⛅Prolog⛅

Playlist: Beautifull Feeling - Day6
-----------------------------

Angin berembus lembut memainkan untaian rambut. Terik matahari menembus jendela, rasa hangat menjalar. Suara ketukan, membangunkanku dari tidur. Pena yang tergeletak lemah terjatuh ke lantai beriringan dengan kaki ringanku bergerak lincah menyambut kedatangan lelaki di ambang pintu.

"Hai!" sapaku, lambaian tangannya membalasku. Senyum tipis terpatri jelas di bibirnya. Ransel di punggungnya diletakkan sembarangan.

"Sedang apa?" Kulitnya yang kuning langsat tampak bersinar saat tertimpa sinar matahari. Dia mengambil kursi di sebelahku. Melirik kertas-kertas yang tergeletak lemah.

Tubuhku menunduk sedikit, mengambil pena yang terjatuh. "Mengerjakan soal matematika, susah sekali. Sampai tidak sadar kalau tertidur," kekehku yang dihadiahi sentilan kecil di dahi, "bantu aku kerjakan, dong. Bagian ini agak susah dimengerti."

Aku menunjukkan lembar kelima yang berisi angka-angka logaritma. Tangannya mengambil kertasku, mengamatinya sekilas. Bulu matanya yang lentik itu terlihat jelas, sesekali berkedip.

"Bukannya ini sudah dibahas? Kau tidak mendengarkannya, ya?" ujarnya dengan raut ditekuk. "Kerjakan sendiri."

Dia meletakkan kembali kertas ke meja, tampak tidak tertarik. Aku mengerucutkan bibir, berniat menunjukkan rasa kesal karena ucapannya.

Tangannya mengambil pena yang ada di dekatku. Tidak memedulikanku yang sedang sebal, tangannya sibuk mencoret-coret kertas putih di hadapannya.

"Nih! Rumusnya ini. Sana kerjakan. Jangan ganggu aku."

Rumus logaritma yang sama sekali tidak kupahami sudah terpajang di hadapanku. Aku memandang malas sembari melirik ke lelaki di sebelahku. Sibuk sendiri dengan kegiatannya.

"Menulis puisi?" tanyaku, mencoba melirik ke kertas yang ditutupinya. "Buatkan untukku, dong."

"Tentangmu?" Senyum simpul terpatri di sana. Senyum yang begitu manis, andai dia mau lebih sering memamerkannya. "Nanti kau kesal, tidak mau, deh."

"Ayolah," mohonku.

Lagi-lagi senyum simpul --kali ini lebih samar--tercetak di bibirnya. Tangannya tampak sibuk dengan kertas dan pena. Sesekali melirikku seolah mencoba menyelidikiku.

Aku menempelkan wajahku di meja, sembari memperhatikan lelaki di sebelahku. Wajahnya yang kecil tampak kurus dengan tulang yang menonjol di sekitar pipinya. Bulu matanya lentik, seolah ingin menyembunyikan bola mata kecokelatan di dalam sana. Kacamata yang biasanya bertengger di wajahnya membuat ia terlihat menyeramkan. Anehnya, hari ini dia tidak mengenakan. Dia terlihat lebih ramah.

"Nih!" Dia menyodorkan selembar kertas yang membuyarkan semua lamunanku.

Buru-buru aku mengambil kertas itu. Tulisan tangannya kecil-kecil tapi rapi, ada gambar bintang di samping judulnya. Dia memberi judul bintang malam.

Malam hari ada bintang
Berusaha bersinar
Temannya bersinar terang
Hanya sayup yang terlihat darinya

Malam hari ada bintang
Tampak bersinar terang
Diam-diam dia menangis
Dia takut bersinar terang

Malam hari ada bintang
Tangisnya pecah
Semakin bersinar
Semakin terang

Malam hari ada bintang
Dia tepat di sebelahku
Dia terlalu terang
Namun dia takut

Aku tersenyum tipis usai membacanya. Bintang malam, itu aku, ya? Bersinar terlalu terang, namun aku ketakutan.

"Jelek, ya?"

"Terlalu jujur," balasku sembari tersenyum kecut.


Word: 425

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top