ujar Dinan, Tara mengangguk paham.
Setelah Dinan beranjak pergi kini Mora dan Tara pun kembali ke kelas mereka.
"Aaaaa masyaallah banget emang harapan yang bertakdir." Kata Tara sembari senyum-senyum sendiri, seperti nya salah tingkahnya belum memudar.
"Lebay lo!" Kata Mora terheran-heran.
"Udah ayo cepet udah pada masuk semua tuh ke kelas." Ujar Tara dan membiarkan Mora berlarut dalam kebingungannya.
Tak lama Mora dan Tara pun sampai ke kelas, kini mereka beristirahat barang sejenak menungu jam pelajaran dimulai lebih tepatnya bukan jam pelajaran tetapi jam perkenalan.
"Huh.. akhirnya duduk juga gue." Ujar Mora menghela napas lega.
Sedangkan Tara sedari tadi tak lelah-lelahnya menyunggingkan senyum terbaiknya hari ini. Benar-benar membuat Mora bergidik ngeri.
"Ta, jangan-jangan lo kesambet ya?"
Tak selang lama, seorang wanita paruh baya datang membuat kelas yang tadinya ramai kini hening.
"Good morning semuanya."
"MORNING BU!" Jawab mereka serempak.
"Perkenalkan nama ibu bu Citia, biasanya kakak kelas kalian manggil ibu Tia, ibu yang akan menjadi wali kelas kalian. Mengerti semua?"
"MENGERTI BU!!"
Hey Tayo hey Tayo dia bis kecil ramah...
Tiba-tiba ponsel Bu Citia berdering. "Sebentar ya anak-anak." Katanya.
"Halo pak"
"...."
"Oh baik pak saya segera kesana." Mereka hanya menyimak apa yang bu Citia bicarakan.
"Maaf anak-anak ibu mau ambil berkas-berkas data kalian dulu, silahkan jika ada yang mau istirahat terlebih dahulu sebelum ibu kembali." Ucap Bu Citia sebelum beranjak pergi menuju ruang guru.
Mora yang tengah dilanda haus pun berniat mengambil tumbler miliknya tepat di sisi kiri tasnya. "Tumbler gue mana? kok adanya botol aqua sih," ujar Mora bingung tatkala tak mendapati tumbler miliknya disana.
"Lah kok bisa ga ada? bukannya lo taro samping tas ya tadi? coba cek didalem tas." Kata Tara yang ikut ke bingungan.
"Lah kok buku-buku gue keganti sih? ini bukan peralatan gue, bukan punya gue Ta." Kata Mora setelah membuka tasnya dan melihat apa yang ada didalam sana, buku-buku yang ditaruh sembarang tempat, sangat berantakan tapi itu bukan Mora.
Sementara disisi lain Lingga tengah kebingungan ketika mendapati minuman kemasan miliknya berubah menjadi tumbler cantik berwarna biru langit. "Apa bunda yang masukin?" Monolognya sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Lalu Lingga membuka tasnya berniat memastikan kecurigaannya. "Kenapa jadi rapih gini buku gue?" Monolognya sekali lagi, ia yakin ada yang salah, Lingga hapal betul dirinya jika urusan menaruh buku tak pernah serapi ini. Mungkin jika bundanya melihat Lingga pikir bundanya akan mengadakan syukuran.
"Kenapa Ga?" Tanya Aryo, laki-laki itu duduk bersebelahan dengan Lingga.
"Ini Yo, kayanya ada yang salah sama tas gue." Jawab Lingga.
"Tas lo kenapa? Ketuker?" Kata Aryo yang ada benarnya, lalu Lingga teringat sesuatu.
♡
Catatan, 7 Agustus 2021.
Harapanmu belum tentu bertakdir.
Cerita ini dibuat karena gue ingin kalian tidak terlalu mengharapkan apa yang kalian harapkan karena harapan selalu berakhir dengan takdir, belum tentu harapan kalian pun menjadi takdir di akhir.
—Raveeel
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top