Anggur Merah dan Botol yang Pecah
"Kita mungkin akan sering bertemu selama beberapa hari ke depan. Perkara warisan tidak dapat diselesaikan secepat yang diinginkan."
Pengacara Park berbicara di sela kegiatannya mengiris daging babi panggang yang menjadi menu utama dari makan siang. Sebelumnya pria itu sempat beberapa kali mengomentari menu makanan, terutama si daging babi yang menurutnya masih terlalu alot dengan bumbu yang kurang meresap sempurna. Renjun yang juga berpikiran demikian mengimani komentar itu sembari mengemukakan asumsinya bahwa mungkin suasana berduka turut mempengaruhi kemampuan pelayan dalam menyajikan sajian makan siang, yang biasanya tersaji dalam kondisi hampir sempurna dan selalu memanjakan lidah para penyantapnya.
Baik Park Jungsoo maupun Lee Renjun, keduanya sama-sama tahu bahwa koki di kediaman Lee memang tidak dapat dipandang sebelah mata dan selalu memuaskan rasa lapar mereka. Pernah satu kali Jungsoo diundang makan malam secara khusus oleh Youngho pada malam natal tahun lalu, dengan daging sebagai hidangan utama dan beberapa kudapan yang menjadi pelengkapnya; kue keju yang gurih dan hangat, permen jahe yang legit, dan segelas sherry yang enak--alih-alih whisky atau brandy yang menurut Jungsoo terlalu berat. Di masa-masa sebelum itu Jungsoo juga sudah beberapa kali duduk di kursi makan ini dan merasakan sendiri nikmatnya menu makanan yang dibuat oleh juru masak kediaman Lee.
Pembicaraan dan komentar mengenai menu makanan mungkin tak menjadi persoalan berarti bagi keponakan Lee yang lain, yang tampaknya memang tak menaruh banyak minat pada sajian makan siang mereka. Sejak tadi Mark kelihatan tidak fokus pada setiap ucapan yang keluar dari mulut pengacara senior itu, sementara Jeno tampak sekali tegang dan kaku. Rahangnya yang tegas seolah membeku sehingga sulit digerakkan, dan jari-jari tangannya yang pucat serta menonjolkan urat terus menggenggam pisau makannya dengan erat.
Secara keseluruhan, para keponakan berhasil menunjukkan kesan yang memuaskan untuk mereka pasang di tengah suasana berduka semacam ini. Hanya Haechan Lee yang kelihatan biasa-biasa saja, dan Renjun Lee yang terlihat berusaha menyeimbangkan sikap terutama jika Pengacara Park berbicara mengenai hal-hal di luar kematian Paman suaminya. Sementara itu, satu orang lainnya, Jaemin Lee, sejak tadi selalu tampak penuh dengan komplikasi emosi; bosan, marah, dan jengkel, terutama setiap kali suaminya mengeluarkan suara.
Siapapun yang mengenal keluarga besar Lee secara baik, dan mengikuti perkembangan gosipnya, pasti akan mengerti bahwa pasangan Mark dan Jaemin memang sedang tidak baik-baik saja.
"Ah, ada satu hal lagi yang sejujurnya mengganggu pikiranku."
Mark kembali tampak tegang dan dengan suara bergetar ia menjawab,
"keterangan dari dokter memang agak bias. Paman dikabarkan keracunan, dan kami tidak sama sekali memiliki ide tentang racun itu."
"Arsenik," Jeno menimpali dengan serius, kepalan tangannya di pisau makan semakin mengerat, "kemungkinan terdapat pada salah satu makanan atau minuman yang Paman konsumsi. Sayangnya kami tidak dapat memastikan jenis makanan atau minumannya, karena zat itu baru dapat teridentifikasi setelah pemeriksaan pasca Paman meninggal."
"Efeknya begitu tiba-tiba? Eh--maksudku--"
Pengacara Park menaruh garpu makannya lantas memperbaiki duduk untuk melanjutkan ucapannya barusan, "misalnya, Youngho habis makan babi panggang, atau minum wiski, lalu di tengah makan atau minumnya itu ia tersedak, atau muntah, atau--yah, kalian tahu maksudku, kan?"
Dengan lemah Jeno menggeleng, "tidak. Kematiannya begitu mendadak dan tiba-tiba. Tidak ada indikasi keracunan seperti yang Paman Jungsoo ucapkan barusan."
"Dan kami benar-benar terkejut karena ternyata selama ini, di salah satu atau mungkin beberapa makanan dan minumnya, terdapat arsenik yang ia konsumsi dengan jumlah besar dan akhirnya menyebabkan keracunan."
Pengacara Park terlihat merenung setelah Jeno menyelesaikan ucapannya. Kepalanya yang sudah putih--rambutnya--terangguk-angguk penuh substansi. Pria itu lantas menatap para orang-orang muda di hadapannya dengan iba.
"Kasihan Sicheng," ujarnya, dengan sorot prihatin yang kentara, "ia pasti shock sekali dengan kematian suaminya yang tiba-tiba."
"Memang benar, kami bersyukur karena Bibi Sicheng tidak kenapa-napa--"
"Meski itu agak sedikit aneh kan, Mark Hyung?"
Haechan menyerobot ucapan kakaknya dengan semangat, "harusnya Bibi Sicheng juga--setidaknya, mendapatkan sedikit gejala dari apa yang dikonsumsinya. Toh, apa yang dimakan Paman Youngho, pasti sedikit banyaknya dikonsumsi Bibi Sicheng juga, kan?"
"Para pelayan juga." Renjun ikut menimpali dengan nada netral dan sedikit butuh pemastian, "eh--benar kan begitu?"
Jeno menanggapi ujaran istrinya dengan anggukan pasti, "ya, apa yang dimakan Bibi dan Paman biasanya juga dikonsumi pelayan, kecuali beberapa makanan dan minuman tertentu. Sebagian besar pelayan tidak suka minuman beralkohol dan lebih suka minum teh, kopi, atau ginseng."
"Itu berarti ada kemungkinan bahwa--"
Suara Pengacara Park mengawang begitu saja di udara, tak sempat terselesaikan sebab dari tenggorokannya yang terasa tercekat. Waktu ia mengedarkan mata, pria tua itu baru menyadari bagaimana tegangnya wajah-wajah para kaum muda ini. Sedikit pengecualian bagi Haechan.
Atensi mereka lantas teralih pada seorang pelayan yang tergopoh-gopoh di luar pintu makan dengan nampan berisi pecahan botol kaca, yang mungkin akan segera membuangnya ke dapur atau ke gudang penyimpanan. Sedikit dari mereka yang menyadari bahwa terdengar bunyi pecahan kaca yang samar sebelum ini, sebelum kemudian pelayan datang dengan sedikit kerepotan.
Mark berdehem meski kentara sekali bahwa ia berusaha terlihat normal untuk menjawab kalimat Pengacara Park yang terpotong tadi. Tampaknya ia tak mempedulikan pelayan itu sama sekali.
"Kami sudah menghubungi pihak kepolisian, meski--meski sesungguhnya itu tak benar-benar kami harapkan."
"Mengapa?"
Kening Park Jungsoo berkerut dalam, dan itu semakin menambah gusar Jeno dan Mark secara bersamaan.
"Itu--kami sejujurnya tidak begitu mengerti kasus ini. Anda tahu, Paman Jungsoo, bahwa semuanya begitu mendadak dan membingungkan. Keadaan juga tidak terlalu didramatisir, jika memang seandainya ini memang pembunuhan berencana. Paman Youngho meninggal begitu saja setelah mengeluh lemas dan muntah-muntah. Setibanya dokter datang, napasnya yang terengah-engah semakin cepat tak karuan. Beliau meninggal tak lama setelah itu."
-
-
Inspektur Yunho datang pada malam di hari yang sama selepas pemakaman. Nama lengkapnya adalah Jung Yunho, kepala polisi berusia akhir lima puluh-an yang masih bertubuh tegap dan berwajah serius. Konstruk wajahnya yang kecil dan lancip tak mengurangi kesan tajam dan mengintimidasi yang dimilikinya. Wataknya sedikit keras dan disiplin adalah pegangannya dalam memimpin penanganan sebuah kasus.
Di samping berteman dengan kalangan aristokrat dan pemegang jasa hukum macam Pengacara Park, Youngho juga sebetulnya mengenal baik inspektur Yunho sehingga dianggapnya teman.
"Aku dengar bahwa kematiannya cukup aneh."
Kematian yang cukup aneh, itu lagi yang menjadi pembahasan mereka hari ini. Sejujurnya kalimat itu menjadi jauh lebih substansial saat diucapkan oleh Inspektur Jung, lebih menegangkan dibanding saat mereka membahasnya pada jam makan siang tadi bersama Pengacara Park. Seraut wajah kaku Mark dan Jeno kembali terpatri, sementara Sicheng yang ikut menghadirkan diri hanya dapat memandang tanpa arti. Ada kekosongan dan kesedihan dalam matanya.
"Aku juga berpikir begitu," ujarnya, tanpa minat. Ia menuangkan segelas brandy ke gelas pialanya yang tinggi, meminum cairan itu dalam sekali teguk. Mark yang melihat bagaimana kerabat favoritnya ini tampak murung lantas menggenggam tangan yang terkulai dingin di meja makan dan merematnya pelan, mencoba memberikan penghiburan.
"Bibi pasti sedih sekali," ujarnya, penuh simpati, "aku ingat bahwa Bibi Sicheng suka sekali minum wine, apakah hari ini persediaannya habis?"
Ataukah karena bibinya itu sedang sangat bersedih, kehilangan, maka apa yang dikonsumsinya lain dari pada hari-hari biasanya? Mark menerka-nerka itu di dalam benak dan mulai menyadari bahwa tidak ada wine sama sekali di meja makan.
Sicheng yang mendapatkan perhatian kecil itu hanya tersenyum kecil penuh paksaan. Ia lantas menggeleng, dan dengan wajah yang penuh kebingungan, matanya menyapu pada setiap sudut ruang makan.
"Wine ada hanya ketika ada kesenangan."
Raut yang penuh kebingungan itu tiba-tiba berubah menjadi tajam. Matanya yang terpeta cantik bak ukiran phoenix memancarkan banyak hal yang tak terucap dan mungkin tak dapat diucapkan; gairah, kesenangan, ambisi, juga mungkin.... cinta.
Cinta. Saat kata itu melintas dalam pikirannya, dalam sekejap rautnya kembali berubah. Kembali menjadi layu dan sayu, kembali menggambarkan seraut wajah yang seolah memanifestasikan bagaimana tanggapan orang-orang terhadapnya selama ini; hidup, namun mati.
"Sekarang kesenangan itu sudah tidak ada."
Sicheng memang rupawan dengan aura yang memabukkan, tapi ia selalu tampak tak hidup. Dan sekarang, sosok yang menawan ini benar-benar seperti mati.
"Aku mengerti,"
Inspektur Yunho memecah suasana dramatis di antara mereka sembari berusaha terlihat bersimpati sebagaimana harusnya. Ia merasa agak tidak nyaman dalam situasi ini, terutama untuk menunjukkan perasaan halus dan tutur kata yang memotivasi. Sebagai seorang polisi dirinya terbiasa untuk menangani suatu kasus se-efisien dan se-efektif mungkin, dan menanggapi orang-orang yang sedang larut dalam kesedihan seperti ini bukan porsi yang harus ia tangani.
Setelah menghabiskan sepotong daging asap dan meletakan kembali garpu serta pisau makannya dengan sopan, juga setelah meneguk brendinya, kepala polisi itu berdehem kecil untuk memulai pembicaraan serius mereka.
"Aku juga merasa sangat kaget dan tak menyangka. Bagaimanapun Youngho sudah kuanggap seperti adikku sendiri. Karenanya, kalau memungkinkan dan Anda setuju, aku ingin menyelidiki kasus ini.
Hanya upaya penyelidikan kecil-kecilan, bukan yang terlalu formal."
Mata Sicheng sedikit membesar mendengar penuturan itu. Ia terlihat mematung selama beberapa saat sebelum bibirnya menyunggingkan sedikit senyuman dan kepalanya terangguk-angguk samar, nyaris tak terlihat.
"Ya." Ujarnya dengan suara serak, "aku akan sangat menghargai itu."
"Terima kasih."
Inspektur Yunho tampak senang dan puas oleh persetujuan itu. Untuk pertama kalinya sejak ia datang, senyuman lelaki berusia lebih dari paruh baya itu terkembang lebar. Matanya yang kecil dan tajam lantas bergerak mengelilingi orang-orang yang turut hadir di meja makan, seolah mengajak mereka untuk memahami maksud dari penyelidikannya.
"Aku melihat kasus ini sebagai sesuatu yang mencurigakan, dan karenanya aku merasa punya tanggung jawab untuk mengantisipasi hal-hal buruk yang mungkin terjadi setelah ini."
"Maksud Anda?"
Haechan tampak semangat dan tanpa ragu langsung menanggapi ujaran kepala polisi itu. Ia menegakkan tubuhnya di kursi makan dan matanya yang besar menatap Inspektur Yunho dengan kilat semangat.
"Apakah mungkin terjadi hal buruk seperti--"
"Ya, pembunuhan yang lainnya."
Mata Haechan semakin melebar dan tangannya tanpa sadar bertepuk riang.
"Wow, ini akan jadi kasus yang menarik!"
Di kursinya, Jeno mendelik tajam sepupunya itu dan mendesis sinis. Sementara Mark yang biasanya ikut menegur kini justru bungkam. Keponakan tertua itu tampak cemas dan tegang.
"Apakah--apakah ini tepat? Maksudku--"
Kata-kata yang tertahan dan suara yang tercekat itu menarik seluruh perhatian orang-orang yang ada di sana. Jaemin yang sedari tadi sibuk dengan alat makannya ikut memberikan atensi kepada seseorang yang duduk di sampingnya kini. Suaminya itu tak biasanya tampak seperti ini, meski ia juga paham bahwa apa yang diucapkan Mark barusan adalah bentuk dari karakternya yang memang selalu penuh dengan pertimbangan.
Sementara Haechan menyunggingkan senyum miring penuh curiga, Inspektur Yunho justru menunggu dengan sabar dan tenang.
"--maksudku, kasusnya hanya keracunan, kan? Yah, aku mengerti bahwa kita harus mengantisipasi hal lain, dan itu barangkali--adalah keracunan-keracunan lainnya?"
Jung Yunho mengangguk dengan mantap, "ya, itu tepat seperti yang aku pikirkan. Bagaimanapun aku merasa punya tanggung jawab untuk melindungi orang-orang yang terikat dengan Youngho, terutama Sicheng-ssi."
"Dan juga kami!"
Haechan berujar dengan nada menggebu-gebu dan menjadi satu-satunya orang yang suaranya benar-benar terdengar hidup di ruangan itu.
"Aku tidak ingin menjadi korban selanjutnya!"
"Tidak ada yang mau membunuhmu." Jeno menimpali dengan tenang, "kau tidak memiliki apa-apa untuk dibunuh."
"Lihat saja nanti saat aku--"
"Ah itu dia!"
Kali ini yang bersuara adalah Renjun. Pria yang tengah mengandung itu seolah terbangun dari tidur lelapnya dengan pikiran yang lebih terbuka, dan itu karena ujaran suaminya barusan. Ia dengan sedikit gugup lantas menatap Inspektur Yunho dengan mata berbinar penuh keingin-tahuan.
"Apakah tidak sebaiknya kita mencari tahu penyebabnya?"
"Penyebab pembunuhan ini?"
Renjun mengangguk untuk pertanyaan suaminya. Tapi saat akan kembali menjawab, Mark terlanjur buka suara.
"Kemungkinan pembunuhan. Kita masih belum yakin, kan?"
"Kau masih mengelak, Mark Hyung!"
Haechan menanggapi dengan sinis, "apakah Hyung tidak sadar kalau sikap Hyung itu mencurigakan?"
"Haechan, sebaiknya kau tenang dan tidak memperkeruh suasana."
Jaemin mengantisipasi keributan dengan suaranya yang bergema anggun dan terkesan dingin. Pria dengan fitur wajah halus dan manis itu menegakkan tubuhnya seolah mempertegas keberadaannya di sana. Diam-diam ia melirik Mark yang tampak tak percaya dengan ujarannya barusan.
"Kita harus menghargai Bibi Sicheng yang sedang berduka dengan tidak membuat keributan dan perselisihan."
"Jaemin benar." Mark berdehem gugup dan mulai berusaha terlihat tenang, "itu yang kumaksudkan tadi."
Suasana hening setelah itu, seolah-olah setiap orang mengamini ucapan pasangan Mark dan Jaemin sekaligus menata diri mereka untuk berhati-hati dengan percakapan selanjutnya. Inspektur Yunho yang sedari tadi--secara tanpa sadar--meneliti setiap kata-kata dan interaksi yang diucapkan oleh para keponakan Lee ini mulai membentuk sebuah simpul di dalam otaknya. Dan simpul itu semakin membuatnya yakin untuk menangani kasus ini.
"Apa yang diucapkan Haechan dan Mark tadi benar, soal kemungkinan adanya kasus serupa yang menimpa keluarga terdekat Youngho. Dan untuk ujaran Renjun-ssi, ya--aku setuju bahwa kita harus tahu penyebabnya.
Penyebab mengapa Paman kalian dibunuh."
"Mungkin karena hartanya."
Haechan menanggapi lagi dengan spontan, meski kali ini nadanya tak terdengar sesemangat tadi dan terkesan acuh tak acuh, "aku semangat sekali dengan pembagian warisan tadi siang, jadi aku berpikiran bahwa mungkin itu karena harta Paman Lee."
"Wah, kalau begitu kau bisa jadi kandidat pertama yang dicurigai!"
Mata Jeno dan Mark langsung teralih kepada Renjun yang mengucapkan kalimatnya tadi dengan nada bergurau. Meski pria manis itu kini tertawa karena ujarannya dan Haechan juga tampaknya tak tersinggung sama sekali, namun dua dominan Lee itu tampak seperti tak bisa menerima kalimat itu sebagai sesuatu yang ringan. Jeno meneguk ludah gugup, sementara Mark tampak semakin muram.
"Yah, tidak hanya aku, tapi kita semua! Kita semua butuh uang, iya kan, Jeno dan Mark Hyung?"
"Aku percaya keponakanku tidak akan berbuat demikian."
Suara yang datang kali ini adalah milik Sicheng. Setelah keterdiamannya yang lama, dan setelah membiarkan obrolan menjadi sedikit liar dan tegang, ia merasa perlu untuk mengendalikan semuanya sekarang. Di balik sikapnya yang pendiam dan tak banyak bicara, Sicheng merasa--melalui pengamatannya--bahwa Inspektur Yunho bukan tipe orang yang mungkin akan dengan mudah menganggap percakapan tadi sebagai gurauan semata. Dalam benak seorang detektif atau kepolisian, hal-hal sekecil apapun pasti akan menjadi substansi yang mereka dalami secara lebih luas lagi. Dan ia berpikir bahwa mungkin sebaiknya Inspektur Yunho tak merasa terpacu lebih jauh untuk kasus ini.
Ya, sejujurnya ia menghendaki segala bentuk ketenangan setelah ini. Setelah kematian yang berat ini.
"Tapi, seperti kata Jaemin dan Mark, saya berharap penyelidikan ini tetap menghargai suasana berduka yang ada. Tidak hanya untuk saya, tapi juga para pelayan yang merasa kehilangan."
Yunho mengangguk yakin mendengar permintaan tersirat itu. Ia merasa telah mendapat persetujuan sepenuhnya sekarang, meski ia juga merasa sedikit terbebani dengan permintaan tadi.
"Aku mengerti, Sicheng-ssi. Sebaik mungkin aku akan membuat penyelidikan yang halus, yang tak terlalu membebani Anda, khususnya, dan sanak keluarga yang lain."
Sicheng mengangguk dan tersenyum tipis. Kali ini senyumnya terlihat tulus.
"Terima kasih untuk dedikasi Anda, Inspektur Yunho."
Mereka akan segera menyudahi acara makan malam itu saat kepala pelayan datang dan mengumumkan bahwa ada dua orang tamu lagi yang datang. Inspektur Yunho yang merasa kenal dengan nama tamu yang disebutkan setelahnya memilih untuk singgah lebih lama, berpikir bahwa ia mungkin dapat menggali informasi tambahan dari kerabat atau teman Youngho yang lainnya.
"Nona Kang Seulgi dan--"
Ah, Yunho agak asing dengan nama itu. Tapi Sicheng tampaknya tidak, dan Haechan memekik senang saat nama itu disebut.
"Yes, Bibi Seulgi!"
"--dan Jung bersaudara. Nona Soojung dan adiknya, Jung Jaehyun."
Dan kini, tampak Sicheng yang bereaksi secara khusus. Ketenangan dan kelembutan yang ditunjukkannya tadi berganti menjadi seraut wajah mendung yang tak terbaca, yang tak disadari oleh sekumpulan orang di sana.
Sekali lagi, Sicheng menjadi seorang yang tampak mati; benar-benar mati.
....
Wine, para keponakan, dan mati. Kalau di chapter satu kalian mencurigai Sicheng, di chapter ini kalian mencurigai siapa?
Anyway, lemme introduce you the other casts:
Pengacara Park (Park Jungsoo - 68)
Inspektur Jung (Jung Yunho - 59)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top