I'm a Professional. A Deal is a Deal
Win berlari-lari kecil di koridor rumah sakit. Tiba-tiba dia dapat telepon dari Dean, pacar Love, yang panik meminta tolong Win agar segera ke rumah sakit. Katanya, Love masuk UGD setelah jatuh dari tangga loteng di rumahnya. Dean bilang dia lagi meeting, belum bisa ke rumah sakit dan Love harus segera dioperasi.
Win berlari makin panik. Apakah sahabatnya itu sampai gegar otak dan nggak sadarkan diri?! Gimana kalau Love koma? Gimana kalau kondisinya semakin gawat, lalu—?
"Win! Tunggu!" Win berbalik. Bright yang sudah selesai memarkir mobil berjalan cepat menghampiri Win.
Win ke sini diantar Bright karena Win mendapat telepon dari Dean saat dia sedang meeting dengan Bright. Mendengar Love kecelakaan, Bright langsung menawarkan diri untuk mengantar.
"Ayo, Bri! Aku takut Love kenapa-kenapa!" Win mempercepat langkah. Dia harus segera melihat keadaan Love. "Suster, UGD-nya di sebelah mana ya?" Win mencegat seorang suster yang sedang sibuk mendorong kereta penuh nampan obat.
"Mas lurus aja, nanti belok ke kanan. UGD-nya ada di lorong pertama."
"Makasih, Sus...." Win berlari lagi.
Win melangkah masuk ke ambang pintu UGD dan langsung disambut salah satu suster yang bertugas. "Sus, anu... saya... saya mencari temen saya, namanya Love. Tadi katanya dia di UGD dan harus dioperasi. Dia di mana, Sus? Dia nggak apa-apa, kan? Apa keadaannya gawat? Dia bisa diselamatkan kan, Sus?!"
"Oi! Drama deh! Siniii!" Tiba-tiba suara cempreng Love bergema dari salah satu pojok UGD. Win menoleh ke arah suara itu. Katanya tadi jatuh dan mau dioperasi. Kenapa masih ngember gitu?! Win melangkah cepat ke arah Love yang tampak terbaring di salah satu kasur di pojokan. "Kok lo masih teriak-teriak kayak orang utan sih? Katanya lo mau dioperasi? Emangnya lo kenapa sih? Oh, gue tahu... lo mau operasi otak ya? Baru sadar ya kalau otak lo melenceng?"
Love mendelik keki. "Sialan! Gue kecelakaan malah diledekin! Kejam banget. Eh, kok ada Bright?"
Win mengamati Love. "Dia lagi meeting sama gue pas Dean telepon. Sakit apanya sih?"
"Gue jatoh gara-gara ngambil jemuran. Si Warsih lagi pulang kampung. Kaki gue retaaakkk!"
Win mengernyit. "Kaki retak kok bisa teriak-teriak? Muka lo juga nggak kayak kesakitan."
"Gue dikasih pain killer, Saaayyy! Win, please lo kasih tahu dokternya bahwa gue nggak mau dioperasi. Gue takuttt! Si Dean ngotot banget bahwa gue harus mau operasi. Dia sih enak ngomong doang!" bisik Love dengan muka panik.
"Lho, gimana sih? Kalau emang kaki lo harus dioperasi, ya operasi lah. Lo mau sembuh nggak?"
"Kan banyak metode lain. Lo bawa gue cabut dari sini, ke tukang reparasi tulang alternatif aja deh. Katanya kan nggak pakai sakit. Cuma didoain sama dipegang-pegang, terus sembuh. Ya, ya, ya, please?" rengek Love.
Win melotot. "Hah? Gila lo, Yul! Jangan aneh-aneh! Kalo di rumah sakit, udah jelas lo akan dibius. Nggak bakal terasa apa-apa. Di tempat kayak gitu, kalau metodenya nggak beres, lo mau minta tanggung jawab ke siapa? Terus apa tadi lo bilang, dipegang-pegang? Lo minta gue bawa ke dukun mesum?!"
Love merengut. "Gue takut dibius, Win!"
Sebetulnya Win pengin cekikikan melihat Love merengek-rengek kayak anak kecil begini, tapi dia nggak tega juga. "Udah deh, dokter ortopedi di sini yang terbaik kok. Lo pasrah aja, oke? Gue keluar dulu, mau ngisi formulir lo."
"Win..."
"Udaaah... Nurut aja!"
"METAWIIIN!"
Win berbalik dan berjalan cepat meninggalkan Love sebelum sahabatnya itu mengeluarkan jurus-jurus yang bisa bikin Win menuruti rengekannya. Sekarang Win harus mengisi formulir persetujuan operasi di bagian adimistrasi. Win baru kali ini ke rumah sakit yang ini.
Setelah tadi pusing mencari UGD, sekarang dia pusing mencari bagian adimistrasi. "Bri, titip Love sebentar ya. Jangan sampe dia kabur," pesan Win sebelum benar-benar keluar ruangan.
Bright meringis. "Oke."
**
"Nih..." Bright menyodorkan sebotol jus yang dia beli di minimarket rumah sakit pada Win.
"Thank you." Win beruntung banget ada Bright. Dia mau menemani Win menunggu Love dioperasi. Love sudah selesai operasi dan sekarang mereka sudah di ruang perawatan, menunggu Love sadar. Biarpun sebelumnya penuh drama nggak mau operasi dan minta dibawa ke dukun tulang, plus tangisan Love yang takut kalau dibius nggak bakal bangun lagi alias mati muda, akhirnya dia dibawa masuk. Itu pun setelah seorang dokter muda nan ganteng membujuknya dengan kalimat yang mendayu-dayu.
Padahal, mau dokternya muda dan ganteng atau keriput dan sadis, yang namanya operasi ya tetap saja sakit. Kadang-kadang Love sering berubah jadi mendadak bego kalau berhadapan dengan manusia ganteng.
Tok! Tok! Tok!
Nggak lama setelah suara ketukan, pintu terbuka. Luke masuk ke ruangan. "Win?"
Win buru-buru berdiri menyambut Luke. "Kirain nggak jadi ke sini...."
Luke tersenyum lebar. "Tadi aku takut nggak sempat, soalnya lagi followup klien. Tapi ternyata sempat. Apalagi tadi pas ngebatalin meeting kita sore ini suara kamu di telepon kedengaran panik banget. Terus, gimana Love?"
Lalu mata Luke sekilas menatap Bright penuh tanda tanya.
"Oh iya, kenalin Luke, ini Bright. Dia temen kuliahku dan Love. Sekarang dia jadi klien Honeymoon Express. Tadi kami lagi meeting, tahu-tahu Dean telepon. Bright, ini Luke... dia..."
Luke dengan cepat menjabat tangan Bright. "Luke, kantor Win sama kantor gue rekanan. Kebetulan gue yang handle kantor Win. Jadi yah... kami akrab juga."
"Bright Vachirawit. Panggil aja Bright." Bright nggak yakin dia salah lihat atau nggak, tapi rasanya dia melihat kilat kecewa di mata Win waktu Luke menyebutnya rekanan baru dan menyebut kata akrab belakangan, seperti hanya tambahan.
"Oh ya, ini kartu nama gue. Siapa tahu kapan-kapan mau tur yang bukan bulan madu." Luke tiba-tiba menyodorkan kartu nama.
Bright menerima kartu nama Luke lalu mengeluarkan kartu namanya sendiri. "Ini kartu nama gue, siapa tahu nanti butuh animator untuk iklan atau apa pun."
"Aaaduh! Nggak mau operasssiii!" Suara meracau Love membubarkan acara pertukaran kartu nama.
"Eh, Love.... Udah sadar? " Win buru-buru berdiri di sisi ranjang. Bright dan Luke ikut-ikutan berdiri di belakangnya. Mata Love terbuka pelan-pelan. Tampangnya kayak habis pulang dugem dan mabuk berat. Matanya sembap, mengerjap-ngerjap berusaha mendapatkan pandangan yang jelas.
"Love... ini angka berapa? Lo bisa liat gue nggak?" Win mengangkat dua jari. Bright terkekeh. Win melotot protes. "Ngapain ketawa?"
"Sadis kamu. Love baru sadar, masih pusing, malah disuruh ngitung jari. Bisa pingsan lagi dia. Apalagi jari kamu kurus banget gitu, mana kelihatan."
"Resek kamu ah! Love... Love..."
Mata Love terbuka penuh. "Win... gue nggak mau operasi. Pleaseee...," rengek Love, ngaco.
"Lo sudah beres dioperasi, nenek! Lo lihat, kaki lo udah digips. Dan ternyata bius itu kurang kuat buat bikin lo tidur dan nggak bangun-bangun lagi."
Love mendelik. Lalu matanya melebar kaget melihat siapa yang berdiri di belakang Win. "Lho... kok ada Luke?"
Luke tersenyum lebar mengangkat sebelah tangannya menyapa Love. "Hai, Love. Iya, tadi gue ditelepon Win yang ngebatalin meeting dengan panik, gara-gara lo kritis. Jadi gue ke sini. Hahaha."
Love meringis. "Thanks. Eh, Bright... thanks juga. Kirain udah pulang. Dari tadi di sini?"
Bright mengangguk. "No problem. Eh, Win, Love kan sudah sadar, dan Dean sebentar lagi datang, kan? Aku pamit duluan, nggak apa-apa? Ada meeting nih jam lima."
Win releks melirik jam tangan. "Ya ampun, emangnya sempet? Ini udah jam lima kurang lima belas menit, Bri. Duh, aku jadi nggak enak sama kamu. Kamu kenapa nggak bilang dari tadi sih? Kamu kan nggak perlu nemenin aku."
Tangan Bright menepuk punggung Win pelan. "Udaaah, santai aja. Ada tim lain yang bisa mulai meeting kok. Sudah ya, Love, aku pamit duluan."
Love mengangguk.
"Eh, Win..." Tahu-tahu langkah Bright berhenti di ambang pintu. "Soal weekend ini, kamu berangkat ke Bandung naik apa? Aku kirim sopirku untuk jemput kamu lagi ke Jakarta ya?"
"Nggak perlu, Bri. Tenang aja. Aku bisa pinjam si Nono, sopir kantor kok. Pulangnya aja aku nebeng kamu. Oke?"
Bright mengangguk setuju. "Sip kalau gitu. Bye."
"Ada apa nih di Bandung? Kayaknya aku pingsan cuma beberapa jam, tapi rasanya kayak pingsan satu setengah abad. Kok aku merasa kelewatan banyak banget berita," celetuk Love, menyindir, setelah Bright benar-benar pergi.
Duh! Win baru ingat dia merahasiakan ini dari Love. Sekarang, mau nggak mau ketahuan deh. Bukannya Win ada apa-apa sama Bright, tapi dia memutuskan untuk merahasiakan konsep perjalanan ini dari Love karena malas mendengar Love bawel dan resek. Lihat aja, baru aja sadar dari bius, Love sudah bisa nyeletuk kepo kayak begitu.
"Nggak, Love, lo baru pingsan beberapa jam kok. Lo pikir lo itu semacam vampir yang tidur satu setengah abad dan tetap awet muda?" Win berusaha mengalihkan topik.
"Iya nih, ada apa di Bandung?" Luke ikut-ikutan nyamber, bikin Win dan Love langsung terdiam.
Win tertawa garing. "Ada kerjaan lah, Luke. Aku weekend ini ke Bandung sama Bright. Ngurusin bulan madunya dia."
"Ooo... kirain apa." Bibir Luke membulat. "Eh, Win, kamu masih lama di sini? Love kan udah sadar, kamu mau pulang sama aku sekarang... atau..?"
"Win, di sini dulu, please... Gue nggak mau sendirian. Yaaa?" Tiba-tiba Love merengek lebay.
Win tahu pasti Love sedang akting, tapi aktingnya cukup meyakinkan, sampai-sampai Luke memutuskan untuk pulang duluan.
"Kenapa lo yang berangkat ke sana? Kenapa nggak staf-staf lo yang biasa nanganin ginian?" Efek obat bius tampaknya sudah hilang sama sekali. Love kembali segar, bawel, dan pemaksa. Begitu Luke pergi, serangan interogasi Love langsung dimulai.
"Kan gue pegang proyeknya Bright. Gue nanganin semuanya A to Z, makanya gue harus kerjain langsung supaya perfect. Biasanya juga gitu, kan? Kalau ada perjalanan survei, selalu ada orang kantor yang ikut jalan. Apalagi dalam kasus ini, gue udah menyanggupi buat menangangi langsung." Win mulai risih sama topik ini.
Dari tatapannya yang menyipit plus hidungnya yang berkerut-kerut kayak gitu, Win tahu persis Love belum selesai dan bakal terus menyerang dia.
Love mengangkat sebelah tangan. "Kalau itu gue tahu. Soal lo menangani konsepnya, itu gue ngerti. Tapi tetep aja, kenapa harus lo yang berangkat survei ke sana? Kan bisa Foei atau Tharn? Biasanya juga mereka yang berangkat. Lo kan banyak kerjaan di Jakarta. Lo kayaknya niat banget ya sama proyeknya Bright ini? Jangan-jangan lo akan nginep juga?"
Tuh kan, tepat dugaan Win! Di titik ini Win sudah nggak bisa bohong. Dia mengangguk sekilas. "Tapi kan beda tempat. Gue sekalian nengokin Ivy, sepupu gue yang baru lahiran," kata Win, setengah bergumam—Ivy melahirkannya juga sudah dari kapan tau; mungkin bayinya sekarang sudah mahasiswi. Nama Ivy muncul begitu aja karena mendadak Win terintimidasi omongan Love dan merasa harus punya alasan lain pergi ke Bandung.
"Gue juga bawa si Foei atau salah satu staf yang bisa nemenin gue kok."
"Sama aja."
"Sama aja gimana? Gue kan sering keluar sama klien untuk urusan beginian. Bright sama kayak klien lain."
Kalau ini adegan komik atau ilm kartun, mungkin Love tiba-tiba mengeluarkan palu raksasa dan menggetok kepala Win. Dia tampak gemas menatap Win. "Klien yang lain ya cuma klien. Tapi Bright kan sejak awal terhitung special case! Gue nggak bakal bawel gini kalau Bright bukan siapa-siapa. Lo tahu kan, Win, gue cuma nggak mau terjadi apa-apa."
Kalau didebat terus, Love nggak bakal mungkin mau kalah, bisa-bisa Win makin terpojok. Ini harus segera dituntaskan. "Love, I'm a professional. A deal is a deal. Tenang aja, oke? Gue bisa profesional kok. Ini kan kerjaan gue. Lagian, Bright maunya kalau ada yang kurang langsung dieksekusi di lapangan. Dia sekalian bikin dokumentasi. Kalau gue nurunin staf, mereka tetep aja harus nanya gue dulu. Makanya, untuk menghemat biaya dan waktu, gue sekalian yang turun. Lagian, Bright itu bayar plus-plus, sekalian untuk perjalanan survei, jadi dia berhak dapat servis maksimal."
Love menghela napas. Sebetulnya dia masih khawatir dan belum puas. Tapi alasan yang tadi itu sangat masuk akal. "Pokoknya hati-hati lah, Win. Jangan pernah meremehkan yang namanya perasaan."
Cuma satu yang bisa Win lakukan saat terjebak interogasi Love, dia sok sibuk mengupas apel. Love betul-betul kayak nenek-nenek akhir-akhir ini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top