Hold My Hand and Keep the Distance...
"Are you here for your honeymoon?" Pertanyaan sopan waitress yang menuangkan air dingin ke gelas Bright dan Win memecah keheningan.
Bright baru mau membuka mulut untuk menjawab. "Yes," tiba-tiba Win menjawab lebih cepat. Jawaban yang membuat Bright tercengang karena tadinya Bright mau menjawab no. "His honeymoon, not mine. We are not a couple." Kalimat selanjutnya bikin Bright makin tercengang, sekaligus membuat wajah semringah waitress yang melayani mereka makan malam romantis di Singapore Flyer itu berubah drastis menjadi aneh. Pasti di dalam pikirannya, waitress itu sibuk mencerna apa maksud jawaban Win barusan. Lagi bulan madu tapi romantic dinner sama orang lain yang bukan pasangannya.
"Pusing, pusing deh tuh dia...." bisik Win sambil cekikikan.
"Hmppfftt!" Bright hampir menyemburkan air putih yang dia minum karena terlalu kaget. "Jail banget sih kamu."
"Lagian kepo." Win minum dengan tenang.
Win yakin waitress itu pasti nggak tahan pengin acara dinner ini segera selesai supaya dia bisa bergosip sama teman-temannya. Win dan Bright berangkat dari Jakarta naik pesawat sore dan mendarat di Changi menjelang senja. Mereka langsung menuju hotel untuk check in dan menjalankan jadwal pertama di negara ini. Romantic dinner di tabung Singapore Flyer—makan malam di langit Singapura.
Dua piring hidangan dengan tampilan yang sangat sophisticated dihidangkan untuk Win dan Bright. Lampulampu kota di bawah sana mulai gemerlap, membuat Win terkesima. Indah banget.
Bright merogoh saku, mengeluarkan gelang anyaman hitam emas milik Nevvy lalu meletakkannya di atas serbet di samping piring. Seperti sebelum-sebelumnya, Bright mengambil foto gelang keberuntungan Nevvy bersama dengan makanan yang tersaji. "Yuk, makan."
Dalam hati Win mempertimbangkan sesuatu. Pulang dari sini sepertinya Win harus memberi Foei liburan. Dalam dua hari Foei berhasil menyiapkan semua yang mereka butuhkan di sini karena Win betul-betul lagi kehilangan fokus.
Win menyerahkan semua daftar yang harus Foei kerjakan, dan hasilnya sempurna. Mulai dari mobil yang mengantar-jemput mereka, sampai pemain gitar dan penyanyi yang mengiringi dinner sekarang.
Tiba-tiba Bright berdiri menghampiri si pemain gitar, lalu meminjam gitarnya. Pria itu berdiri di samping Win, tersenyum sambil menyetem senar. Win balas tersenyum. Pasti Can't Smile Without You, lagu kesukaan Nevvy, tebak Win dalam hati.
Eh, tapi kok—? Alis Win mengernyit. Petikan gitar Bright bukan melodi lagu itu...
Stars shining bright above you,
night breezes seems to hisper
I love you...
Birds singing in the sycamore tree, dream a little dream
of me...
Win menutup mulut dengan telapak tangan. Ini lagu Win.
Kenapa Bright menyanyikan lagu ini, bukan lagu Nevvy?
Jantung Win berdegup kencang. Dadanya menghangat, seperti ada desir bahagia yang aneh, membuat bibirnya spontan tersenyum.
Say nighty night and kiss me,
just hold me tight and tell me you miss me,
When I'm alone as blue as can be,
dream a little dream of me...
Win ingat mereka sudah sepakat perjalanan ini adalah perjalanan untuk Nevvy. Tapi... ah, Bright kan Cuma menyanyikan sebuah lagu. Dia cuma menyanyikan lagu yang Win suka. Nggak apa-apa, kan?
Stars fading , but I linger on dear,
Still craving your kiss,
I'm longing to linger till dan
dear, just saying this...
Sweet dreams till sunbeams ind you,
Sweet
dreams that leave all orries
behind you,
But in your dreams, hatever
they be,
dream a little dream of me....
Tanpa sadar mata Win sudah berkaca-kaca. Suara Bright belum berubah. Masih sama seperti waktu Win pertama kali mendengarnya bernyanyi. Suaranya lumayan merdu untuk bernyanyi-nyanyi di depan api unggun, bukan tipe suara yang bisa menjadi juara kontes menyanyi atau jadi artis rekaman semacam Afgan. Tapi, suaranya yang biasa-biasa aja itu terdengar tulus, menyentuh hati. Membuat Win menatapnya haru. Bright mengembalikan gitar itu lalu berjalan kembali mendekati Win yang masih speechless.
"Shall we?"
katanya dengan gaya khas pangeran mengajak sang putri berdansa. Saat menerima uluran tangan Bright, Win baru sepenuhnya sadar pria itu tampak keren dan cocok dengan kemeja, dasi, dan jaket denim cokelat muda. Wangi parfumnya lembut dan tercium samar saat posisi mereka sudah berhadapan dekat.
Stars shining bright above you,
night breezes seems to hisper
I love you...
Birds singing in the sycamore tree,
dream a little dream of me....
Setelah intro petikan gitar, lagu itu mengalun lagi. Dream A Little Dream. Hanya saja kali ini mengalun merdu dari suara sang penyanyi yang berbalut gaun merah. Suasana jadi semakin syahdu dan romantis.
Win bisa merasakan genggaman tangan Bright bertambah erat. Wajah mereka begitu dekat. Win dan Bright terus bertatapan. Suasana yang seperti ini pernah membuat mereka kelepasan. Win menggeleng pelan, membuang jauh-jauh pengaruh aura sekitar mereka yang menjadi terlalu romantis.
Mereka sudah sepakat, ingat, perjalanan ini untuk Nevvy. Seperti tersadar apa yang Win pikirkan, Bright mengusap pelan rambutnya. Tampaknya dia juga berusaha membuang jauh-jauh apa pun yang terlintas dalam benaknya.
Win menatap Bright dengan tenang. "Memangnya kamu bisa dansa?" bisik Win sambil menahan senyum geli. Masalahnya, setelah berpegangan dan berdiri berhadapan, mereka cuma berdiri diam, nggak ada yang mulai bergerak.
"Kamu cantik banget pakai jas ini. Jadi kelihatan agak kalem." Win mendelik karena Bright malah usil meledek.
"Resek!"
Win memang sengaja memakai jas pink pucat berbahan ringan. Dia ingin terlihat menawan tapi nggak berlebihan. "Jawab dulu. Emangnya kamu bisa dansa? Sok-sokan ngajak dansa, terus diem begini."
Bright meringis. "Nggak bisa. Tadi itu gerakan ngajak dansanya juga nyontek di film kok."
Mata Win membulat. "Wah, parah kamu. Nyonteknya semua dong, masa sampe adegan ngajak doang? Terus ini kita ngapain?"
"Mm... berdiri aja... menikmati lagu."
Ya ampun! Win menepak pundak Bright. "Kamu ternyata ngaco. Ayo, Bri, keluarkan pengalaman kamu berdansa sama binatang. Tarian lumba-lumba, joget beruang, atau apa kek. Ada kan?" Win cekikikan.
"Ngeledeknya bener-bener sadis. Tapi.... Oke!" Tiba-tiba Bright bergerak ke kanan dan ke kiri dengan asal. Gaya anak SD menyanyikan lagu Pelangi sambil terus menggenggam tangan Win.
"E-eh... ngapain sih?"
Bright tersenyum lebar. "Tarian lumba-lumba..." katanya dengan gaya asal. Setelah itu, mereka berdua asyik berdansa dengan asal sambil tertawa-tawa geli. Semua kecanggungan seperti menguap, yang ada cuma kebahagiaan.
Win menikmati malam ini. Mereka ternyata bisa bersenang- senang dan tertawa setelah apa yang terjadi.
"Win, kita sudah sampai puncak!" Bright mengandeng Win menghadap ke luar jendela. Seluruh lanskap Singapura terlihat dari tempat mereka berdiri sekarang. Gedung-gedungnya yang mewah berkilauan, lampu-lampu mobil yang bergerak lambat. Dan, entah kenapa, Win mendadak merasa waktu juga berjalan pelan.
Bright meraih tangan Win. "Kamu mewakili Nevvy ya?"
"Hah? Maksudnya?"
Bright memakaikan gelang Nevvy ke pergelangan tangan Win lalu mengambil kameranya. "Kamu sudah mewujudkan ini buat Nevvy. Aku rasa Nevvy pasti senang bisa foto bareng kamu di sini."
Win menyentuh lembut gelang anyaman di pergelangan tangannya. Walau gelap tapi tetap semangat, Win terenyuh teringat penjelasan Bright tentang arti warna hitam dan emas di gelang itu.
Senyum Win merekah. Dengan bebas, Win merentangkan tangan, membuat gelang Nevvy terlihat jelas di jepretan kamera, mewakili Nevvy yang pasti akan sebahagia Win sekarang jika berada di sini.
Ada rasa lega di dada Win. Dia bahagia bisa jadi bagian dari misi ini. Mungkin ini hal paling romantis yang pernah dia saksikan langsung sampai saat ini. Dia percaya Tuhan memang adil. Setelah segala kesusahannya dulu, Nevvy mendapatkan cinta sebesar ini. Sedangkan Win, sehat walafiat, usaha berjalan lancar, tapi kehidupan percintaannya belum pernah berjalan mulus.
Mungkin suatu saat, dan dia masih harus menunggu. Hatinya masih sakit karena Luke, tapi ternyata hari pertama perjalanan ini bisa membuat dia merasa lebih baik.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top