Yang lalu




"Bri..."

Bright yang sedang asyik mengamati foto di layar laptop base camp mendongak ke arah pintu. "Eh, Win. Masuk aja. Sori, tadi nggak ngeuh kamu ada di situ. Sudah lama ya?" Mata teduh Bright menatap Win lurus-lurus.

Jantung Win deg-degan nggak beraturan. Selalu begitu setiap berhadapan sama Bright, dia mendadak lemas. Kalau Bright superhero, kekuatannya ada pada matanya.

"E-eh, uhm... nggak sih. Baru kok," jawab Win kikuk sambil melangkah masuk dan duduk di kursi kosong di hadapan Bright.

"Ada apa, Win?" suara Bright lembut dan tenang seperti biasa. Dia bukan cowok berpenampilan modis ala metroseksual dengan potongan rambut up to date yang banyak berkeliaran di Bandung raya. Rambut Bright bergelombang dan sedikit panjang. Kacamata bingkai hitam bertengger di hidung bangirnya yang tegas, tapi sorot mata tajam dan teduh itu nggak bisa disembunyikan kacamatanya. Suaranya juga dalam dan lembut.

Bright itu... one of a kind.

Win buru-buru menekan tombol pause lamunannya. "Mm... ini, Bri... aku bawa materi dari anak-anak Budaya untuk acara peduli anak, kolaborasi Pencinta Alam dan Budaya. Di sini ada detail lengkap acara yang bisa kami sumbang, barang-barang yang mau kami lelang, plus tenaga yang bisa membantu. Ada detail-detail lain juga sih. Nih..." Win menyodorkan sebundel kertas pada Bright.

Bright tersenyum sangat manis sambil menerima proposal dari tangan Win. "Aku lihat-lihat sekilas ya." Lalu, "Win...?"

"Ya, Bright?" Jawaban Win terlalu cepat dan agak panik, takut ke-gep lagi bengong,

"Overall sih kayaknya oke. Tapi aku obrolin dulu sama anak-anak Pencinta Alam yang lain ya? Biar fix. Siapa tahu ada yang punya usulan lain. Habis itu kita meeting bareng anak PA dan anak Budaya, gimana?"

Win mengangguk setuju. "Sure. Kalau gitu, aku jalan dulu ya. Kalau ada apa-apa, just call me, Brii." Rasanya Win pengin menggetok jidat sendiri pakai pentungan satpam.

Apa-apaan tuh tadi? Just call me?! Flirty banget sih!

Harusnya bisa pakai kalimat lain yang lebih 'aman'. Misalnya: kontak, telepon, SMS, atau apa kek!

"Eh, sebentar, Win!" Bright membuka laci, lalu mengeluarkan sesuatu. "Nih... buat melengkapi Venice."

Win tertegun menatap apa yang disodorkan Bright. Kertas putih dengan sketsa gondola khas Venesia. Win nggak nyangka Bright bakal ingat. Win memang pernah nggak sengaja bilang

Bahwa dia pengin mencari gambar gondola ala Venesia tapi yang dibuat dari sketsa pensil untuk ditempel di halaman Venice dalam album Honeymoon Dreams-nya.

Ini pasti buatan Bright. Cowok ini jago gambar—dalam artian, benar-benar jago. Bright bercita-cita jadi animator kelas dunia yang terlibat dalam pembuatan film-film animasi terkenal. Dada Win berdesir. Bright membuatkan ini untuknya.

"Eh... jelek ya, Win? Sini, biar aku benerin. Apa yang kurang dari gambarnya?"

"Nggak, nggak. Ini bagus. Bagus banget! Sesuai bayanganku. Makasih ya, Bri. Makasih banget. Mm, ya sudah... aku jalan dulu ya? Nanti kalau sudah ditempel di album, aku kasih lihat kamu."

Bright mengangguk sambil tersenyum, menatap punggung Win yang menjauh dari pintu base camp, lalu membuang napas berat. Satu lagi kesempatan lepas. Bright membuang napas lagi.

Bego banget dia terjebak pikiran buruknya sendiri karena takut ditolak. Dia jadi kalah sebelum berperang. Kalau saja dia berani mencoba, pasti dia nggak menyesal seperti sekarang. Kalaupun ditolak, paling nggak dia sudah mencoba, kan?



**



Dua bulan kemudian...

Win bengong nggak percaya. Serius?! Bright bakal pindah dari kampus ini? Bukan ke Jakarta atau Surabaya atau Jogja atau kota-kota di Indonesia yang lain, tapi ke Australia!

Setelah mengajukan lamaran beberapa waktu lalu dan mengirimkan beberapa contoh desainnya untuk program beasiswa, akhirnya Bright dipanggil untuk menerima beasiswa dan melanjutkan sekolah khusus calon animator di sana.

Hari ini hari terakhir Bright di kampus. Dia mentraktir semua anak PA dan anak Budaya di Bakso Mas Miun sampai gerobak baksonya kosong. Semua makan bakso dengan kalap karena gratisan, kecuali Win. Dia terlalu bingung untuk makan. Dadanya mendadak sesak karena diam-diam nggak rela Bright pergi. Tapi, mana mungkin Win menyatakan cinta duluan? Sampai sekarang, semua sinyal yang Win kasih sepertinya nggak pernah Bright balas.

Mungkin cowok itu memang nggak suka sama Win. Mungkin Win bukan tipenya.

Bright tertegun di pojokan base camp. Sekarang semuanya sudah terlambat. Dia sudah mau pergi. Percuma menyatakan cinta sekarang. Bright harus menutup buku soal cintanya yang nggak kesampaian pada Win.

Sekarang waktunya dia mengejar mimpi.



**



"Eh, Love, si Bright apa kabar ya? Dateng nggak ya dia?" Dan serta-merta pipi Love menggembung bagai ikan buntal karena berusaha mencegah Thai tea-nya menyembur bebas. "Gile lo, Win! Lo masih mikirin si kutu kertas raja hutan?!"

"Siapa yang mikirin? Gue cuma kepikiran. Mendadak."

Mata Love menyipit jahil. "Hmm... itu berarti, di dasar hati lo yang paling dasar, lo masih mikirin dia. Hasrat terpendam yang—mmm, bukan, bukan hasrat... tapi nafsu— nafsu terpendam yang penasaran karena dia pergi sebelum lo pernah mencicipi bagaimana rasanya melumat bibirnya yang—"

"Ssst! Diem deh, Jangan sampe gue bilangin Dean bahwa menurut lo First lebih hot dari dia," ancam Win sadis. Dean pacar Love itu cemburuan banget. Kalau sampai Win beneran ngadu, Love jelas terancam berantem sampai tiga kali bulan purnama.

Hhh... pakai baju apa ya ke resepsi Tawan? Win berpikir dalam hati. Kayaknya dia harus bikin jas baru deh. Sudah lama juga dia nggak ke resepsi pernikahan. Apalagi ini resepsi mantan pacar, yakin deh, pasti ada yang usil menilai Win. Dia harus tampil maksimal. Lagian, siapa tahu aja Bright datang.

Win terhenyak. Tersipu sendiri karena lamunannya. Betul juga sih omongan Love tadi. Dulu memang Win pernah diam-diam membayangkan gimana rasanya berciuman sama Bright. Hah, tapi jangankan ciuman, gandengan tangan aja belum pernah, kecuali salaman dan toss bisa dihitung sebagai gandengan.

"Eh, Win, lo jadi jual paket yang itu?"

Win tertegun. Tanpa harus menjelaskan paket apa, dengan menyebut kata itu Win paham paket apa yang dimaksud Love. Paket perjalanan bulan madunya bersama Mil. Setelah sekitar setahun Mil meninggalkan Win begitu saja, konsep dan rute perjalanan yang khusus Win buat untuk bulan madu mereka masih tersimpan rapi di file folder komputernya. Waktu Mil bilang mau melamar Win dan kemungkinan mau menikahinya dalam waktu dekat, dengan semangat Win merangkai rencana bulan madu impiannya. Begitu istimewa, begitu romantis, khusus untuk dia dan Mil. 

Itu paket perjalanan spesial yang dirancang langsung oleh sang Ahli Bulan Madu. Win mengerjakannya sepenuh hati karena itu untuk dirinya sendiri. Dan setelah semua gagal, Win masih menyimpan semua detail paket itu. Dia nggak tega memusnahkannya, mengingat betapa bahagia dirinya waktu menyusunnya. Tapi dia juga nggak rela menjualnya, mengingat itu adalah impiannya. Hanya saja... setelah sekian lama akhirnya Win sadar, kenangan apa pun tentang Mil nggak pantas disimpan.

"Iya, jadi, Gue akan jual paket itu. Daripada disimpan sia-sia gara-gara Mil, lebih baik gue jual. Menyimpan paket itu cuma bikin gue nggak bisa ngelupain kekecewaan gue. Kalau gue jual, kan bisa bikin bahagia orang lain... dan jadi duit tentunya."

"Cocok!" Mix mengangkat dua jempol.

"Lo harus bisa memusnahkan Mil dari hidup lo sampe ke debu-debunya, Win. Masa lihat pantat montoknya si Mon itu aja langsung belok! Nanti juga si Mon bakal ditendang sama Mil kalau dia ketemu perempuan montok kayak Beyonce."

Win tertawa pelan. "Paham, Bos Mix. Lagian, untuk bulan madu gue sama pasangan masa depan gue nanti, gue akan bikin semuanya baru. Khusus gue bikin buat dia, si calon masa depan gue itu."

"Luke ya?" Love nyengir. Luke itu staf marketimg biro tour and travel besar rekanan Honeymoon Express. Win dan Luke memang nggak jadian, tapi beberapa bulan terakhir kedekatan mereka cukup intens. Urusan bisnis selalu ditambah dengan acara ngopi atau makan bareng. Win cukup nyaman dekat cowok itu, yang sopan tapi penuh ambisi. Mereka memang belum lama kenal, tapi kayaknya Win nggak keberatan kalau jadian sama Luke. Bahasa tubuh Luke yang akrab cukup bikin Win ge-er bahwa kedekatan mereka memang di atas level 'sahabat'.

Yah... itu juga kalau Luke ada niat nembak dia.





Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top