Ruins Everything
**
Langit semakin gelap. Api unggun di depan tenda sudah menyala hangat. Puncak kejutan yang Win dan tim siapkan akan Bright saksikan sebentar lagi.
"Kita nunggu apa nih, Win?" Bright menoleh ke arah Win yang duduk di sebelahnya.
Win nggak langsung menjawab. Matanya menatap lurus ke laut lepas. Tak lama kemudian senyum mengembang di bibirnya. "Itu. Mudah-mudahan kamu suka. Eh, maksudnya, mudah-mudahan Nevvy suka—kalian suka." Telunjuk Win menunjuk ke depan. Perlahan pandangan Bright mengikuti arah telunjuk Win. Bright tercekat.
"Ini, ini... gitar, mana gitarnya? Lagunya, Bri, lagunya! Itu... I can't smile without you! Buruan!" Win buru-buru menyodorkan gitar ke arah Bright dengan tangan kanan, sementara tangan kanan kirinya sibuk memegang kamera.
"Ha?" Bright melongo.
Win melotot sambil menekan tombol ON di kamera.
"Nyanyi... nyanyiii! Jangan foto melulu, sekali-sekali video. Ini bagus banget soalnya." Sebelah tangan Win bergerak-gerak memberi kode supaya Bright segera bernyanyi. Sedetik kemudian kebingungan Bright hilang. Tangannya memetik gitar dan mulai bernyanyi:
"You know I can't smile without you... Can't smile without you..."
Bright tak bisa berhenti menatap takjub pada pemandangan di depannya yang mengiringi dia bernyanyi. Perahu-perahu kecil tak bermotor yang tadi sepertinya hanya mengapung-ngapung di air tanpa tujuan, sekarang berubah menyala gemerlap dengan warna-warni lampu hias yang terangkai indah di sekeliling badan perahu. Laut yang gelap mendadak bersinar romantis. Cuma ada suara angin, debur ombak dan suara gitar yang mengiringi Bright menyanyi. Jemari Bright masih memetik gitar, sambilmembayangkan seandainya Nevvy bisa ada di tempat ini.
Ini betul-betul indah. Cahaya lampu warna-warni yang berpendar dari badan perahu membuat mereka seperti berada di negeri dongeng, bukannya di salah satu pantai di Bali. Mereka seperti sedang berada di negeri antah berantah bersama para peri.
Win berdiri persis di belakang Bright. Merekam pria itu bernyanyi dari belakang. Win ingin rekaman itu menangkap sosok Bright dari belakang agar Nevvy bisa melihat apa yang Bright lihat sekarang.
Video ini akan jadi sangat romantis.
"I cant laugh, and I can't sing I'm finding it hard to anything..."
Tiba-tiba langit bercahaya, lampion-lampion kertas bermunculan dari perahu dan beterbangan memenuhi langit seperti kunang-kunang raksasa. Dada Bright terasa sesak. Mendadak matanya panas, bulu kuduknya meremang karena kagum. Dia sampai terbatuk supaya suaranya nggak bergetar saat bernyanyi.
Dia yakin, Nevvy pasti akan menangis terharu kalau menyaksikan semua ini. Bright nggak menyangka Win akan memikirkan sedetail ini. Dia memperhatikan saat Bright bercerita tentang Nevvy yang tergila-gila dengan film animasi Disney Tangled. Bahwa Nevvy begitu jatuh cinta dengan adegan lampion-lampion yang diterbangkan ke langit memenuhi angkasa setiap peringatan ulang tahun sang putri yang menghilang.
"Bagus banget ya?" Tiba-tiba Win sudah kembali duduk di samping Bright. Senyumnya mengembang, menatap takjub lampu-lampu di kapal dan lampion-lampion yang melayang di udara. "Aku juga selalu suka film-film Princess Disney. Kalau melihat ke situ aja...." Win menunjuk ke arah lautan dan langit yang berpendar indah. "Rasanya seperti ada di dunia Disney. Stres jadi hilang sejenak." Win terkekeh garing. Bright terdiam.
"Tahu nggak...," lanjut Win, masih menatap ke depan.
"Aku sering berkhayal kalau aku jadi salah satu tokoh di film Disney. Nyanyi-nyanyi, nggak usah mikirin kerjaan, dan yang pasti nggak pusing mikirin kapan kawin karena ada pangeran keren yang mau berkorban melakukan apa pun demi aku. Dansa romantis, menari-nari di padang rumput, boncengan naik kuda putih... terus live happily ever after." Win terkekeh lagi dengan khayalannya.
Tiba-tiba Win berbalik dan menepuk pundak Bright spontan. "Eh, kamu tuh kayak pangeran di cerita Disney yang bikin kejutan romantis buat sang putri. Yah... biarpun aku sih yang ngerjain, tapi kan idenya dari ka—"
Kalimat Win menggantung di udara. Tersadar bahwa sejak tadi Bright menatap ke arahnya dengan ekspresi tak terbaca. Bright terenyak, membayangkan betapa indah dunia di dalam kepala Win sampai dia bisa menciptakan momen seindah ini. Dia mewujudkan sesuatu hanya dengan mendengar cerita singkat dari orang lain. Betapa Win mengerjakan semua ini dengan sepenuh hati.
Bright menelan ludah saat menatap manik mata Win. Dia baru menyadari betapa bening mata pemuda itu yang berbinar tulus. Binar mata yang sama seperti yang Bright lihat setiap kali mereka mengobrol canggung di kampus dulu. Binar mata yang membuat Bright nggak percaya diri dan takut untuk menyatakan cinta. Binar mata yang membuat Bright merasa kalau cowok seperti Win lebih cocok sama cowok supel dan populer seperti Tawan, bukan cowok pencinta alam yang kurang gaul seperti dia.
Binar mata itu yang membuat Bright kehilangan kendali dan tahu-tahu saja bibirnya mencium bibir Win. Seolah benaknya terhipnotis, tanpa sadar Bright merubuhkan benteng pertahanannya sendiri. Membebaskan dirinya yang selama ini sengaja dia kurung rapat-rapat agar tidak berbuat macam-macam dengan Win. Binar mata permuda itu terlalu menghipnotis. Bibir itu terlalu mengundang. Hati Bright menghianati akal sehatnya sendiri.
Win tak berdaya. Mata Bright yang menatap lembut langsung ke matanya begitu memikat. Dulu... hanya membayangkan dipeluk Bright saja jantung Win serasa mau meledak. Dan sekarang, bukan hanya tangan kokoh Bright yang memeluk pinggang Win, tapi bibir hangat pria itu... mencium lembut bibir Win. Rasanya ada yang salah dari semua ini. Tapi nggak secuil pun bagian diri Win bereaksi untuk menolak.
Ciuman Bright lembut. Tubuh Win seperti melayang, mungkin karena kupu-kupu di perutnya sekarang beterbangan ke segala arah.
Win suka wangi parfum Bright yang samar-samar tercium saat mereka begitu dekat. Win suka cara Bright mencium bibirnya. Nggak memaksa, nggak mengintimidasi.
Ciuman Bright membuat Win nyaman, tenang, dan... seolah dia jatuh cinta jutaan kali lipat daripada sebelumnya. Membuat Win ingin Bright menciumnya terus.
Ciuman Bright seperti ciuman yang sudah bertahun-tahun Win tunggu. Mimpi yang jadi kenyataan. Belum pernah Win merasa jantungnya berdegup sedahsyat ini.
Win merasakan pelukan Bright di pinggangnya semakin erat. Tanpa sadar tangannya mulai melingkari bahu Bright dan mengusap pelan tengkuk pria itu. Win ingin memiliki Bright.
Dunianya sore ini seakan dicuri begitu saja oleh laki-laki itu. Biarpun Bright sudah jadi calon suami orang—Win tersentak.
Calon suami orang....
Calon-Suami-Orang.
Kata-kata itu berkecamuk di benak Win. Kesadarannya yang tadi sempat hilang seperti memanggil-manggilnya kembali ke dunia nyata. Dia ditampar oleh kenyataan.
"Bright—!" Seperti terkena sengatan listrik, Win menarik diri dan mendorong tubuh Bright menjauh. Susah payah Win terpaksa membuang semua perasaan memabukkan tadi. Terpaksa menelan lagi dengan pahit setiap detik debaran yang dia rasakan tadi. Seharusnya nggak kayak gini! Win mengusap bibirnya kasar bermaksud memarahi diri sendiri.
Ini salah!!!
Win mematung menatap pria itu. Bright juga mematung menatap Win. Bibirnya terbuka tapi nggak ada suara yang keluar.
Lampion-lampion makin tinggi beterbangan ke langit. Lampu-lampu masih menyala di perahu yang mengapung tenang. Sungguh bertolak belakang dengan gejolak hati Win dan Bright. Mereka berdua sudah mengacaukan semuanya. Seharusnya ini kejutan romantis. Bukan untuk mereka berdua, melainkan untuk dinikmati masing-masing. Mereka seharusnya nggak—
Kotor! Win betul-betul merasa kotor. Bisa-bisanya dia hilang kendali dan melakukan hal menjijikkan seperti tadi. Berciuman dengan calon suami orang?! Tugasnya adalah menciptakan bulan madu romantis untuk Bright dan Nevvy, bukannya jadi pengganggu hubungan mereka!
Ini gila! Dia sudah melakukan tindakan yang paling dia benci! Ini kesalahan fatal!
"Tega kamu, Bright..." Win melangkah mundur. Menjauh dari Bright, jarak mereka terlalu dekat, Win harus menjauh—lebih jauh lagi.
"Win! Tunggu, Win..." Dengan ekspresi yang tak kalah shock, Bright meraih tangan Win. Berusaha menarik pemuda itu kembali. Dia harus meluruskan situasi ini.
Wajah Win basah oleh air mata. Dia cuma bisa menatap Bright dengan ngeri dan nggak percaya. Win menggeleng pelan. Berusaha melepaskan genggaman tangan Bright.
"Lepasin, Bright! Lepasin!"
"Win, please. Jangan kayak gini. Kita bicara dulu." Bright berusaha menatap mata Win, menolak melepaskan genggaman tangannya. Dia nggak bisa melepaskan Win tanpa menjelaskan apa-apa. Dia nggak bisa membiarkan Win menganggap dirinya pria tukang selingkuh.
"Kamu tega! Tega kamu bikin aku jadi pengganggu hubungan orang!" jerit Win sebelum dia
mendorong tubuh Bright kuat-kuat lalu berlari menjauh, mengabaikan pemandangan lampion-lampion berpencar karena tertiup angin.
"WIN! Tunggu, Win!"
Win berbalik sekilas menatap Bright tajam. "Kalau kamu berani kejar aku, aku nggak akan mau kenal kamu lagi!" ancam Win sebelum kembali berlari pergi.
**
"Check out, Mbak?"
Resepsionis itu mengangguk. "Iya, Pak. Pak Win tadi datang buru-buru, mengambil barang di kamar, dan langsung check out."
Bright mengacak-acak rambutnya sendiri. Kesal karena semua jadi kacau. Seharusnya dia bisa menahan diri. Sekarang jadi ada dua hal yang harus dia selesaikan. Bulan madu untuk Nevvy dan membereskan semua kesalahpahaman ini dengan Win.
"Argh!!!" Bright meninju udara kosong dengan penuh emosi.
Bright melihat sekeliling. Win pasti belum jauh. Dan dia benar. Dari kaca pintu samping hotel Bright melihat Win berdiri gelisah menunggu taksi. Secepat kilat Bright berlari menghampiri sebelum pemuda itu pergi.
"Win! Tunggu!" Bright meraih pegangan koper Win supaya pemuda itu tidak lagi kabur. Sekilas Bright melihat koper Win tidak tertutup sempurna, ujung sweter telihat menyembul dari bagian yang terbuka. Pasti dia membereskan barang-barangnya asal-asalan.
Mata Win terbelalak gusar melihat Bright berdiri menahan kopernya. "Kamu belum tuli, kan? Tadi kamu dengar aku ngomong apa. Jangan kejar aku, atau aku nggak mau kenal kamu lagi."
"Aku nggak peduli," jawab Bright lantang.
Dahi Win mengernyit kaget. Ekspresinya semakin gusar. "Kamu nggak peduli?"
"Iya, aku nggak peduli kamu nggak mau kenal aku lagi, asal aku nggak kamu cap buruk seumur hidupmu." Win tersentak.
"Kita bicara di kamarku," pinta Bright sambil menatap Win lurus-lurus.
"Di kamar kamu? Maksud kamu apa? Ngapain kita harus ke kamar kamu, Bri?! Kamu anggap aku ini apa? Cukup, Aku mau pulang." Jantung Win berpacu kencang. Kurang ajar sekali Bright. Setelah kejadian tadi beraniberaninya dia mengajak Win ke kamarnya!
"Kamu ngomong apa sih? Aku ngajak kamu ngobrol di kamarku supaya kita nggak ribut-ribut di tempat umum, Win."
Win menatap Bright tegang.
"Kamu boleh teriak minta tolong kalau aku nanti macam-macam sama kamu. Panggil sekuriti. Tapi aku mohon, kasih aku kesempatan bicara sama kamu."
Entah apa yang terkandung dalam tatapan mata Bright sampai akhirnya Win mengangguk setuju dan mengikuti langkah pria itu yang menyeret koper Win menuju kamarnya.
**
Aroma kamar Bright seperti wangi Bright yang Win hirup waktu mereka berciuman di pantai tadi. Pasti karena Bright berkali-kali menyemprotkan parfumnya di dalam kamar ini.
Darah Win berdesir. Teringat ciuman hangat mereka tadi.
"Kamu mau minum?" Suara Bright membuyarkan lamunan Win. Releks dia mengerjapkan mata lalu menggeleng cepat.
"Makasih. Langsung aja. Kamu mau ngomong apa?"
Dengan canggung Bright yang berdiri di hadapan Win, maju selangkah lebih dekat. Bright mencoba menatap langsung mata Win sambil menarik napas dalam-dalam sebelum bicara. "Aku minta maaf, Win."
Win menahan napas. Membalas tatapan Bright. Minta maaf. Apa artinya Bright menyesal mencium Win? Apa mencium Win adalah kesalahan untuk Bright?
Tanpa sadar Win merasa tertohok kalau Bright menganggap ciuman tadi sebuah kesalahan. Ciuman kosong tanpa perasaan. Itu artinya Win nggak ada artinya, kan?
Mata Bright masih menatap Win lurus-lurus. Entah karena terlalu dekat dengan Win atau mungkin karena mata Win yang bening, irama napas Bright tiba-tiba saja berubah lebih cepat. "Win, aku—"
Entah energi apa yang sejak tadi melingkupi mereka. Atau mungkin Cupid si peri cinta sedang usil menembaknembakkan panahnya sembarangan. Tanpa bisa dihentikan, tiba-tiba saja bibir Bright mencium bibir Win lagi. Penuh perasaan, lebih kuat daripada sebelumnya.
Win merasa cowok itu sudah gila. Kesurupan. Atau entah apa. Setelah meminta maaf, lalu ini yang Bright lakukan? Menciumnya lagi?!
Seharusnya Win menampar atau menendang Bright karena berani melakukan ini. Tapi boro-boro menampar, Win bahkan nggak bisa menahan diri untuk nggak membalas ciuman Bright. Dia kembali terhanyut. Terlena dalam ciuman Bright. Bibir Bright terasa hangat. Bulu kuduk Win meremang ketika Bright membelai pipinya lembut. Jantungnya seoleh berhenti saat tangan Bright menekan punggungnya, menarik tubuh Win hingga mereka melekat tak berjarak. Win nyaris bisa mendengar detak jantung Bright.
"Win...," gumam Bright lembut di antara ciumannya. Jemarinya meremas rambut Win pelan.
Sekujur tubuh Win seolah lemas kehilangan energi. Tatapan dan ciuman pria itu seperti menyedot energinya. Dia bahkan releks mundur saat Bright mendorongnya pelan ke arah tempat tidur.
Apa yang bakal terjadi, terjadilah...
Kalau mereka bisa menyimpan rahasia, nggak mungkin ada yang tahu. Love nggak akan tahu, Nevvy nggak akan tahu....
Nevvy....
Calon istri Bright.
"Bright!" Win buru-buru mencoba melepaskan diri dari pelukan Bright.
"Win...." Setengah sadar dengan napas terengah Bright menatap Win bingung.
"Stop, Bright! Stop!" Dengan keras Win mendorong tubuh Bright. Matanya terbelalak marah bercampur panik menatap Bright. "Kamu—! Dari awal memang ini kan niat kamu ngajak aku ke kamarmu?! Kamu brengsek!"
"Win, tapi...." Bright mendadak linglung. Bukankah Win merespons dia tadi? Bukankah Win juga nggak menolak Bright?
"Aku pulang!"
"Tunggu! Aku sama sekali nggak berniat jahat sama kamu. Semua itu...." Bright mengejar Win dan berusaha menghadang langkahnya di depan pintu.
Mata Win menyipit marah. Kecewa, "Kamu nggak mau ada keributan, kan? Sekarang minggir, Atau aku akan ikuti saran kamu untuk manggil sekuriti," ancam Win tajam. "Aku bilang minggir!" bentak Win keras sampai Bright benar-benar menyingkir.
Tanpa menoleh ke belakang lagi Win berlari menyeret kopernya. Ini sudah keterlaluan. Air matanya meleleh tak terbendung.
**
Love mencopot irisan timun dari matanya karena suara bel yang bertubi-tubi. Sambil menahan supaya dahinya nggak berkerut marah dan membuat maskernya retak, Love berjalan tergesa-gesa ke pintu. Bel rumahnya seperti korslet, atau memang ada manu sia barbar dari zaman purba yang kebetulan lewat lalu tergoda untuk mencoba memencet-mencet bel.
"WIN?!"
Prakkk! Masker Love retak tanpa ampun. "Kenapa lo?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top