: HSH 0:0 | Sebuah Kesalahan :
Home Shit Home 0:0
Sebuah Kesalahan
“Sampah masyarakat kaya kalian semua, tuh, seharusnya dibasmi sejak dulu.”—Sasha A.
“Aduh! Sialan!” umpat seseorang dengan memegangi kepalanya yang baru saja terkena lemparan bola. “Kalian bisa main bola gak, sih? Kepala gue sakit, nih, gara-gara kalian.”
“Ini hari apa, sih? Kok kita sial banget harus ketemu sama setan kecil itu?” bisik salah satu lelaki yang ada di lapangan kepada temannya, yang berdiri tepat di sebelahnya.
“Bukan kita yang sial. Tapi, Lano tuh yang lagi sial.”
“Gila, Lano mau cari mati kayanya.”
“Siap-siap aja besok ada berita, salah satu pengeran sekolah masuk rumah sakit karena baru saja dijatuhkan dari lantai dua belas.”
“Gue gak bakal ikhlas kalau pangeran kesayangan gue harus mati besok, gara-gara tuh cewek psikopat.”
Bisik-bisik ricuh mulai terdengar di sekeliling lapangan. Semua tatapan terarah pada Abelano lalu ke arah Sasha yang masih saja memegangi kepalanya. Mereka terus melakukan itu berulang kali seolah sedang menyaksikan pemandangan menegangkan yang berhasil memacu adrenalin mereka.
“Sorry, gue gak sengaja.” Abelano bersuara setelah sekian lama laki-laki itu terdiam dengan tangan memegang bola yang baru saja menggelinding seusai, mengenai kepala seorang gadis berkuncir kuda.
Sasha mengangkat kepalanya setelah mendengar ucapan maaf dari seseorang yang melempari kepalanya dengan bola. Matanya menatap tajam penuh peringatan ke arah laki-laki yang kini berdiri dengan begitu santainya, tak jauh dari tempatnya berada. Sasha menyeringai kejam saat pikirannya menemukan cara untuk membalas perlakuan cowok yang menurutnya menyebalkan itu.
“Baru kali ini ada orang yang sikapnya sesantai itu kalau berhadapan sama gue. Lo gak takut sama gue?” tanya Sasha, melangkah mendekati cowok yang berdiri hanya beberapa sentimeter dari tempatnya.
“Lo manusia dan gue gak takut sama manusia.” Ucap Abelano dengan masih mempertahankan sikap santainya.
Seringai yang menghiasi wajah manis Sasha semakin lebar. Menambah kesan manis nan mengerikan bagi seseorang yang melihatnya. Kini, Sasha terlihat mirip dengan pembunuh berdarah dingin yang ada di dalam film bergenre thriller.
Bisik-bisik yang mulanya mulai berkurang saat Abelano bersuara kembali terdengar nyaring saat mendapati seringaian mengerikan di wajah mirip boneka Sasha.
“Bagus dong kalau lo gak takut sama manusia. Berarti kita serasi, gue juga gak takut sama manusia. Apalagi sama manusia lemah.” Sasha memberhentikan langkahnya saat jarak yang membentang antara dirinya dengan Abelano hanya tinggal dua meter. Seringai yang tadinya menghiasi kedua sudut bibir Sasha kini, mulai tergantikan dengan senyuman manis yang bisa membuat siapa pun terpesona saat melihatnya. Terkecuali, seseorang yang sudah tahu bagaimana tabiat mengerikan gadis itu.
“Kayanya kita cocok jadi teman. Lo mau gak jadi temen gue?”
Mendengar tawaran Sasha membuat kaum hawa yang ada di lapangan itu menjerit tertahan mengatakan tidak. Mereka tak mau jika pangeran kesayangan mereka berteman dengan gadis yang menurut mereka titisan iblis itu.
“Sayangnya gue gak tertarik.” Abelano memutar tubuhnya saat dirasanya tak ada lagi percakapan penting yang akan diucapkan gadis berkuncrit kuda itu. Ia melangkahkan kakinya menjauh.
“Tunggu! Gue belum selesai ngomong.”
Mendengar teriakan cempreng Sasha membuat Abelano kembali memutar tubuhnya menghadap gadis itu. Abelano memutar tubuhnya dengan begitu santai, tak menyadari tanda bahaya yang ada di dekatnya.
Saat Ableano berhasil memutar tubuhnya hingga berhadapan kembali dengan gadis yang tingginya tak lebih sebatas pundaknya, Abelano merasakan basah di baju dan wajahnya, dengan sedikit rambutnya yang juga menitikkan air. Semua orang yang berada di lapangan memekik tertahan saat melihat Sasha yang menyiram Abelano dengan cairan yang tak mereka mengerti namanya namun, memiliki bau busuk yang cukup menyengat.
“Ups! Sorry, gue sengaja. Karena, lo udah bikin kepala gue benjol dan bikin sedikit harga diri gue terluka saat lo nolak pertemanan gue, jadi, itu balasan gue buat lo.” Sasha tertawa cekikikan saat melihat wajah lawan bicaranya yang mulai memerah. Gadis itu merasa tubuhnya berada di atas angin. Ia menang. “Oh, ya, karena, lo udah gue siram jadi, ntar lo gak usah mandi lagi. Kan, keringat lo udah gue basuh pakai air bekas comberan itu. Eh, tapi kalau lo masih mau mandi lagi, sih, gak papa. Siapa tahu mandi lo nanti bisa bikin dosa dosa lo hilang. Dan, kalau dosa-dosa lo hilang, lo harus berterima kasih sama gue dan pastinya pahala lo ntar sebagian buat gue. Biar adil.”
Sasha semakin mengeraskan tawanya membuat koridor tempatnya berdiri itu sedikit menggemakan tawanya mengingat tak adanya orang yang mau bersuara. Bukan, bukan karena, mereka tak mau, melainkan karena, mereka merasa takut untuk bersuara.
“Udah, ah. Capek ketawa. Gue mau ke kelas dulu. Bye, Tampan. Dan untuk kalian semua, bubar sana. Ganggu penglihatan gue aja.”
Abelano mengepalkan kedua tangannya hingga membuat kedua buku tangannya memutih. Matanya masih saja menatap tajam punggung Sasha yang semakin mengecil karena, tertelan ruang. Sedikit seringai muncul menghiasi kedua sudut bibirnya.
“Awas aja! Gue bakal balas perlakuan lo, Sasha Amelia.”
🔜🔜🔜
AN :
Maaf, jika ada kesalahan penulisan atau nama tokoh yang sama. But, this story is real from my imagination. So, don't plagiarism.
I hope u enjoy it.
Masih awal. Saya kasih yang dikit-dikit dulu aja.
Thanks for reading. ❤❤
Btw, di sini kayanya bakal banyak kata-kata kasar. So, please be a wise & smart readers. Ambil yang baik, buang yang jelek. Jangan diambil semuanya mentah-mentah, okay?
Jangan lupa vote dan komentarnya. Menerima krisar dengan bahasa yang sopan. Thx.
🔜🔜🔜
Salam hangat sehangat mentari,
Raingarda.
Monday, 27 May 2019
At
©2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top