: HSH 0:5 | Dihukum Berdua? :
HOME SHIT HOME 0:5
Dihukum Berdua?
“Eyy, berpacaran dengan orang sepertinya? Ih, amit-amit, deh.”—Sasha Amelia.
Sasha bersedekap dada, menatap jengah ke arah Pak Rama dan Abelano yang sedari tadi berbincang berdua tanpa melibatkan dirinya. Mungkin, ia dianggap bayangan masa lalu di sana sehingga, keberadaannya tak diacuhkan.
Sasha pikir … sepertinya kedua orang itu begitu senang jika ia menderita di tempat terkutuk bernama ruang BK. Mungkin saja, mereka menaruh dendam kesumat pada Sasha dan ingin membalaskannya sekarang. Padahal, setelah Sasha pikir, ia tak pernah berbuat nakal selama di sekolah. Lantas, kenapa mereka begitu senang menyeretnya ke ruang BK?
Sasha merasa tubuhnya terasa lengket sedari tadi. Ia ingin mengganti seragamnya namun, Abelano dengan sikap sok pahlawannya kembali menggagalkan rencananya. Dengan paksa, Abelano mencengkeram erat lengannya dan menyeret tubuhnya ke ruang BK bak karung tanpa memerdulikan bajunya yang basah akibat terkena siraman jus mangga.
“Ekhem! Maaf, nih, Pak. Tapi, apa boleh Sasha yang imut dan manis ini kembali ke kelas? Saya capek loh Pak sedari tadi gak dianggap kaya mantan bapak aja. Salah saya apa, sih, sama Bapak?” Sasha menyeringai puas setelah berhasil mengalihkan atensi kedua lelaki beda usia itu hingga terfokus padanya. Senyuman manis tersungging menghiasi wajah boneka gadis itu.
Namun, itu tak bertahan lama. Senyuman Sasha luntur karena, pertanyaan yang ia ajukan diabaikan. Tanpa banyak bicara, Sasha bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu ruang BK.
“Mau ke mana kamu, Sasha?” tanya Pak Rama dengan suara rendah. Sasha menghentikan langkahnya, membalikkan tubuhnya dan menghadap Pak Rama dengan bibir yang mengerucut.
“Bapak tuh, ya, giliran saya udah bosan ngelihatin Bapak sama Abelano bicara, Bapak baru negur saya. Tadi aja saya nanya, Bapak gak peduliin saya kaya mantan bapak aja,” ujar Sasha dengan kaki yang melangkah kembali menuju bangku, tempat ia duduk pertama kali.
“Apa hubungannya saya yang gak bales pertanyaan kamu sama mantan saya? Memang kamu tahu berapa mantan saya?”
Sasha berdehem sejenak seraya merapikan helai demi helai rambutnya yang berantakan dengan jemari tangannya. Menatap Pak Rama sedikit genit sebelum membentuk jemari tangannya menjadi persegi di depan wajah Pak Rama. Bertindak seolah sedang mengukur ketampanan wajah Pak Rama.
“Dilihat dari wajah Bapak yang lumayan ganteng, Sasha tebak mantan bapak ada 30. Gimana? Bener, gak, Pak?”
“Kamu titisan cenayang, ya? Kok nebaknya bisa bener?” Pak Rama dengan cengiran manis yang membuat lesung pipitnya terlihat, mengacak-acak sebentar rambut cepaknya sebelum memberikan tatapan death glare pada Sasha.
“Pak, gak boleh ingat mantan … udah punya istri juga.”
Abelano mendesah pasrah melihat Sasha dan Pak Rama saling berbincang tanpa melibatkan dirinya. Bahkan, setelah ia berdehem berulang kali pun keberadaannya tetap tak dianggap. Abelano kesal, sepertinya, Sasha memang berniat balas dendam padanya. Lihat saja, ia tak akan tinggal diam.
“Saya masih berumur 26 tahun. Masih belum punya istri.”
Sasha bersorak tanpa sadar, menunjukkan senyum manisnya seraya berucap, “kalau begitu saya bisa dong daftar jadi istri bapak?”
Sasha menopangkan dagunya pada kedua tangannya, yang bertumpu pada meja dan mengedipkan matanya dengan lucu. Pak Rama terkekeh geli melihat kelakuan Sasha yang tampak menggemaskan baginya.
“Jangan, Pak. Sasha udah jadi milik saya,” ujar Abelano dengan tangan merangkul pundak Sasha. Ia menarik wajah Sasha dan menyembunyikan wajah gadis itu pada salah satu ketiaknya.
“Kalian pacaran?”
“Eumm.” Sasha mendengus. Ia merasa sedikit kesulitan bernapas dan tak bisa bicara dengan jelas karena, Abelano mendekapnya erat di ketiak laki-laki itu. Untung saja ketiak Abelano tidak bau jadi, ia tak akan pingsan. Tidak lucu kan, jika, ia pingsan akibat bau ketiak manusia. Menjijikkan.
“Iya, Pak.”
Mendengar jawaban Abelano yang ngawur, sontak saja Sasha melayangkan cubitan mautnya pada pinggang Abelano. Batinnya mengumpati Abelano dengan beragam nama satwa di kebun binatang.
“Lantas, kenapa kalian saling mengadukan diri di sini?”
“Pengaduan saya mengenai Sasha tadi benar, Pak. Sasha memang secara tidak langsung melakukan tindak kekerasan pada Nimas.” Abelano menjerit dan refleks melepaskan kungkungannya kala merasakan sakit di lengannya akibat digigit Sasha.
“Sakit tau. Dasar kanibal!”
Sasha memeletkan lidahnya. Terkekeh puas melihat wajah menderita Abelano yang tampak kesakitan. Terlihat lucu di matanya. Belum lagi tangan laki-laki itu yang berulang kali mengusap lengan di bagian yang ia gigit tadi. “Bodo. Rasain tuh.”
“Kalian lagi berantem?” tanya Pak Rama dengan bibir yang mengatup menahan tawa. Ah, melihat kelakuan Abelano dan Sasha membuat Pak Rama kembali teringat masa lalu, di mana ia bertemu dengan cinta pertamanya.
Sasha dan Abelano saling menatap sebelum akhirnya mengangguk. Tampaknya, kedua sejoli itu masih belum sadar dengan pertanyaan yang diajukan Pak Rama.
“Ya sudah. Saya ada ide untuk memperbaiki hubungan kalian. Jadi setelah ke luar dari ruang BK ini, kalian bersihkan ruang aula dan gedung olahraga.” Pak Rama melanjutkan kata-katanya dengan senyum tipis menghiasi wajahnya, “Bapak baik, ‘kan?”
“Pak gak bisa gitu dong. Sasha gak salah jadi Bapak gak bisa hukum Sasha. Lano tuh Pak yang seharusnya dapat hukuman. Bicaranya ngawur daritadi.”
“Kalian bisa keluar dari ruangan ini sekarang!”
Abelano mendesah pasrah setelah melihat raut wajah guru BK-nya yang tak ingin menerima bantahan lagi. Berbanding terbalik dengan Sasha yang masih saja melontarkan kalimat protes. Tanpa ba-bi-bu lagi, Abelano mengucap kalimat permisi seraya menarik Sasha ke luar secara paksa.
Sesampainya mereka di luar ruangan, Sasha segera menyentak tangan Abelano dan melayangkan satu tamparan di pipi laki-laki itu. Memberikan tatapan sadis miliknya dan meninggalkan Abelano yang tercengang begitu saja. Abelano termangu dan memegang pipinya yang terasa panas, memandang kepergian Sasha dengan pandangan tak percaya.
Wahh, baru kali ini Abelano ditampar.
And he’s surprised. Really surprised.
Dalam keadaan setengah sadar, Abelano mengejar langkah Sasha yang terlihat cukup jauh dari posisinya terdiam. Memanggil nama Sasha berulang kali namun, berujung sia-sia karena, Sasha tak mengacuhkan panggilannya. Abelano meruntuk dalam hati. Untung saja, saat ia ditampar gadis itu ... suasana lorong sedang sepi. Jadi, ia tak merasa begitu malu.
“Sasha! Woi!”
Abelano terengah, berlari mengejar Sasha ternyata bukan hal mudah. Ia memegang lututnya dan menyesuaikan deru napasnya yang sedikit tersendat agar kembali normal. Tatapannya lurus ke depan, tepat ke tengah aula. Di sana, Sasha berdiri kaku membelakanginya. Entah apa, yang dilihat gadis itu. Abelano memilih tak peduli.
Setelah dirasa napasnya mulai teratur, Abelano menghampiri Sasha, berniat mengagetkan gadis itu. Namun, bukannya berhasil membuat Sasha terkejut justru, ia yang dikejutkan akan hadirnya sapu terbang hasil perbuatan Sasha.
Dengan gerak reflek yang minim, Abelano gagal menangkap sapu terbang itu dan membuat sapu itu jatuh mengenai kepalanya.
Bugh.
“Duh.”
“Lo sapu dulu lantai aula ini. Ntar gue nyusul,” perintah Sasha dengan suara datar dan tampang dinginnya. Sasha beranjak dari tempatnya, meninggalkan Abelano yang masih saja terdiam.
“Lo mau ke mana emang?” Abelano menarik kerah baju Sasha. Membuat gadis itu mundur beberapa langkah.
Sasha menghela napas, merasa kesal.
“Bukan urusan lo.”
“Itu urusan gue sekarang. Kalau lo kabur dari tanggung jawab lo gimana? Gue yang rugi.”
Sasha membalikkan badannya dan menghunuskan tatapan lasernya pada Abelano. Berdecak sebal, seraya berucap, “bawel.”
Menulikan telinga, Sasha terus berjalan meninggalkan Abelano yang masih saja memanggil namanya. Dasar manusia iblis. Buat repot saja. Nimas yang membuat ulah, ia yang disalahkan. Kalau sudah begini ‘kan Sasha harus mengguyur tubuhnya di toilet sekolah. Membilas bekas jus mangga yang tertinggal di tubuhnya.
Sebelum ke toilet, Sasha menyempatkan diri untuk ke kelas guna mengambil seragam bersih dan alat mandinya. Jika, kalian bertanya mengapa Sasha sampai membawa peralatan mandi ke sekolah … itu karena, ia jarang pulang dan mandi di rumah. Ia lebih sering menghabiskan waktunya di luar rumah karena, rasa bencinya yang teramat pada rumahnya sendiri.
Sasha menatap seragam kotornya sejenak sebelum membuangnya ke tempat sampah. Mengehela napas kasar dan berjalan kembali menuju aula guna menuntaskan hukumannya. Abelano dan mulut embernya adalah hal yang harus Sasha hindari mulai sekarang. Menyebalkan.
“Gue kira lo bakal kabur. Secara, lo bukan orang yang tanggung jawab.”
“Tau apa lo tentang hidup gue?” tanya Sasha dengan suara dingin. Tangannya memegang erat alat pel hingga buku jemarinya memutih. Giginya menggelatuk, geram dengan sikap sok tahu Abelano.
“Dilihat dari penampilan lo, gue bisa menyimpulkan adanya berbagai sikap buruk dalam diri lo.” Abelano menyeringai. Sadar, jika lawan bicaranya telah masuk ke dalam perangkapnya. Memancing amarah Sasha ternyata menyenangkan juga.
“Lo mau gue siram? Atau gue pukul sama alat pel? Gue ikhlas lahir batin kok ngelakuin itu.”
“Gue maunya lo jatuh hati sama gue.” Tertawa renyah, Abelano berusaha menutupi efek terkejut akibat jawaban spontannya. Tak hanya itu, Abelano juga merasa bingung saat jantungnya berdegup kencang terlepas ia mengatakan kata-kata itu?
“Mimpi lo ketinggian! Dasar sinting!”
🌚🌝
To be continued....
Kalian makin gemes sama mereka, gak? Atau masih kurang?
Tetap stay tune, ya.
Jangan lupa vote dan comment. Kalau gak vote dan comment siap-siap aja didatengi Sasha di rumah kalian masing-masing. Hiii, serem :b
Bagaimana masa quarantine kalian di rumah? Membosankan? Menyenangkan? Cerita dong :b
Sampai jumpa di bab berikutnya
Luv ❤❤
🌚🌝
Salam manis,
Raingarda.
Rabu, 8 April 2020
23.45 WIB
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top