Spring [6]: Bertemu Takeo
Playlist: Love Blossom - K.Will
--------------------------------------
Satu minggu berlalu, ini saatnya golden week tiba. Awalnya, aku tidak yakin Ishikawa Sensei memberiku izin untuk libur, tapi ternyata dia dan Yumi-san juga akan berlibur ke desa. Omong-omong, ternyata Ishikawa Sensei dan Yumi itu berpacaran. Mereka membuka usaha kafe bersama untuk menikah. Hubungan mereka tuh mirip seperti Takeo dan Akemi, kenal dari kecil sampai dewasa. Teman kecil yang menjadi pasangan. Mungkin Takeo dan Akemi juga begitu, yah meskipun kadang aku suka berpikir kalau mungkin Takeo ada rasa padaku. Hanya saja, agak mustahil.
Takeo memang suka menggoda begitu, kan? Kalau kulihat-lihat, dia juga cukup perhatian pada Akemi.
Pernah sekali, Akemi ketinggalan membawa buku cetak. Takeo memberikan miliknya untuk Akemi. Waktu itu juga pernah Takeo menjemput Akemi karena dia sering terlambat. Banyak hal yang Takeo lakukan untuk Akemi, dan aku tidak seharusnya merasa diistimewakan karena tingkah Takeo.
Aku memakai ransel sembari turun dari bis. Rencananya, nanti Harumi akan menjemput kami. Aku bilang untuk menjemput di Circle K dekat Azabu. Tentu saja, aku tidak akan minta dijemput di rumah. Ternyata malah Rei, Takeo, dan Akemi ikut-ikutan mau ke Circle K.
"Suzume-chan," panggil lelaki di depan Circle K dengan kaos Bape –omong-omong, bukankah kaos itu harganya mahal sekali, ya—oversize yang dikeluarkan dan ripped jeans yang robek di bagian lutut begitu aku berbelok di persimpangan. Ah tampannya. Takeo memang selalu tampan begini, ya? Potongan rambut undercut-nya yang biasa selalu dirapikan dengan wax, kini dibiarkan terurai berantakan. Entah mengapa menurutku itu seksi.
Aku melambaikan tangan pada Takeo dan sedikit berlari.
"Sudah dari tadi?"
"Barusan, sih. Jalan kaki?"Aku mengangguk menanggapi Takeo yang menyodorkan sebotol miuman perasa jeruk. "Nih, minum."
Tenggorokanku terasa segar begitu meneguk minuman dari Takeo. "Yang lain mana? Rei-kun? Emi-chan?"
"Emi pasti terlambat, aku tahu kalau perempuan itu selalu lama tapi Emi benar-benar lama. Kalau Rei, paling juga terlambat bangun."
Benar juga, sih. Rei itu selalu terlambat kalau datang ke sekolah. Kalau Akemi juga mirip Rei, nyaris terlambat karena kelamaan berdandan. Makanya tadi kubilang, Takeo pernah menjemput Akemi karena keseringan terlambat.
"Padahal Harumi dan Shizuko sudah on the way, kan?" kataku sembari menunjukkan pesan di ponsel yang berisi pesan dari Harumi kalau dia dan Shizuko sudah melaju dari tiga puluh menit yang lalu. Paling lima menit lagi mereka sudah sampai.
"Salahkan dua orang pecinta jam karet itu. Sini aku bawakan ranselmu." Takeo menarik ransel dari pundakku.
"Eh, tidak usah. Tidak berat kok." Aku berusaha menarik kembali ranselku yang sudah dipegang Takeo, tapi Takeo menggeleng dan mengeratkan genggamannya. "Aku tidak mau merepotkan."
"Tidak repot kok. Eh? Kau berdandan, ya?"
Refleks aku menutup wajah dengan kedua tangan, membuat peganganku di ransel menjadi terlepas. Ah, sial. Rupanya ketahuan ya kalau aku berdandan. Apa jelek, ya? Atau ketebalan? Memang sih aku baru belajar beberapa kali saat iseng di rumah. Aku pikir hasilnya akan bagus, tapi tampaknya jelek, ya?
"Kok ditutupi, sih?" Takeo menarik tanganku. "Nanti menempel di tangan, loh. Jadi berantakan, bagaimana? Cantik, kok."
Aku menurunkan tangan. Perlahan melirik Takeo yang menatapku dengan senyum simpul di bibirnya. "Beneran? Ketebalan, ya? Pasti jelek!"
"Iya jelek, kalau tidak senyum pasti jelek. Makanya senyum. Tidak tebal kok. Cantik! Kau ini mudah sekali minder, ya? Kau harus mencontoh Harumi yang super percaya diri." Takeo menegaskan kata cantik sembari menarik daguku untuk menatapnya. Mataku dan mata Takeo saling bertemu. Bola matanya sangat hitam, dan agak sipit ternyata. Bulu mata Takeo terlihat jarang-jarang tapi setiap tangkainya panjang.
"Terpesona?" tanya Takeo dengan smirk di bibirnya. Membuatku terkejut dan buru-buru melepaskan diri darinya.
"Apa, sih? Tidak jelas," omelku.
"Bilang saja kalau kau terpesona. Aku tampan, kan?" godanya sembari mencolek punggungku.
"Tidak! Kau jelek sekali! Tidak suka!" Aku menoleh dan nyaris terjengkang begitu wajah Takeo sudah tepat di sampingku. "Yah!"
"Aku terlalu tampan, kan?"
Takeo terus maju mendekatiku meski aku sudah mundur menjauhinya. "Pergi! Pergi! Tidak, kau jelek sekali. Aku tidak suka."
Bohong. Aku suka sekali, Takeo tampan sekali. Aku suka sekali sampai ingin berteriak kegirangan. Aku suka sekali, tapi aku takut kalau Takeo hanya menggoda. Aku takut, kalau ini hanya perasaan sepihak. Aku takut, kalau semua ini hanya ilusi di pikiranku.
Takeo kembali menegakkan tubuhnya dan berdiri tepat di sampingku. "Iya, deh. Aku jelek sekali, kau sampai benci begitu, ya?"
"Kau menyebalkan, sih."
"Jadi, aku tidak punya kesempatan?"
Mendengar perkataan Takeo, aku mendongak mencari tahu arti pertanyaannya itu. Ke arah mana dia membicarakan ini. Takeo melirikku dan membuat aku justru salah tingkah. Aku menggenggam erat jari-jari, jantungku berdegup terlalu kencang. Bagaimana kalau Takeo mendengarnya?
"Kesempatan apa?" tanyaku sembari menunduk. Aku tahu saat ini pipiku pasti memerah.
"Kesempatan untuk de—"
Suara klakson meredam ucapan Takeo. Kami menatap ke arah mobil yang dengan sengaja merusak pembicaraan kami. Di jendela belakang ada Harumi dan Shizuko yang melambaikan pada kami. Ah, padahal tadi aku berharap Takeo mengatakan kalau dia ingin dekat denganku. Kalau begini, tidak mungkin, kan? Timing-nya sudah tidak pas.
Lagipula aku ini berpikir apa, sih? Tidak mungkin Takeo menyukaiku. Jangan berpikir yang aneh-aneh. Pasti dia hanya mau menggodaku. Dibandingkan aku, Takeo lebih cocok dengan Akemi. Mereka juga teman kecil, sudah pasti ada chemistry di antara mereka.
"Ayo naik!" seru Harumi.
Aku berlari kecil ke arah mobil Harumi, diikuti Takeo di belakangku.
"Mana yang lain?" tanya Shizuko, "Pasti belum datang, ya? Kebiasaan sekali dua manusia jam karet itu."
"Seperti baru kenal saja, sih. Mana mungkin bisa on time? Harus disusul ke sana," jawab Takeo.
"Akemi katanya sudah dekat sini, tunggu aja. Ini barusan aku di-chat. Dia kirim foto juga, semoga saja tuh anak tidak bohong." Harumi menunjukkan ponselnya. Di sana ada foto lampu merah di jalan dekat Azabu. "Ayo masuk."
Takeo membuka pintu mobil Harumi dan masuk duluan ke bangku bagian belakang. Aku mengekor dan duduk di bangku tengah sebelah Shizuko.
"Berarti kita hanya jemput Rei saja, kan?" tanya Shizuko. "Benar-benar, deh. Memang jam segini kurang siang, ya?"
Word: 951
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top