Album Nevvy

"Bulan Madu Kita Begini Aja." Tulisan tangan Nevvy dan selembar foto polaroid dengan pose asal-asalan Nevvy dan Bright ditempel di bawahnya. Judul itu seperti pengantar sekaligus penjelasan tentang apa yang akan ada di halaman-halaman selanjutnya.

Setelah di halaman depan album itu Win melihat Amerika, Eropa, Mesir, India dan tempat-tempat indah lain nya di seluruh dunia melalui foto, gambar, dan berbagai ornamen yang Nevvy tempelkan di sana, bagian Bulan Madu Kita Begini Aja terasa begitu sederhana tapi penuh perasaan.

Hari ini Win menepati janjinya bertemu Bright. Mereka memutuskan untuk bertemu di sebuah restoran seafood di kawasan Ancol. Angin laut meniup rambut Win karena mereka duduk di kursi di dek outdoor yang menjorok ke laut. Tak lupa album Nevvy dibawa bersama mereka.

Win seperti melihat album kliping Honeymoon Dream-nya saat melihat album Nevvy itu. Album ini seperti diary. Bedanya, album Honeymoon Dream Win berisi tempat-tempat romantis di seluruh dunia yang akan dia datangi, entah itu untuk menjalankan bisnis Honeymoon Express atau perjalanan bulan madunya sendiri.

Album Nevvy, terbagi menjadi dua bagian. Halaman depan sampai tengah adalah kliping indah tentang tempat- tempat yang tak mungkin Nevvy datangi karena kesehatannya. Nevvy memberi judul, "Tak Mungkin Biarpun Aku Ingin". Tapi lalu ada bagian ini: "Bulan Madu Kita begini Aja". Isinya adalah tempat-tempat yang sama persis seperti yang ada dalam daftar yang Bright berikan sewaktu meminta Honeymoon Express untuk menangani bulan madunya.

Halaman-halaman ini berbeda. Semuanya berisi foto-foto Bright saat mengunjungi tempat-tempat itu. Semua dihias dengan ornamen-ornamen lucu, tulisan-tulisan menyenangkan, menggambarkan betapa bersemangatnya Nevvy mengerjakan semua ini. Win terpaku.

"Waktu dia sakit, aku masih sering traveling. Setiap aku bepergian di dalam negeri dia minta aku foto, cetak, dan kasih ke dia. Aku pernah tanya buat apa, dia bilang rahasia. Ternyata untuk ini."

Win membuka halaman terakhir. Dia tercekat.

Bulan maduku bersama kamu, walau mungkin nggak sempat terwujud, paling nggak, aku pernah memimpikannya....

"Hari itu, saat aku menemukan ini, aku berjanji akan mewujudkannya untuk Nevvy. Sebagai permintaan maafku karena setelah dia sebulan koma, aku begitu sibuk dan jarang membesuk dia. Semakin lama aku semakin sibuk dan semakin jarang menengok kondisinya. Aku membiarkan dia berjuang sendiri." Bright terdiam sesaat. "Ini penghormatan terakhirku buat dia. Kamu lihat tanggal-tanggal di kertas-kertas itu? Dia membuat bagian itu bahkan setelah dia nggak stabil dan mengusirku pergi. Diam-diam dia masih memimpikan semua ini. Tapi aku malah nggak sadar diriku menjauh karena berpikir dia memang benci sama aku."

Bright termenung beberapa saat, lalu bicara lagi. "Maaf, aku bohong soal keadaan Nevvy. Aku... aku cuma bingung gimana menjelaskan semuanya ke kamu. Aku takut kamu menganggap apa yang aku lakukan ini aneh dan mengada-ada. Aku juga nggak mau kamu mengerjakan semua itu karena kamu kasihan. Aku mau kamu mengerjakannya untuk Nevvy yang masih "hidup". Penuh kegembiraan. Bukan karena simpati apalagi kasihan."

"Itu bukan hal yang mengada-ada, Bright," gumam Win dengan suara bergetar.

Bright merogoh saku dan mengeluarkan gelang hitam emas milik Nevvy. "Ini gelang kesayangan Nevvy. Gelang ini mewakili dia. Setelah foto-foto perjalanan ini sudah jadi, bakal aku susun dan tempel di halaman album Nevvy. Kamu tahu kenapa gelang ini warnanya hitam dan emas?"

Win menggeleng. Bright menggenggam gelang itu. "Hitam artinya gelap, emas artinya cahaya. Nevvy percaya, di tengah kegelapan apa pun, cahaya bisa menyusup, seperti benang emas di gelang ini."

Win menutup album Nevvy dengan hati-hati lalu mengusap matanya yang agak basah. "Kalau dari awal kamu jujur, aku tetap bakalan mau bantu kamu. Aku justru akan kagum sama apa yang kamu lakukan."

Ada kelegaan di mata Bright. "Jadi kamu tetap mau menyelesaikan trip ini, kan? Aku cuma pengin mewakili dia. Mewakili kami berdua. Aku anggap ini permintaan terakhirnya." Bright terdiam sejenak lalu menatap Win serius. "Setelah kami bertunangan, dia memang sempat bilang, kalau kami menikah, aku harus ajak dia bulan madu ke tempat yang dia pilih. Waktu itu aku mengiyakan dan janji sama dia. Dulu aku pikir dia cuma bercanda. Dan setelah aku lihat album ini.... Yah, intinya, setelah melakukan ini, aku bisa melanjutkan hidup dengan tenang karena sudah mewujudkan permintaan terakhirnya."

Win terenyak. Niat Bright melakukan semua ini bikin Win terharu dan kagum.

"Bright, kita hampir mengacaukan bulan madu impian Nevvy. Gue... juga sempat terbawa suasana dan nggak profesional. Gue... mau merampungkan proyek bulan madu untuk Nevvy ini, tapi dengan satu syarat."

"Syarat apa?"

Win menatap Bright serius. "Aku mau, setelah menyelesaikan perjalanan ini... kita bisa bersikap profesional. Aku mau kita menyelesaikan perjalanan ini betul-betul untuk Nevvy, seperti tujuan kamu sejak awal. Aku nggak mau lagi ada insiden apa pun karena kita... kelepasan dan nggak, mm... profesional." Pipi Win mendadak panas teringat ciuman dan pernyataan cinta Bright. Dia harus tegas.

Mata Bright menatap Win gusar. "Tapi kamu nggak mengacaukan apa-apa. Hubungan kita nggak akan menyakiti siapa-siapa."

"Bright, please, kamu mau nerusin ini dengan jasa Honeymonn Express, kan? Itu syarat dariku. Aku... aku mau tujuan utama perjalanan ini murni untuk Nevvy. Ini juga bentuk tanggung jawabku secara profesional, sekalian membantumu sebagai teman. Dan aku rasa, sekarang bener-bener bukan waktu yang tepat untuk ngomongin apa pun soal hubungan kita. Apalagi... aku dan Luke baru aja...." Win menarik napas panjang. Bagaimana mungkin Win bisa meyakinkan diri sendiri bahwa dia bukan pelarian kalau penjelasan Bright justru menyatakan sebaliknya.

Bright menatapnya dengan sungguh-sungguh, nggak mau Win berbohong saat menjawab pertanyaannya.

"Terlepas dari masalah Luke, apa kamu... nggak punya perasaan lagi buat aku? Sedikit pun?"

Win berusaha memberanikan diri membalas tatapan Bright."Aku minta kamu mengerti, Bright. Bagaimanapun aku nggak bisa pura-pura baik-baik aja setelah perbuatan Luke. Dan saat ini, aku yang nggak mau terbawa situasi dan... mencari pelarian. Aku nggak mau ada kerumitan lagi."

Win benar-benar masih sedih dan kecewa dengan perlakuan Luke. "Perjalanan ini... mungkin juga jadi hiburan buat aku."

"Oke. Deal. Aku setuju." Tiba-tiba Bright menjabat tangan Win dengan senyum lebar. Bright yakin pada perasaannya untuk Win, tapi sepertinya banyak hal keliru dan tidak pada tempatnya yang terjadi sepanjang pertemuan mereka kembali.

Win sudah tahu semuanya dan mau melakukan satu perjalanan lagi untuk Nevvy. Itu sudah cukup bikin Bright lega. Seenggaknya pemuda itu berhenti memusuhi Bright. Itu lebih dari cukup. Apa pun yang terjadi nanti, yang penting dijalanin dulu aja. "Jadi, perjalanan ini untuk mewujudkan mimpi Nevvy dan... menghibur kamu. Deal."

Win tersenyum tipis. Seandainya saat ini Win nggak sedang dekat dengan Luke dan Bright nggak baru aja batal menikah dan kehilangan Nevvy, Win yakin dia pasti akan langsung menjawab iya saat Bright menyatakan cinta.


**



"Duh, sori banget deh, Luke, kami sudah dapet rekanan baru. Nggak, nggak perlu pengajuan baru. Oke deh, gue rasa itu aja ya. Bye, Luke." Love menekan tombol End dengan hidung mengembang puas. "Mampus tuh si Luke!" Love meletakkan HP-nya di meja kerja Win. Love baru saja pulang dinas luar kota selama dua hari.

Begitu pesawatnya mendarat, tujuan pertamanya adalah kantor Win. Setelah kemarin menerima pesan Win yang berisi berita insiden Bright dan Luke, hari ini Love minta cerita lengkap.

"Nggak usah gitu juga, Love." Win meringis nggak enak.

Setelah mendengar cerita lengkapnya, emosi Love langsung meledak-ledak. Tadinya ada dua proyek lumayan besar yang dipimpin Love yang akan memakai jasa kantor Luke—tentunya Luke dianggap sukses oleh kantornya sendiri karena berhasil menangkap proyek itu, tapi hari ini Love mendepaknya tanpa ampun.

Win sebetulnya senang. Tapi dia jadi merasa bersalah karena melibatkan kerjaan Love. Mata Love menyipit. "Nggak usah gitu juga gimana maksud lo, Win? Itu cowok brengsek. Penipu! Udah bagus nggak gue samperin dan gue tabok pakai sandal jepit yang udah gue oles kotoran ayam!" maki Love emosi.

Win terkekeh. "Itu sih nggak sakit, cuma bau."

Love ikut cekikikan. "Sama perih dikit." Love lalu mencondongkan badan ke depan. "Lo bener udah nggak apa-apa, Win?"

Win menekan-nekan dahinya. "Bohong juga sih kalau gue bilang gue nggak apa-apa, Love. Gue nggak nyangka Luke kayak gitu, padahal gue kagum sama dia. Apalagi gue pikir tinggal selangkah lagi dia bakal nembak gue. Sakit hati banget gue, Love, tapi lebih baik begini. Jadi, nggak terlalu berlarut-larut."

Love tersenyum tipis lalu memeluk Win sekilas. "Lo akan baik-baik aja."

"Aaahhh!" Tiba-tiba Win menepuk-nepuk dahi berulang kali. "Masalah percintaan gue kacau banget ya, Love? Sementara gue punya biro perjalanan yang mengakomodir orang untuk mengungkapkan cinta, gue malah belum pernah ngerasain apa itu cinta yang sejati. Gue PDKT sama orang yang salah. Ditembak sama orang yang seharusnya nembak gue tujuh tahun yang lalu. Belum lagi gue pernah pacaran sama laki-laki yang lebih lebay daripada banci perempatan."

"Ha?" Love menganga nggak paham.

"Gimana kalau... gue yang begitu menyukai hal-hal romantis, mengagumi indahnya bulan madu, memiliki Honeymoon Express yang bisa mewujudkan segala impian romantis gue, ternyata... malah nggak akan pernah memiliki kisah percintaan yang indah? Gimana kalau emang kehidupan cinta gue terkutuk?! Gimana kalau ternyata gue cuma jadi pencipta perjalanan romantis tapi nggak akan pernah mengalaminya? Seperti bridesmaid yang akan selamanya jadi bridesmaid."

"Woi... tenang, jangan mulai panik." Love menepuk-nepuk tangan Win. "Saran gue ya, Win, lo butuh liburan. Jalan-jalan gih. Refreshing."

Win mengatur napasnya. "Lusa gue mau ke Singapura sama Bright."

"APA?! Ke Singapura sama Bright?! Kok nggak bilang dari tadi?!"

Win menelungkupkan wajah di meja. Ternyata masih banyak yang harus dia ceritakan, padahal tenaganya terasa minim.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top