Bab 2

Kami terjun dengan kecepatan kurang lebih sekitar 80km/jam dari atas lantai tiga menuju ke pohon yang kujadikan sebagai target tempat pendaratannya. Aku melihat banyak sekali para antek-antek pemerintah yang tengah beroperasi di depan halaman rumah besar itu. Dan ... tunggu, aku mendengarkan sesuatu ... teriakan yang penuh dengan nista!

“Betmen!!”

Betmen?? Siapa?? Ah! Lupakan!

Sewaktu terjun kami melintasi tempat reruntuhan.

Tempat reruntuhan?

Dari belakang Isabella terus mendekap dengan eratnya ke punggungku.

Apa dia sebegitu takutnya? Apa dari tadi sewaktu terjun sama sekali belum membuka matanya?

“Mmm ... oeyy! Apa kau mendengar suaraku?”

“Diam!”

“Eh?? Beberapa meter lagi kita akan sampai. Apa kau akan terus menutup rapat kedua matamu? Tanpa sedikit saja melihat pemandangan indah dari atas sini?”

“Aku tidak mau membuka mataku! Aku berharap aku akan sampai dengan cepat dan nyaman tanpa harus melewati rasa kesakitan yang mendalam!”

“Apa maksudmu!? Kau pikir terjun tali ini akan mengantarkan kita kepada kematian, hah!?”

“Kau yang bilang sendiri!”

Aku yang bilang sendiri??

“Maksudmu seru untuk menuju kematian!?”

“Haha.Ya! Tentu saja.”

Sial! Aku mengatakan sesuatu yang membuatnya syok.

“Mm ... aku, aku waktu lalu cuma bercanda. Haha. Bagaimana kau bisa menganggapnya serius?”

“Tidak! Kata ayahku, terkadang ucapan yang pertama adalah sebuah kejujuran! Kau bilang begitu agar aku tenang dan kematianku tidak terlalu buruk dan menyedihkan, bukan!?”

Oey! Oey! Siapa yang berpikir begitu. Rasanya kau keciri sekali karena sering terlalu banyak membaca novel sehingga imajinasimu menjadi sangat tinggi dan penuh dengan kefantasian.

“Kuharap mulai dari sekarang kau membukakan kelopak matamu sebelum aku benar-benar melepaskan dan menjatuhkanmu dari sini!”

“Aku tidak mau lepas!”

Sial! Dekapan pelukannya semakin erat saja hingga aku hampir tidak bisa bernapas. Kuharap aku tidak mati duluan sebelum sampai ke tempat pendaratan.

“Baiklah. Terserah kau saja. Aku tidak akan memaksa lagi. Kumohon setidaknya ....”

“Aku tidak mau lepas!!”

Oeyy-oeyy aku belum selesai ngomong!

“Kurangi dekapan pelukanmu dari punggungku dan setidaknya berikan aku sedikit kelonggaran tempat bernapas untuk hidup!”

“Jika aku mengurangi tenagaku, aku takut nanti aku bisa jatuh! Aku tidak mau jatuh!”

Ngekkk!

Ouggh!! Pelukkannya semakin menjadi saja, semakin erat! Lebih baik aku berhenti berbicara, demi untuk keselamatan nyawaku sendiri!

Kami meluncur hingga akhirnya berhasil terhenti dan tergelantung di bawah dahan pohon yang rindang. Hentakan tambang yang terhenti secara mendadak membuat kami terombang-ambing tak karuan. Belum lagi pelukannya yang bagaikan cengkeraman milik ular naga.

_________________________________________

Setelah beberapa waktu kami tergelantungan terombang-ambing. Ayunan tambang yang mengikat kami pun mulai semakin pelan dan akhirnya berhenti bergerak. Tambang ini terbuat dari tembaga baja kuat yang di lapisi oleh karet setebal 1 inci.

“Kita telah sampai!”

Oeyy! Dia masih saja menutup matanya??

“Apa aku sudah sampai di akhirat?”

“Sudah! Tapi kurasa malaikat-malaikat itu menolak keras dalam menerima kedatanganmu!”

Karena kau masih bernapas.

“Kenapa begitu!?”

“Mereka bilang, kau masih belum cukup amal untuk memasuki surga. Timbangannya masih berat sebelah.”

“Ouh! Tidak! Apa itu artinya aku harus masuk ke neraka!”

“Ya! Kau benar! Kau harus masuk ke dalam neraka lagi!”

“Neraka lagi?”

“Ya. Neraka dunia. Dunia adalah replika dari neraka. Kau pernah hidup di dalamnya bukan?”

Barulah mata Isabella mulai terbuka sedikit demi sedikit setelah sekian lama tertutup rapat.

“Aku ... aku masih hidup!”

“Bukan. Tapi kau telah terlahir kembali. Dengan petualangan yang baru. Ngomong-ngomong, apakah kau takut dengan ketinggian?”

“Kurasa aku tidak. Karena aku telah terbiasa melihat pemandangan dari atas lantai tiga,” ujarnya dengan penuh semangat.

“Bagus! Kalau begitu coba kau lihat ke bawah kakimu.”

Isabella pun mulai menengok ke bawah. “Huuaaa!! Aku takut! Aku takut!”

Terkadang ucapan yang pertama bisa menjadi bukti suatu kebohongan. Itu menurutku, bukan kata ayahku.

“Baiklah, sedikit demi sedikit aku mulai hafal dan mengerti tentang rasa ketakutanmu itu. Kuharap lebih baik kau pejamkan matamu karena aku tidak memiliki waktu untuk berlama-lama bergelantungan seperti ini. Layaknya dua monyet.”

“Kau mau apa!?”

“Tentu saja kita akan turun ke bawah,” kataku sambil mulai mengulur tali.

Nyatanya saat turun Isabella tidak memejamkan matanya, melainkan dia terus melihat ke bawah dengan penuh rasa penasaran.

“Tunggu!”

“Mm??” Aku mendadak berhenti.

“Aku, aku ... sepertinya aku tidak mau kakiku menyentuh tanah!”

“Eh? Apa maksudmu? Kenapa kau tidak mau memijakkan kakimu ke tanah?”

“Firasatku berkata lain. kalau-kalau kakiku akan ditelan oleh bumi!”

Mulai lagi deh, berkhayal. Efek terlalu sering membaca novel fantasy.

“Bagaimana kita akan turun ke bawah jika kakimu saja tidak mau turun?”

Memangnya kamu mau aku tinggal sendirian bergelantungan di tambang seperti tarsan?

“Aku maunya gendong!”

Buset! Apa maksudnya ini? Dia makin lama semakin manja saja.

“Jangan terlalu manja! Berjalan dengan memijakkan telapak kaki di atas tanah itu banyak sekali khasiatnya, lho. khususnya dalam bidang kesehatan apalagi untukmu yang belum sama sekali merasakan sensasi dalam memijakkan kaki di tanah,” tuturku sambil memijakkan kedua kakiku ke tanah.

“Aku tidak mau! Aku takut tanah itu akan menelan kaki-kakiku!”

Imajinasi yang sangat parah dan keterlaluan!

Dengan tanpa basa-basi lagi aku langsung menurunkan dirinya dari gendonganku ke tanah.

“Jangan!”

Grab! 

Apa? Jadi beneran tanahnya menelan kakinya? Maksudku, lebih tepatnya beberapa tanaman seperti rumput liar tiba-tiba tumbuh dan menelan kedua kakinya? Oey-oey? Apa yang terjadi? Apa aku tidak salah melihatnya??

_________________________________________

“Ini bukan mimpi atau aku yang sedang berada di dalam dongeng serial fantasymu, kan?”

“Ini salahmu! Sudah kubilang untuk jangan menurunkan kakiku ke tanah! Kali ini kumohon kau jangan melepaskan aku!”

“Eh!? Kenapa?”

“Kubilang jangan ya jangan!”

Apa yang terjadi jika aku melepaskannya? Apakah sesuatu akan terjadi bila aku melepaskannya?

JRAABB!! JRAABB!! SKRAAABB!!

“Kenapa kau melepaskanku!”

“Eh! Maaf! Aku tidak sengaja!”

Aneh sekali! Sewaktu aku melepaskannya rumput-rumput liar itu menjalar yang tadinya hanya membungkus kedua kakinya sekarang setelah aku lepaskan dirinya, rumput-rumput liar tersebut menyelubungi ke seluruh tubuhnya. Dan kini kondisinya seperti layaknya kepompong!

“Cepat bantu aku! Keluarkan aku dari dalam sini!”

“Iya! Baik-baik! Kau tunggulah! Kuharap kau masih dapat bernapas di dalam sana!”

“Apa! Apa kau mengira aku akan mati karena rumput-rumput liar ini!”

“Tidak-tidak! Bukan itu maksudku!”

Tepat di bawah rindangnya pohon yang termasuk bagian dari hutan hujan tropis. Aku berusaha sekuat tenaga menyingkirkan rumput-rumput liar yang membungkus tubuhnya.

Dasar gadis fantasy! Malang sekali nasibmu! Baru saja keluar dari rumahnya setelah sekian lama mengurung diri di kamar selama 20 tahun, giliran pas keluar rumah langsung dibungkus dan dikurung kembali oleh rumput-rumput liar! 

Sekitar sepuluh menitan kami menghabiskan waktu untuk melepaskan ikatan rumput liar tersebut darinya.

“Bilang apa?”

“Iya, terimakasih. Pencuri.”

What! Walaupun diri ini memang pencuri tapi kalau dikatain ‘pencuri’ tetap nyesek juga, ya?

“Kau tahu karma?”

“Apa itu? Sejenis makanan?”

“Itu kurma, bloon!”

“Oh! Iya.”

“Yang barusan terjadi pada dirimu adalah karma.”

“Maksudmu, rumput-rumput yang mengikatku?”

“Iya-ya, benar! Itu karma! Karena waktu lalu aku hampir tewas karena nyaris tertimpa oleh gorden alumunium yang terbakar! Karena ikatan talimu yang mengekang tangan dan kakiku! Aku hampir menjadi pencuri panggang!”

“Ya, mungkin saja itu karma bagi seorang pencuri juga.”

Jadi, aku terkena imbasnya lagi. Skak mat, ya?

“Tapi walaupun begitu, keberuntunganku selalu berpeluang tinggi. Dalam hidupku aku tidak pernah rugi.”

Sial! Dia mengabaikanku saat aku bicara!

“Apa barusan kau tidak mendenga ....”

“Diam!”

“Diam??”

“Pelankan suaramu! Ada sesuatu yang bergerak di balik semak-semak!”

“Hmm? Pasti itu hanya seekor kelinci betina.”

“Bagaimana kau bisa tahu bahwa yang berada di balik semak-semak itu kelinci betina?”

“Ya, karena ... mmm ....”

“Maksudmu karena ada dirimu yang statusnya laki-laki di sini? Jadi kelinci betina tersebut mencoba mendekatimu dari balik semak-semak?”

“Bukan begitu! Otak fantasy! Aku hanya memprediksikannya bahwa itu hanya kelinci betina yang sedang mencari makan untuk anak-anaknya yang tengah lapar!”

“Owhh! Bagaimana kau tahu?”

“Lebih baik kita berburu kelinci itu dan dijadikannya menjadi kelinci bakar sebelum kau mulai mempertanyakan hal-hal yang di luar akal sehatku!”

“Haha, rupanya seorang pencuri pun bisa kesal juga, ya?”

Alert! Rage Gauge: 100%

_________________________________________

Karena penasaran dengan sesuatu yang di balik semak-semak. Aku berjalan pelan mendekati semak-semak itu. Sedangkan Isabella berdiri diam di tempat. Tidak mengikutiku.

“Kau tidak mengikutiku di belakang?”

“Jika aku melangkahkan kaki lagi maka rumput-rumput liar itu akan membungkusku kembali!”

Buset dah! Gadis fantasy ribet dan rumit amat!

Aku mulai mengangkat gagang senapanku setelah berada dekat dengan semak-semak itu.

“Satu! Dua ..., ti ....”

“Tunggu sebentar, Bos!! Tahan senapanmu!”

“Gyaaah!!”

Bakk! Bukk! Bakk! Bukk!

“Auuw! Auuw! Pelan-pelan!”

“Ah! Maaf!”

“Aduuh! Sakit dan nyeri sekali kepalaku.”

“Kenapa sih, Bos! Kau jahat sekali memukul rekan-rekan sendiri!?”

“Iya! Betul! Padahal kami sudah berteriak! Harusnya Bos tahu itu suara kami!”

“Ya ... maaf! Habis karena teriakkan kalian itu membuatku kaget setengah mati! Jadi tanganku refleks deh memukul-mukul kalian.”

Gila! Tadi kagetnya bukan main! Hampir serasa setengah hidup!

“Jadinya, kan benjol. Si kepala!”

Sebenarnya benjol di kepala kalian itu lebih mendingan ketimbang sesuatu yang sering menimpa jidatku sampai berkali-kali!

“Lagian, bagaimana ceritanya kalian bisa bersembunyi di balik semak-semak?”

“Sebetulnya kami bukannya bersembunyi, Bos! Tetapi kami jatuh nyungsep karena berlari-lari dikejar-kejar oleh para polisi!”

“Jatuh nyungsep? Berlari-lari? Dikejar-kejar? Oleh polisi?”

“Iya, Bos! Jadi gini Bos ceritanya ....”

_________________________________________

Waktu itu saat kami terjun dari atap rumah. Sebenarnya tali yang kami lemparkan ke bawah benar-benar tidak turun sampai ke koridor lantai tiga. Melainkan setengah lemparan.

What!?

Itu terjadi, karena kami terlalu banyak melilit-lilitkan talinya ke tiang kayu yang lebar. Pikir kami waktu itu agar saat terjun ke bawah tali itu tetap kencang dan tidak terlepas. Eh! Tapi alhasil karena begitu banyak utasan tali yang kami lilitkan membuat kami tergelantungan tak sampai ke koridor lantai tiga.

Aku pikir kalian pergi berlari tanpa menunggu aba-aba dariku kiraku masing-masing dari kalian telah menumbuhkan jiwa keprofesionalitasan dalam melakukan penyelundupan! Hingga berhasil membuatku terkagum-kagum! Tapi ternyata ....

Terpaksa kami naik kembali ke atap rumah dan melepaskan kembali lilitan talinya. Tapi sewaktu kami tengah melepaskan tali, salah satu rekan kami melihat sesuatu yang seperti pintu loteng di dekat tiang kayu.

Yahh? Itu sih kembali lagi seperti apa yang aku alami. Memasuki pintu kayu.

Dengan tanpa perlu lagi mengalami kesulitan dalam melepaskan lilitan tali yang rawut acak-acakkan. Kami pun langsung pergi memasuki pintu masuk tersebut.

Oey! Oey! Kalian meninggalkan talinya? Kalian pikir talinya murah!

Pintu itu sudah tua dan alangkah senangnya kami berhasil memasuki pintu tersebut karena pintu itu tidak dikunci.

Kalian senang karena pintunya tak terkunci? Kok berbeda dengan aku, ya. Melainkan waktu itu malah membuatku merasa kesal.

Karena kami berempat terlalu gegabah. Tangga masuk yang kami turunin amblas tak kuat menopang bobot kami. Kami terjatuh sekitar beberapa meter dari atas tangga.  

Astaga! Satu orang saja sudah bergetar serta bergoyang. Kalian langsung memasukinya secara beramai-ramai?

Sesampai di bawah lantai dasar ketiga. Kami mengalami kesulitan karena pintu yang akan kami masuki berbeda dengan pintu yang di atas. Pintu kali ini lebih kuat dari dugaanku. Terpaksa kami mengebornya.

Kalian mengebor pintu? Kupikir kalian akan bergerak sesenyap mungkin.

Setelah kami berhasil memasuki pintu itu ....

Tunggu! Sebegitu banyak pasang mata kalian. Apa kalian tidak melihat fitting lampu yang terbuat dari emas murni? Jangan-jangan kalian mengabaikan area sekitar?

Kami disuguhkan pemandangan yang luar biasa!

Luar biasa? Kalian terlalu melebih-lebihkan cerita.

Kami berjumpa dengan puluhan rak-rak yang terjejer mengisi seluruh ruangan. Rak-rak itu menampung sekitar puluh ribuan buku-buku lama.

Apa? Jadi bukan ribuan kotak yang berisi lampu bohlam dan sandal sepatu??

Di dalam situ, sejenak kami membaca dan mempelajari beberapa buku. Sungguh sangat banyak manfaat kami berada di situ. Kami semakin banyak menambah wawasan!

Oeey? Kalian sedang berniat mencuri atau sedang mengunjungi suatu perpustakaan??

Setelah sekian lama kami berada di dalam ruangan tersebut. Kami kembali mengebor pintu berikutnya.

Sekalian saja kalian jadi tukang bor! Kalian beruntung! Suara berisik bor kalian tidak terdengar karena rumah yang megah dan penghuninya yang hanya berjumlah dua orang!

Di pintu selanjutnya kami menelusuri lorong yang sangat mewah. Kami menelusuri karena kami rasa mendengar suara seperti seseorang menjatuhkan vas bunga. Kami pun berlari mencari tahu di mana asal suara tersebut. Akhirnya kami berhasil sampai di lorong koridor yang gelap. Dan kami melihat cahaya lampu di suatu kamar yang jauh. Walaupun cahaya kamar itu membias kecil ke arah sepanjang lorong koridor, tampak kami melihat seluruh vas bunga yang ada di pinggir-pinggir koridor telah pecah oleh seseorang.

Kurasa yang memecahkan vas bunga dan menyalakan lampu kamar pelakunya ada di sini.

Hanya ada satu vas bunga yang masih berdiri di antara pintu koridor kanan dan kiri. Kami mencoba untuk memperagakan bunyi yang dihasilkan oleh pecahnya vas bunga. Menirukan  suara yang waktu lalu terdengar keras.

(Tanpa disadari perilaku bosnya tersebut menitis ke anak buahnya.)

PRAKK!

Jadi suara yang terakhir waktu lalu benar-benar ulah kalian? Hingga pemilik rumah itu mengira kalian itu kucing yang menjatuhkan vas bunga.

Kami kembali lagi menengok ke pintu yang sebelah kiri. Kami mencoba mengumpulkan keberanian untuk pergi ke sana. Saat rasa penasaran kami mulai bangkit, kami mencoba untuk pergi ke kamar yang menyala itu. Tapi apa daya, langkah kaki seseorang mulai menghiasi kekosongan koridor. Sehingga kami berencana pergi daripada ketahuan oleh si pemilik rumah itu.

Walaupun kau menuju ke kamar itu. Orang yang akan kalian temui di sana hanyalah ....

Kami berlari dengan tergesa-gesa menuruni tangga elegan. Yaitu tangga yang menghubungkan lantai dua dan lantai tiga. Kami berniat pergi juga ke tempat tangga utama yaitu tangga yang menghubungkan lantai pertama dan lantai kedua. Tapi salah satu rekan kami melihat cahaya para shinigami dari jendela lantai dua. Karena kami tidak mau tertangkap atau terkepung di lantai pertama. Kami berencana lompat beramai-ramai dari jendela luar koridor sebelah timur.

Kalian lompat tanpa pengaman?

Entah baik atau buruk tindakan melompat dari jendela tersebut. Demi menghindari dari kejaran shinigami kami rela menerjang dari ketinggian sekitar 13 kaki.

Tentu saja tindakan buruk! Kalian melakukan hal yang fatal! Tapi kurasa sepertinya kalian sehat-sehat saja? Apa kalian tidak mengalami cidera? Seperti patah tulang?

Kami kira dengan menerjangkan diri ke bawah akan menghindarkan kami dari pengejaran shinigami. Tapi nyatanya tidak. Kami ketahuan karena sewaktu mendarat ke tanah, efek suara jatuh kami menghasilkan dentuman yang keras hingga terdengar oleh mereka. Kami pun disoroti oleh puluhan cahaya hantu yang sangat mengerikan!

Cahaya hantu?

Mereka bergerak dengan sangat cepat ke arah kami. Mereka menyemburkan api dari kedua lengannya!

Manusia pengendali api?

Kami yang sudah kehabisan tenaga karena terkuras oleh rasa ketakutan, sangat sulit untuk kami melarikan diri. Kami berhenti berlari dan terkepung oleh puluhan cahaya hantu yang mengelilingi kami. Kami sangat ketakutan dan sekaligus mata kami terasa perih saat cahaya hantu tersebut menampakkan diri di hadapan kami. Cahaya hantu itu benar-benar menghipnotis kami dan merubah kami menjadi lelah dan lemah. Akhirnya kami terkulai lemas terjatuh.

Kurasa asumsiku berkata ‘jika kau memandang cahaya senter dari jarak yang dekat maka kekuatan matamu akan semakin lemah dan cepat lelah’ apalagi sewaktu awal-awal tenaga kalian sudah terkuras karena terlalu banyak berlari dalam ketakutan. Aku yakin kalian langsung drop karena sudah mencapai batasnya.

Dan posisi jatuh kami aku yakin kami sudah berlari lumayan jauh. Karena seingat kami, sebelum sekeliling kami adalah kobaran api yang melingkar, ada seseorang yang berjalan dari belakang rumah besar. Dan aku yakin posisi jatuh kami berada di belakang rumah besar itu.

Lingkaran api? Seseorang yang berjalan dari belakang rumah besar?

Kami rasa, sepertinya orang tersebutlah yang menyelamatkan hidup kami dengan cara memadamkan api lingkaran itu. Jika bukan dia yang menyelamatkan kami, entah bagaimana nasib kami ke depannya. Mungkin sudah ditelan oleh lingkaran api itu. Saat tersadar, kami terkejut melihat rumah besar itu telah terbakar oleh kobaran api yang sangat besar. Kami berlari mencari tempat yang aman, yaitu bersembunyi di semak-semak belakang rumah dan sedikit demi sedikit berjalan pelan menelusuri hutan hingga sampai ke semak-semak yang berada di arah timur rumah itu. Di sana kami menyaksikan pemandangan yang mengerikan! Rumah besar yang dilahap oleh si jago merah!

Why? Jago merah?

Setelah lama kami bersembunyi di balik semak-semak sambil menonton rumah yang terbakar. Kami menyadari bahwa shinigami-shinigami yang mengejar kami dan yang membakar rumah itu ternyata adalah para polisi yang membawa peralatan senter terang dan flame thrower!

Dari sekian lama, kalian baru menyadari bahwa mereka memang bukan benar-benar shinigami??

Lantai satu dan lantai dua telah terbakar, sekarang giliran lantai tiga. Saat menyaksikan lantai terakhir tersebut akan dilahap, kami terkejut dengan sesuatu yang muncul dari kamar atas. Melompat dari jendela dalam keadaan terbakar hingga terjun ke bawah. Kurasa itu adalah pemilik rumah itu sendiri, malang sekali nasibnya. Dia mati dalam keadaan terbakar!

Oeyy-oeyy ... itu gorden alumunium yang aku singkirkan dengan membuangnya melalui jendela ....

Saat waktu yang bersamaan. Beberapa menit setelah kejadian tersebut. Kami dikejutkan lagi dengan seorang Betmen yang melayang keluar dari jendela menuju ke arah utara! Sebelum akhirnya kamar tersebut terbakar habis!

Tu-tunggu-tunggu? Betmen??

Karena kami anggap dia pahlawan, kami berlari beramai-ramai dan berteriak kegirangan! Hoooii! Betmen!! Tolong kami!! Tolong selamatkan kami!! Jadikan kami bagian darimu!! Kami telah lama mengidolakanmu!!

Oalah?? Jadi sumber suara nista waktu lalu berasal dari kalian, toh?

Kami berlari dan berteriak sangat keras! Hingga kami tak menyadari para gerombolan polisi itu mengejar kami dari belakang. Karena laju sosok Betmen sangat pesat, kami kehilangan jejaknya. Dan kami berjuang mati-matian berlari dikejar-kejar oleh para polisi. Tapi untungnya setelah lari beberapa kilometer kami terpeleset dan masuk ke dalam kawasan lumpur, sehingga para polisi yang mengejar kami kehilangan jejak dan memilih untuk kembali.

Perjuangan yang hebat ... hingga menyelam ke dasar daerah lumpur.

Setelah beberapa waktu bersembunyi di dalam lumpur. Kami akhirnya keluar dan menuju ketepian. Tubuh penuh dengan balutan lumpur, sehingga kami pergi mencari semak-semak yang pasak untuk menyingkirkan lumpur-lumpur yang menyelimuti kami dengan cara menggosok-gosoknya.

Kukira ada beberapa ekor kelinci betina yang sedang membersihkan bulu-bulunya yang kotor ke semak belukar.

Lalu selanjutnya, kami dikejutkan oleh dirimu Bos yang tiba-tiba tengah mengangkat gagang senapan! Wajar saja kami teriak kaget!

Jadi kita sama-sama kaget, ya? Kalian sudah mengira bahwa itu aku, tapi aku malah mengira kalian para beberapa ekor binatang yang aneh ... terpaksa aku mengayunkan gagang senapan ke kalian karena rasa kaget pula.

_________________________________________

“Jadi yang kau maksud Shinigami itu bohong, kan. Bos! Mereka cuma para sederetan polisi!?”

“Memangnya yang bilang mereka Shinigami, sia ....”

“Bos!! Sendiri!!”

“Ah?? Waktu kapan aku pernah mengatakannya??”

“Sewaktu sebelum berangkat ke misi pencurian ini!”

“Benarkah??”

_________________________________________

5 jam yang lalu sebelum pelaksanaan misi

Aku berjalan di sepanjang lorong yang gelap. Aku membawa gulungan kertas koran di tanganku, yang isinya tidak lain tentang berita terkini ‘Penjahat sadis bertopeng’. Itulah title yang ada di dalamnya.

Tidak jauh aku berjalan menelusuri lorong yang kumuh. Aku berbelok ke arah gang yang bersampingan dengan jejeran tempat sampah yang isinya melimpah ruah. Akhirnya aku sampai di District The Robs.

Aku berjumpa dengan rekan-rekanku yang lain. Mereka satu profesi denganku hanya saja pengalaman masing-masing anggota dari mereka sangatlah berbeda-beda atau bisa dibilang; mereka masih kelas teri.

“Hey! Alex! Apa kau sudah menyiapkan peralatannya untuk misi awal kita ini?”

“Tentu saja, Bos! Walaupun kami adalah pemula, tapi bakat kami dalam aksi penyelundupan dan kesenyapan kami tidak diragukan lagi.”

“Bagus kalau begitu. Kuharap kalian tidak hanya tukang banyak bicara tapi kalian juga tidak menghambat misi kali ini.”

“Maaf, Bos. Sudah kubilang, generasi kami sangat berbeda dengan generasimu, Bos. Walau banyak bicara kami pun sangat diandalkan dalam beberapa aksi.”

“Jangan sekali-kali kalian membandingkan dengan rekan-rekanku yang lama atau yang kini sudah pensiun! Perbedaan kalian dengan mereka sangat jauh meskipun sama-sama satu profesi. Perbedaannya bisa dibilang layaknya seperti seekor raja singa dengan seekor anjing Chihuahua.”

“Apakah perbedaannya sejauh itu, Bos? Apa kau sedikit melebih-lebihkannya? Setidaknya mungkin kami seperti serigala, Bos.”

“Sewaktu aku pergi kemari. Di tengah perkotaan, aku mendapatkan poster buronan baru,” kataku berusaha mengabaikan obrolan tak penting mengganti topik dengan obrolan serius.

“Poster buronan di kota kan banyak, Bos. Mungkin harga buronannya rata-rata tidak lebih di bawah 10.000 llionge.”

“Jangan bercanda!” bentakku dengan sedikit emosi melemparkan poster buronan seseorang ke atas meja bundar yang berserakan penuh dengan sampah kulit kacang.

“250.000.000.000 llionge??”

“Bukankah angka itu sedikit mendekati angka buronan milikmu, Bos!?”

“Ya! Cuma selisih 35 milyar llionge.”

“Wahh! Semengerikan apa orang ini!?”

“Itu belum seberapa dengan koran berita yang aku temukan pagi lalu. Seorang yang tak diketahui identitasnya, pria bertopeng,” tuturku sambil menunjukkan dengan membeberkan gulungan koran yang kusut kepada mereka.

“Oh tidak ... apakah dia orang yang terlahir dari panas api neraka?”

“Kurasa begitu. Dia tidak sendirian.”

“Maksudmu mereka berkelompok?”

“Benar, jumlah mereka bisa dikatakan mencapai ratusan. Sekitar 199 anggota”

“Ratusan orang-orang jahat?? Apa jadinya bumi ini.”

“Jangan lupa. Kalian sendiri pun termasuk penjahat.”

“Tapi, kan. Walaupun penjahat cara kami dalam melakukan aksi berbeda dengan penjahat yang lain, Bos.”

“Bagiku, penjahat tetaplah penjahat. Hanya orang lain yang berhak menilai kami adalah seorang penjahat atau bukan.”

“Ah! Kau benar, Bos. Maafkan aku.”

“Lalu apa motif kejahatan pria bertopeng beserta dengan 199 anggotanya yang lainnya?”

“Mereka melakukan aksi rasis dan tak manusiawi.”

“A-apa maksudmu? Kami tidak mengerti. Bisakah kau menjelaskannya secara lebih rinci?”

“Multi-Killer”

“Multi-Killer??”

“Ya, dia melakukan pembunuhan perorangan atau permassalan. Bagi mereka sekutu adalah rekan sendiri. Yang lainnya tidak lebih adalah musuh. Tidak peduli warga sipil atau orang yang bertindak kejahatan, mereka akan membunuhnya secara berkelompok.”

“Sadis sekali! Apa anak-anak, wanita dan juga orang tua pun mereka bunuh??”

“Mereka bunuh tanpa pandang bulu. Di mata mereka selain rekan sendiri adalah seekor binatang yang wajib diburu dan dibunuh.”

“Kejam sekali!”

“Karena berhubungan malam ini adalah hari pelaksanaan misi bagi antek-antek pemerintah untuk menuju ke Archipelago bagian selatan. Kita akan menyelinap ke kapal mereka dan melakukan aksi penyelundupan pencurian besar-besaran sebelum mereka membumihanguskan tempat yang sudah dijadikan target.”

“Akhirnya, aku sudah tidak sabar untuk merampok!”

“Tapi kalian harus ingat dan berhati-hati. Misi ini mungkin tidak hanya para pasukan antek-antek pemerintah dan tim kita saja. Aku mewaspadai tentang adanya pergerakan pasukan 200 Shinigami juga yang mengikut campuri urusan pemerintah.”

“Shi-Shinigami??”

“Ya, kudengar pasukan yang di bawah komando oleh pria bertopeng bernama ‘Shinigami’. Pasukan yang bergerak seperti hantu.”

“Ha-hantu!?”

“Kuharap mereka tidak mengikut campuri atau bentrok dengan penyerangan pada malam hari yang dilakukan oleh antek-antek pemerintah.”

“Me-mereka pun akan menyerang?”

“Bisa saja, jikalau salah satu dari mereka mengetahui kabar dari informasi pribadi serta rahasia milik pemerintah. Tapi asumsiku berkata, mereka juga akan terlibat dengan misi yang dilakukan oleh pemerintah. Itulah mengapa nilai harga buronan mereka meningkat sangat signifikan karena mereka selalu mencampuri urusan dengan pemerintah.”

“Apakah mereka tidak takut akan dimasukkan ke dalam sel penjara bila tertangkap?”

“Mereka adalah tipe petarung. Membunuh mahluk adalah ambisi mereka. Tidak hanya menyukai pertumpahan darah, level otak mereka pun juga tidak bisa diragukan lagi tentang cara mereka menyadap informasi di berbagai sumber termasuk informasi pemerintah yang paling rahasia. Dan jika mereka tertangkap, mereka hanya akan menutup mulutnya rapat-rapat untuk selamanya sampai mereka mati agar kerahasiaan kelompok Shinigami tak terbongkar.”

“Mereka sangat pro.”

“Maka dari itu, kebanyakan para pemerintah langsung membunuhnya karena percuma. Mereka tidak akan mendapatkan sedikit pun bocoran informasi apa-apa darinya.

“Hufft! Dari mana datangnya orang-orang itu!?”

“Menurut sumber yang terpercaya, kudengar mereka dari salah satu kepulauan tiga bermuda bagian barat.”

“Bukankah itu salah satu pulau di mana dulu kau dipenjara, Bos?”

“Tepat sekali. Jikalau mereka terlibat lagi dengan urusan pemerintah, lebih baik kita cepat mencuri dan setelah itu kita mundur.”

“Baik, Bos!”

“Setelah misi ini berakhir aku akan mengurus seseorang yang bernama Bruno Bucho.”

“Kau sendirian, Bos?”

“Kalian akan terbunuh bila membantuku.”

“Baiklah sekarang kita sudah berada pada pukul 19:35. Kami sudah tak sabar untuk melakukan aksi!”

“Kemasi barang-barang peralatan misi kalian, kita akan segera berangkat. Tempat pertemuan kita ada di dekat pangkalan unit kemiliteran pemerintah.”

“Kau mau kemana, Bos?”

“Aku ingin meminum sesuatu.”

“Oh, soda?”

Flashback selesai

“Mm ..., tapi kalian bilang Shinigami cuma bohong? Asal kalian tahu mereka benar-benar ada. Hanya saja mungkin mereka tidak mengetahui informasi tentang misi pemerintah yang kali ini.”

“Bos, lalu siapa perempuan cantik ini?”

“Oh, dia. Dia cuma korban curianku.”

“Korban curianmu!? Kau pikir dia barang apa!”

“Dalam pencurian tidak hanya barang yang prioritasnya wajib dicuri. Mahluk yang bernyawa pun jika berharga dan memiliki nilai yang besar, tidak ada salahnya untuk dicuri!”

“Itu bukan pencurian, Bos! Tapi penculikan!”

“Lalu jika dia itu curianmu, apakah kau akan menjualnya atau memberikannya kepada orang yang tidak mampu sebagai pembantu??”

“Kau bicara apa, dia tidak akan aku jual atau kuberi pada orang yang membutuhkan bantuan tenaga. Aku hanya membebaskannya.”

“Membebaskannya? Maksudmu, dia ....”

“Ya. Dia putri dari pemilik rumah itu.”

“Apa kau tak apa melakukan hal senekat ini, Bos!?”

“Bagaimana kalau dia melaporkan kita ke polisi!?”

“Iya, benar!”

“Kalau begitu, ayo kita tunggu apakah dia akan melakukan hal itu,” tuturku.

“Hey, Nona.”

“Ya?” sahut Isabella.

“Setelah kau dibebaskan olehnya, karena kau mengetahui dia seorang pencuri apakah kau akan melaporkannya ke polisi walau dia menyelamatkan nyawamu?”

“Oh! Aku baru sadar. Jadi seorang Betmen itu, Bos sendiri!” celetuk salah satu mereka berempat yang baru menyadari sesuatu.

“Hei! Siapa bilang aku ini Betmen! Pandangan kalian sajalah yang salah!”

Sejenak Isabella pun membuka mulutnya, “Aku, tidak tahu benar lokasiku di mana. Jadi aku tidak dapat melapor.”

“Kau, kau tidak tahu lokasi tempat tinggalmu sendiri??”

“Kalau begitu aku akan membantumu untuk mencari tahu tentang nama lokasi dan setelah itu kita akan memanggil polisi lagi.”

Plak!

“Apa yang akan kau lakukan! Apa kau berniat menjebloskan diri ke dalam sel penjara!?”

Isabella lanjut bicara, “ya. Walaupun dia berusaha untuk mencuri kado hadiahku, yaitu sepatu pemberian ayahku ....”

Aihh! Harusnya kau tak perlu mengatakan target curianku yang zonk!

“Apa!? Bos masuk ke dalam rumah besar itu hanya ingin mencuri sepatu milik perempuan ini??” potongnya.

“Itu tidak benar! Itu hanya kesalahpahaman!” belaku.

“... aku tidak akan melaporkan kepada pihak kepolisian. Karena bagiku dia orang baik, dia menyelamatkan hidupku,” sambung Isabella.

“Kau tak perlu membagus-baguskan namaku. Aku hanya seorang pencuri. Dilihat dari mana pun aku hanya seorang penjahat.”

“Bos! Tapi dia benar, Bos! Kita memang orang baik!”

“Jangan lupa. Kalian sendiri pun termasuk penjahat.”

“Tapi, kan. Walaupun penjahat cara kami dalam melakukan aksi berbeda dengan penjahat yang lain, Bos.”

“Bagiku, penjahat tetaplah penjahat. Hanya orang lain yang berhak menilai kami adalah seorang penjahat atau bukan.”

Pletak!

“Tapi salahmu tadi, kau mengatakan “kita” dan itu termasuk mengatakan dirimu sendiri adalah orang baik!”

“Oh! Iya-iya maaf, Bos!”

“Siapa mereka ini? Apa mereka juga sahabat-sahabatmu?”

“Mereka ini pencuri barang-barang di rumahmu. Kuharap kau segera melaporkannya ke pihak berwajib.”

“Apa!! Kau juga ikut terlibat, Bos!!”

“Hehe, tidak-tidak. Tenang saja aku tidak akan melaporkan kalian juga ke pihak kepolisian. Memangnya siapa diriku? Haha.”

“Oh! Syukurlah,” ucap mereka berempat.

“Ngomong-ngomong, nama kalian siapa? Terutama kau. Kita sudah lama berbincang tapi kau tidak memberitahukan namamu!” tanya Isabella.

Oeyy! Kau pun sama. Aku tahu namamu pun dari percakapan saat dalam telepon.

“Itu karena aku pencuri. Mana mungkin aku memberitahukan namaku pada korban pencurianku sendiri.”

“Jika kau tak berat hati. Kami berempat akan memperkenalkan diri pada Anda, Nona. Sang putri dari pemilik rumah besar.”

Apa kau harus menyebutkan ‘rumah besar’? Itu terdengar seperti mengagungkan namanya.

“Baik! Tapi sebelum itu. Perkenalkan namaku Isabella Ghassani. Usiaku baru 20 tahun. Aku tinggal di rumah ayah.”

Tinggal di rumah ayah? Sialan, aku tidak bisa berhenti ketawa saat dia mengatakan itu.

“Oh! Wah! Kau masih muda, ya. Padahal kau masih umur dua puluhan,” seru salah satu dari keempatnya.

Bletak!

“Umur dua puluhan memang masih dibilang muda!”

“Oh? Benarkah,” celetuk salah satu dari keempat dengan sedikit menggaruk-garukkan kepalanya.

“Perkenalkan juga, aku A-Rob.”

“A ... Rob?” ulang Isabella kebingungan.

“Aku I-Rob.”

“Aku U-Rob.”

“Aku E-Rob.”

“Waw! Rekan-rekanmu memang memiliki nama yang sama, ya. Pasti namamu juga tidak jauh dari mereka ini.”

“Mmm?”

“Aku tebak. Pasti namamu O-Rob!?”

“O ... O ... O-Rob, katanya? Hahaha!” tawa dari keempatnya.

“Bukan. Namaku Hellios Meyer Dochkin.”

“Ah? Kenapa namamu beda dari mereka?”

Oeyy! Jangan samakan aku dengan mereka. Itu memang namaku dari dulu!

“Sebenarnya, nama mereka hanyalah nama anggota yang dipakai sebagai sandi di District The Robs.”

“District The Robs?”

“Ya. Itu tempat aku membangun organisasi yang isinya kumpulan para pencuri dari seluruh dunia.”

“Iya, Nona. Sebenarnya awalan nama kami juga tidak jauh dari kata Alfabet sandi Robs.”

“Benar. Nama aslinya Alexander Murphy dan sandinya A-Rob. Sedangkan namaku Iskandria Hudson dan sandiku I-Rob.”

“Namaku Ullyses Prendergast dan sandiku U-Rob.”

“Dan namaku Erendals Lysander dan sandiku E-Rob.”

“Waw! Kalian memiliki nama yang keren dan berkelas!”

“Owh! Terima kasih. Yaaa, kami memang sangat berkelas.”

Berkelas? Maksudnya pantas bagi untuk yang penyandang pencuri?

“Lalu, ngomong-ngomong jarahan apa yang berhasil kau ambil?”

“Hei, Bos. Apa kau tak bisa membahas itu lain waktu? Kita sedang kedatangan seorang wanita, apalagi dia adalah termasuk dari seorang korban dalam aksi kita.”

“Aku Bos kalian. Di manapun aku membahas tidak peduli situasi dan kondisi. Dan kupertegaskan pada kalian, aku sama sekali tak menganggapnya sebagai korban atas misi ini. Apalagi menyakitinya, menyentuhnya pun tidak. Ini semua hanyalah kecelakaan dari perbuatan yang dilakukan oleh antek-antek itu. Isabella nyaris menjadi korban yang terbakar oleh ulah mereka. Tidak ada jalan keluar selain aku membawanya pergi dari ruang kematian.”

“Maaf Bos, aku telah lancang.”

“Katakan dan sebutkan jarahan apa yang berhasil kalian ambil? Karena dengan itu, bisa saja Isabella memaafkan kalian dan tidak melaporkan ke pihak kepolisian. Kalian harus membayar dengan mengembalikan seluruh jarahan yang kalian curi dari rumahnya.”

“Ka-kami, kami tidak mencuri apapun barang yang ada di rumahnya, Bos.”

Apa? Lalu, apa saja yang kalian lakukan sewaktu dalam misi? Apakah kalian hanya berlari-lari tidak jelas? Cuma memasuki dan keluar begitu saja tanpa mengambil barang? Setidaknya satu curian barang?

“Bagaimana kalian dapat disebut sebagai profesi pencuri??”

“Jika Bos sendiri? Barang apa yang berhasil Bos curi??”

Skakmat yang kedua kalinya?

“Ba-barang? Hehe ... aku pun sama sekali tidak mendapatkan apa-apa. Hufft ... sangat disayangkan, bukan? Kita mencuri di rumah yang besar tapi tidak mendapatkan apa-apa.”

Terpaksa aku mengeles agar terhindar dari percakapan yang nantinya berujung ke arah senjata makan tuan.

“Ah! Maaf Bos. Bolehkah aku mengambil kotak makanan yang aku simpan di ranselmu,” ucap Iskandria.

“Kotak makanan?”

Ja-jadi kotak makanan yang aku temukan di ranselku adalah miliknya!? Akan sangat gawat jika dia memeriksa dan menemukan barang curianku! Apalagi aku menaruh kotak makanannya di paling bawah, sedangkan barang curiannya di paling atas.

“Waktu lalu, sewaktu Bos pergi mencari minum. Ranselmu tertinggal. Karena ransel kami telah penuh dengan alat-alat misi dan sudah tidak muat lagi untuk diisi sesuatu barang, aku terpaksa menyelipkan kotak makanan ke ranselmu yang sedikit ramping, Bos,” ungkap Iskandria.

“Oeyy! Siapa suruh membawa perbekalan saat dalam melakukan misi! Hal itu dilarang bagi kamus  besar Robs! Kau berniat mencuri atau bertamasya!? Karena kau telah membuat kesalahan, aku terpaksa menyita kotak makananmu yang kini ada di dalam ranselku!” dalihku.

Bicaraku terlalu ngawur. Emang ada kamus Robs?

“Hufft! Baiklah aku yang salah, Bos.”

“Apa kau setamak itu? Hingga kau menghukum kesalahannya dengan menyita makanannya?” hardik Isabella.

“Oeey! Aku ini orang jahat. Bagi profesi pencuri memberikan atau berbagi dan memaafkan adalah suatu hal yang tabu walau sesama rekan!”

“Kau ketua pencuri yang tidak memiliki hati. Padahal rekan-rekanmu melaksanakan misi dan bekerja hanya untukmu sampai mereka rela memenuhi ransel-ranselnya hingga penuh sesak dengan semua peralatan misi!”

“Nona-Nona, kau salah paham. Dia mengatakan itu bila ada orang lain. Tapi di belakangnya dia akan memberikannya lagi,” ungkap Iskandria.

“Benarkah?? Kalian jangan membela orang yang telah jelas-jelas melakukan penyimpangan!”

“Buktinya dia mencuri demi ....”

“Hentikan omong kosongmu! Pencuri memanglah tamak! Kalian harus tahu itu!” bentakku.

“Tuh kan apa aku kata. Jangan pernah membela orang yang jelas-jelas telah menyimpang. Kalian tidak boleh meniru apalagi menjadi sepertinya karena itu perbuatan yang tidak baik.”

“Ah! Nona.”

Yang tidak baik? Kurasa kau benar. Menyimpan rahasia tentang kesandiwaraan berlama-lama pun juga tidak baik.

“Isabella.”

“Iya?”

“Apa kau tak mencemaskan tentang ayahmu?”

“Kurasa untuk sekarang tidak.”

“Apa maksudmu berkata tidak?”

“Setelah mendengarkan cerita yang dialami oleh mereka berempat. Aku telah menyimpulkan bahwa ayahku tengah baik-baik saja. Dan aku yakin itu!”

“Oh! Yang itu? Seseorang yang menyelamatkan mereka dari lingkaran api?”

“Benar, dia ayahku.”

“Ayahmu? Bagaimana kau bisa sebegitu yakin? Apa kau tidak berfikir dua kali? Kalau-kalau yang menyelamatkan mereka bukan ayahmu melainkan orang lain?”

“Di tempatku tinggal, tidak ada orang lain selain ayah.”

“Kau bilang waktu itu kau menganggapku seorang pebersih kamar? Berarti kau telah berjumpa dengan seorang selain ayah, yaitu tukang pebersih kamar.”

“Untuk itu, aku tidak pernah tahu orang yang seperti apa tukang pebersih kamar itu. Karena aku hanya mengetahui nama profesinya saja dari ayahku pada dua hari yang lalu.”

“Dua hari yang lalu?”

_________________________________________
Dua hari yang lalu

Tok! Tok! Tok!

Aku terbangun dari tidurku setelah mendengar bunyi ketukan pintu dari ayah.

“Iya. Sebentar, Ayah.”

Aku menyingkirkan selimut yang menutupi setengah dari tubuhku ke samping ranjang. Setelahnya aku mulai bangkit dan duduk. Mencari-cari sandal yang biasa aku taruh di bawah ranjang. Aku berjalan menuju pintu tapi sebelum itu aku mengambil kunci dari saku baju tidurku. Setelah mendapatkannya aku segera memasukan kunci itu ke dalam lubang kunci dan memutarnya.

Cklekk

“Selamat pagi, Putriku. Apa tidurmu nyenyak?”

“Ah. Kurasa lumayan.”

“Lumayan? Apa putri ayah membaca novel barunya hingga sampai larut malam?”

“Ah. Tidak, Ayah. Aku tidak membacanya sewaktu malam.”

“Lalu?”

“Setelah makan malam aku langsung membersihkan kamar karena aku rasa kamarnya benar-benar tidak rapi dan sedikit berantakan.”

“Jadi itu alasan putri ayah yang membuat tidur malamnya kurang nyenyak karena letih?”

“Hehehe. Kurasa begitu, Ayah.”

“Dengarkan ayah. Kau tidak boleh melakukan sesuatu hal kegiatan yang membuatmu terlalu kecapean. Itu akan membuatmu sakit, Putriku. Apa perlu ayah menyewa pekerja tukang pebersih kamar?”

“Tukang pebersih kamar? Apa itu?”

“Kau akan tahu nanti setelah ayah menyewakannya untukmu.”

“Kurasa Ayah tak perlu melakukan hal itu. Terkadang aku ingin hidup mandiri dan melakukan hal semampu dan sebisaku, Yah.”

“Oh! Itu bagus. Sepertinya putri ayah sudah tumbuh dewasa. Ayah senang mendengarnya. Tapi sebelum itu, karena ayah lihat putri ayah sedang letih makanya ayah membawakan makanan favoritnya.”

“Apa itu, Ayah?”

Ayahku melangkah keluar kamar dan menarik sebuah troli stainless steel ala restoran. Membawanya masuk ke dalam kamar.

“Tadaaa! Menu favorit putri ayah tercinta, nasi goreng.”

“Wahh! Nasi goreng!”

“Ayah yang memasaknya, ayah harap putri ayah makan dengan lahap, ya.”

“Sejak kapan Ayah bisa masak?”

“Mmm ... untuk itu, itu rahasia.”

“Huuu!”

“Hehehe.”

Dan pada saat itu, waktu aku bertemu denganmu kukira kau adalah sewaan tukang pebersih kamar ayah yang masuk dari jendela kamar ibu.

Flashback Selesai.

_________________________________________

“Apa!? Kau mengira bos kami tukang pebersih kamar? Hahaha.”

“Jangan meledek.”

“Uniknya itu, tukang pebersih kamar masuk lewat jendela, haha.”

“Diam.”

“Hahaha, maaf, Bos. Kami terlanjur senang.”

Kenapa sih? Setiap aku menanyakan sesuatu seakan berujung ke arah senjata makan tuan? Selalu saja aku yang kena. Ampun deh.

Sewaktu kami berbincang cukup lama. Tiba-tiba aku mendengarkan suatu suara.

Tunggu?

“Hahaha.”

“Apa kalian mendengar sesuatu?”

“Sudah deh, Bos, kau jangan mengalihkan pembicaraan. Hahaha.”

“Hahaha!”

Pletak! (Auw!)

Pletak! (Auw!)

Pletak! (Auw!)

Blettakk!! (Auuw Waauuw!)

“Kubilang diam!!”

“Baik, maaf, Bos!”

“Kenapa sih aku terkena pukul paling keras!?” keluh Erendals.

Aku tidak menyangka kalau perbincanganku dengan rekan-rekanku akan menjadi pertemuan yang terakhir kalinya. Setelah ratusan para antek-antek pemerintah itu kembali mundur sambil membakar hutan hujan tropis dengan senjata flame throwernya.

Pemandangan api yang membakar habis sesuatu yang dilahapnya termasuk pohon-pohon yang rindang itu, terkesan terlihat sangat mengerikan. Pembakaran hutan. Beberapa habitat yang menempati lokasi tersebut kian benar-benar telah musnah bersama dengan hangusnya hutan hujan tropis.

Langit memerah, ribuan burung-burung pergi membawa anak-anak serta meninggalkan masing-masing sarangnya. Itulah pemandangan yang aku lihat saat aku tengah mendongakkan kepalaku ke atas bersamaan dengan Isabella yang berada di gendonganku. Berjuang sekuat tenaga, berlari menjauh dari kobaran api yang menerjang dari belakang.

Bukkh!!
 
Terakhir yang aku ingat sewaktu sadar adalah terpeleset di tanah yang licin. Yaps, tanah miring yang longsor. Selanjutnya aku tak melihat apa-apa, hanya gelap yang ada di mataku. Pada saat itu aku sama sekali tidak mempedulikan dirinya, entah dia terlempar dari gendonganku atau masih berada di sekitar areaku. Hanya satu yang aku pikirkan. Yaitu, kuharap jidatku kali ini benar-benar aman-aman saja tanpa mengalami terkena suatu benturan apapun.

Walaupun kau adalah seorang ibu yang super sibuk tapi kau sangat berperan penting dalam mengedepankan mengenai urusan masalah apa yang dialami oleh putrimu ... aku tidak pandai dalam berkata-kata ... tapi jujur saja kau adalah sosok ibu yang hebat ....
~Manfred Chicken~

Aku tidak tahu sudah berapa lama diriku tertidur menghabiskan banyak waktu yang terbuang, yang pasti kini aku merasakan seperti berada di atas kasur yang nyaman dan empuk. Apakah berada di ranjang Isabella? Bukan! Ranjang dan kamarnya pun kuingat telah terbakar. Apakah mungkin ranjang yang lain? Benarkah ada ranjang di tengah-tengah hutan? Itu tidak masuk akal, mungkin kondisiku terlalu parah hingga aku merasakan kenyamanan dalam hidupku.

Perlahan-lahan mataku mulai membuka. Melihat keadaan. Apakah aku benar-benar di tengah hutan? Jika begitu, pasti aku sudah terbakar oleh api-api itu.

A ... atap? Atap rumah?

Mataku terbelalak seketika saat melihat atap dan sekitarnya. Aku berada di dalam kamar yang kecil. Tubuhku mencoba untuk bergerak, tapi kurasa tidak mampu. Aku merasakan rasa memar yang lumayan berat saat menggerakkan tubuhku.

Jadi aku ditolong, ya?

Ternyata beberapa bagian di tubuhku telah dibalut oleh kain verband dan aku merasakan rasa nyeri yang luar biasa di sekitar area kedua paha, sebagian punggung dan salah satu betis. Termasuk kepala.

Kepala? Kepala juga? Oh tidak! Pasti jidatku pun terkena dampak benturan juga.

Cklekk!

Suara buka pintu? Ada seseorang yang masuk?

Mendengar itu aku langsung menutup mataku dan berpura-pura tertidur.

“Anda sudah tidak perlu lagi untuk berpura-pura.”

“Ah! Dari mana kau tahu?”

“Tuh, dari jendela.”

Owh. Dari jendela, ya? Pencuri tepar yang ketahuan.

“Sepertinya luka Anda mulai kering dan sedikit mulai pulih.”

“Tentu saja, aku hanya tertidur beberapa saat setelah mengalami guncangan.”

“Anda tertidur selama 2 hari penuh, Pak.”

What the ...!

“Tertidur selama 2 hari penuh!?? Yang benar saja? Padahal kurasa aku baru bangun sesaat setelah mengalami musibah kecil.”

“Kepala Anda terbentur. Mungkin itu yang membuat Anda terkena amnesia sesaat, Pak.”

Sudah kuduga. Kepalaku terbentur lagi.

“Apa luka di kepalaku berada di bagian jidatku?”

“Tidak, Pak. Lukanya tepat di bagian belakang kepala Anda.”

Oh syukurlah ....

“Tu-tunggu! Di bagian belakang kepala!??”

Ini akan sangat parah daripada di bagian jidat!

Seseorang lagi datang dengan bulu kumis yang tebal dan warna rambut kepala yang sedikit kemerah-merahan. Berperawakan besar dan mengenakan baju tebal serta sebagian terkena noda kotoran ternak di bagian pinggulnya dengan berjalan terpincang-pincang.

“Akhirnya kau telah sadarkan diri. Apa luka di sekujur tubuhmu masih terasa sakit?”

“Tidak.”

“Tentu saja, Papa. Barusan saja dia mencoba untuk bergerak bangun tapi akhirnya dia kembali terbaring karena merasa kesakitan.”

“Oh, begitu. Kuharap kau dapat merawat dan membantunya sampai sembuh total.”

“Maaf, itu tidak perlu. Om dan Nona. Begitu selesai berbincang dengan kalian pun kini aku akan segera pergi dari sini.”

“Jangan berlagak sok kuat, Anak Muda. Putriku Farma adalah seorang dokter di sini. Jika kau menolak bantuannya, dia akan merasa sedih dan akan gagal menjadi seorang dokter.”

“Kau dokter?”

“Ya. Aku adalah seorang dokter hewan.”

What the ..!!

“Oeyy! Oeyy! Jika begitu aku lebih memutuskan untuk tidak mempertimbangkan perasaanmu putrimu dan memilih untuk pergi dari sini! Daripada dirawat oleh dokter yang tidak sesuai! Apa kau gila! Aku ini bukan hewan. Aku manusia!”

Apa gadis ini benar-benar waras?

“Aku tahu, aku ini dokter spesialis hewan, tapi usahaku dalam merawat mahluk yang selain hewan tidaklah begitu buruk!”

“Pokoknya aku tidak mau! Dan aku memilih untuk menolak! Apa kau mengerti!”

“Jika kau menolak dan berencana untuk pergi. Aku tidak yakin jidatmu akan baik-baik saja oleh sekop ini!”

“Heyy! Kenapa harus jidatku yang selalu menjadi taruhan atau jaminannya. Apakah tidak ada cara lain, apa!”

Sniiff ... sniff ....

“Ah? Apa kau merasa sedikit flu? Jangan-jangan kau mengidap penyakit ....”

“Hooey!! Jauhkan ujung sekopmu itu dari wajahku, Tuan! Aku merasakan bau yang menyengat dan tidak mengenakkan!”

“Oh, maaf. Sekop ini aku gunakan untuk mengangkut kotoran sapi ternak yang menumpuk.”

“Heeeyy!”

“Walaupun kau sebegitu keras kepalanya ...,” ucapnya sambil menurunkan sekopnya. “aku sangat kagum dengan apa yang telah kau lakukan, seperti melindungi.”

“Melindungi??”

“Ya. Kau melindungi wanita itu.”

“Wanita? Apa maksudmu ....”

“Isabella Ghassani,” jawab Farma.

“Ah! Iya. Aku hampir lupa. Itu nama wanita tersebut.”

“Isabella!? Kalian mengenal wanita idiot itu!? La-lalu, ke mana dia sekarang?? Apakah dia baik-baik saja!? Ce-cepat katakan?? Beritahu aku tentang keadaannya sekarang!?”

“Hufft ... jangan begitu tergesa-gesa. Kau baru saja tersadar dari kematianmu yang tertunda itu.”

“Kini Kak Isabella tengah berada di luar. Dia sangat bahagia sekali saat memberikan makan kepada para sapi perah itu. Aku baru pertama kali melihat seseorang yang sebahagia itu, padahal dia hanya berjumpa dengan binatang ternak. Tapi kesannya seperti orang yang baru mengetahui dunia luar saja,” ucap Farma.

Yang kau bicarakan itu memang benar, bukti nyata bahwa itu pertama kalinya dia mengetahui dunia luar ....

“Apa hewan ternak itu berbahaya?”

“Tentu saja tidak, mereka sangatlah jinak. Tapi aku tidak menjamin kalau mereka tidak akan menggigit.”

Tapi yang sekarang aku pikirkan dan aku cemaskan dari tadi,  sesuatu hal yang membuatku khawatir adalah mengenai langkah kakinya ketimbang gigitan binatang ternak itu.

“Tidakkah kalian melihat ada sesuatu yang aneh di kedua telapak kakinya??”

“Mmm? Yang aneh?”

“Benar. Seperti tumbuhan??”

“Maksudmu, hiasan bergambar flora yang ada di sepatu kacanya? Kurasa itu tidak terlihat aneh, tapi jika kau menginginkan aku berpikir sepertimu, kurasa kau benar, hiasan flora itu kenapa harus tergambar di sepatu kacanya? Bukankah itu terlihat seperti anak kecil?”

“Oeyy? Apa yang kau bicarakan?”

“Aku hanya mengikuti cara berpikirmu!”

“Mmm?? Benarkah??”

“Tu-tunggu? Tadi kau tidak bilang ....”

PLAKK!

Auwwaauuww!

“Apa yang telah kau lakukan!”

“Semua pendatang baru harus wajib memanggil ‘Papa’ padaku! Kau mengerti!!?”

APA!! ... Papa?

“Kenapa aku harus memanggilmu dengan sebutan itu!!? Ogah!! Aku tidak mau! Lagian kau siapa!? Kau bukan papa-papaku!”

PLAK!

“Jangan menjadi anak durhaka!”

“Sudah kubilang! Aku bukanlah anakmu! Aku tidak kenal dirimu! Apalagi mengenai tentangmu!”

“Semua orang yang ada di perkampungan ini memanggil papaku dengan sebutan ‘Papa’ dan itu wajib untuk seorang yang menetap di sini ataupun yang hanya sekedar mampir. Jika kau tidak mengikuti memanggilnya papa, tidak hanya papa yang akan menamparmu karena murka, tapi seluruh warga yang ada di sini pun akan ikut membencimu dan mengucilkanmu.”

Why?? Why?? Peraturan konyol macam apa itu??

“Jika kau tidak mematuhi, aku tidak peduli keadaan setengah matimu! Aku akan terus menampar jidatmu!”
Lagi-lagi, kenapa harus jidatku yang menjadi sasaran!!

_________________________________________

Di sisi lain

“Ah, aku sangat iri padamu.”

“Mmm?? Ke-kenapa harus iri?”

“Mungkin menjadi seperti dirimu sangat menyenangkan. Hidupmu sangat bebas wahai sang pengembala. Tidak peduli harus tidur di mana, sarang ayam pun dapat kau tempati.”

“Oh, hehe ku-kurasa kau benar, aku memang pengembala yang bebas. Aku sudah terbiasa menganggap langit adalah atap rumah sedangkan bumi adalah alas rumahku.”

“Ah, aku sangat penasaran dengan kehidupan yang kau jalani. Bisakah kau memberitahuku? Apa aktivitasmu selain pekerjaan dalam mengembala domba?”

“Oh, untuk itu banyak sekali yang aku lakukan, dari mulai memeras susu sapi, mengumpulkan telur-telur burung dari sarangnya, mencukur bulu domba, mengajak bebek-bebek pergi berenang, menggoda ayam kalkun yang sangat sensitif dan banyak hal lagi aktivitas seru lainnya.”

“Waw, itu ... melebihi banyak aktivitasku sewaktu di rumah. Hidupmu penuh dengan petualangan. Aku pasti akan belajar banyak mengenai tentang dirimu.”

“Oh, kau tak perlu melebih-lebihkan, aku hanya mahluk yang berstatus sebatang kara. Hanya Farma, Papa Chick dan warga kampung di sini yang mengakui diriku.”

“Kau benar, mereka sangat baik dan peduli kepada seluruh hewan dan juga terhadap dirimu. Kau telah dianggap sebagai putra laki-lakinya, oleh Papa Chick.”

“Untuk itu aku sangat bersyukur karena telah beruntung diangkat menjadi bagian dari anaknya.”

“Itu artinya kau adalah adik dari Farma??”

“Kurasa kau keliru. Sebenarnya aku dan Farma adalah dua sahabat yang tak akan terpisahkan.”

“Ah? Benarkah? Kalau begitu. Dirimu ataupun Farma adalah dua pasangan yang sangat spesial.”

“Te-terima kasih ... aku baru pertama kali melihat pengunjung baru sangat ramah sekali padaku dan cara bicaramu sangat bersahabat sekali. Apa kau yakin ini semua bukan settingan belaka? Kalau-kalau kau ada maunya seperti menculik diriku dan memisahkanku dengan Farma?”

“Hooey! Bocah Telur! Hanya karena dia gadis yang lugu kau berani mencurigai tentang dirinya??” seru Hellios yang tiba-tiba datang dan mencampuri pembicaraan mereka.

“Ah! Maaf. Maksudku bukan begitu, aku hanya tidak mau terjebak lagi untuk sekian kalinya. Banyak dari seluruh pengunjung yang menghina dan berpura-pura baik padaku tapi ujung-ujungnya dia mencoba untuk menjualku di pasar gelap.”

“Tunggu-tunggu, sebelum itu. Apa kau merasakan bahwa kini gadis tersebut tengah berpura-pura baik di matamu?”

“A-aku tidak tahu pasti. Tapi entahlah. Maaf, aku harus pergi kembali mengembala domba-dombaku dan aku tidak terlalu suka dengan keramaian ataupun suara lantang dari seorang pria dewasa.”

“Hey-hey! Tunggu sebentar Bocah Telur!” kataku sambil berjalan mencegahnya pergi.

“Aku ingatkan padamu untuk tidak berlaku kasar padaku, Tuan Pengunjung!”

“Oeyy-oeyy, dari tadi aku tidak melakukan apapun apalagi menyentuhmu!”

“Tapi dengan hawa keberadaanmu itu kini Anda benar-benar tengah menekanku.”

“Kau jangan terlalu sensitif seperti itu Bocah Telur. Sepertinya kau sendirilah yang menciptakan suasana perasaan tak karuan dan membuat keadaanmu sendiri menjadi sulit.”

“Lalu apa masalahmu untuk mencegahku pergi? Bukankah itu membuatku berpikir bahwa keberadaanmu sangat mengancam diriku!”

“Aku tidak akan melakukan hal sejauh ini jikalau kau tidak membuatku tersinggung.”

“Hellios ... ada apa dengan jid-”

“Diam, Isabella. Tidak sekarang untuk menanyakan hal itu. Sekarang aku memiliki urusan dengan Si Bocah Telur ini!”

“Apakah benar aku telah menyinggungmu? Kurasa dari tadi aku tidak membicarakanmu karena kita berdua memang tidak saling mengenali satu sama lain.”

“Oh? Begitukah jawabanmu? Kau benar-benar sangat pandai dalam memainkan kata untuk beralasan.”

“Oh! Kumohon Tuan, tolong jangan mendekatiku lebih dari ini!”

“Heyy! Kau jangan lebay. Mataku tidak buta dan aku sekarang tidak sedang mabuk. Karena memang aku ini bukan pria yang hobi sebagai pemabuk. Aku berjalan mendekatimu sebagai sesama pria, kau pria dan aku pria!”

“Sepertinya kau tengah mabuk. Cara bicaramu banyak yang aku tidak mengerti.”

“Jika kau berbicara demikian, kau telah berhasil membuatku tersinggung untuk kedua kalinya.”

“Sepertinya Anda harus banyak beristirahat, Tuan.”

“Dan kini kau telah membuatku tersinggung hingga mencapai angka ketiga!”

“Cukup sudah keparat!”

BUKKH!

Tidak kusangka aku terkapar di tanah. Si Bocah Telur itu berhasil mendorong dan menjatuhkanku.

“Cukup sudah kau bersama dengannya mencoba mengelabuiku!”

What!?

Isabella seketika menghampiri dan menolongku setelah melihatku terkapar ke tanah.

“Apa kau baik-baik saja?”

“Aku tidak apa-apa.”

“Hentikan perbuatan bodohmu barusan, itu membuatnya ketakutan dan dia jadi merasa terancam.”

“Jangan bodoh. Dari tadi aku tidak melakukan apa-apa. Aku melakukan itu, karena aku tidak terima dia menganggap buruk mengenai dirimu.”

“Tidak apa-apa itu wajar saja. Itu memang hak miliknya untuk selalu waspada.”

“Tapi aku merasa kesal dan tersinggung saja dengan apa yang dia anggapkan. Itu tidak sesuai dengan apa yang seharusnya terjadi. Aku akan terima jika manusia yang bilang seperti itu, karena manusia memiliki perasaan yang berubah-ubah. Tapi yang satu ini hanyalah hewan, bu-bukan hewan. Hampir bukan hewan. Kurasa cangkang telur yang memiliki dua pasang mata dan mulut yang berbicara rendah mengenai dirimu. Ini terlalu dini untukmu menerima tentang perlakuan yang tak pantas ini. Apakah benda seperti dirimu mengikuti sifat liar juga seperti yang dimiliki manusia??”

“Aku sama sekali tidak mengerti apa yang sedang tengah kau bicarakan.”

“Singkat saja. Apa kau tidak melihat matanya yang penuh dengan kemurnian?? Apa kau tidak menyadari tentang itu? Apakah matanya yang polos tengah mengisyaratkan bahwa dia adalah gadis yang berpura-pura menyembunyikan suatu kejahatan?”

“Aku tidak akan menjawab, karena aku tidak mau kau jadi tersinggung lagi dengan setiap apa yang aku katakan.”

“Kau benar-benar benda yang berotak kotor.”

“Terima kasih atas pujianmu itu. Aku akan mencoba belajar untuk menerimanya walaupun itu terasa menyakitkan.”

Dia tidak merasa bersalah? Apa yang ada di pikirannya? Apakah dari tadi kedua kubu sama-sama naifnya? Aku dan dia?? Dan tidak ada yang berpikir bahwa apa yang dilakukan tadi itu adalah sebuah kesalahan? Apakah sebenarnya aku yang salah? Bukan, aku hanya mencoba untuk membela Isabella. Jika bukan, apakah semacam kekeliruan?

“Maaf, aku harus pergi.”

Apakah aku harus mengetesnya lagi, jikalau dugaanku salah?

“Sebelumnya, a-aku minta maaf ....”

“Memang seperti itulah yang harus kau lakukan, Tuan pengunjung. Semoga hari-harimu indah”

Ternyata dugaanku memang benar
Bocah Telur itu pergi.

_________________________________________

“Ah! Aku baru sadar bahwa kau kini telah bangun dari kematianmu.”

APA!!

“Siapa yang mengira aku telah mati!!”

“Papa Chick.”

Papa ... Chick?

“Tu-tunggu. Kau juga memanggilnya dengan sebutan itu?”

“Ya. Bukankah itu semacam peraturan serta tradisi di tempat ini.”

Bodo amat!

“Sebaiknya kita harus bergegas pergi dari tempat ini.”

Sebelum dia mengadopsimu menjadi bagian dari anaknya.

“Kenapa harus terburu-buru?? Aku masih belum menikmati keindahan di tempat ini. Jadi aku masih ingin sedikit lama bertempat tinggal di sini.”

Kau benar ... kau harus lebih banyak menghabiskan waktumu di tempat indah seperti ini sebelum kau melihat di balik dunia yang sebenarnya.

“Mmm ... baiklah. Jika itu yang kau mau. Lagian aku tidak memiliki hak untuk mengajakmu bepergian.”

“Mengajakku bepergian? Ke mana?”

“Aku tidak tahu pasti ... yang terpenting aku berusaha sebisa mungkin untuk menghalangi pandanganmu dari sesuatu yang tak enak dilihat.”

“A-apa maksudmu?”

“Gadis kekangan sepertimu mana mungkin mengerti apa yang barusan aku katakan.”

Kau akan mengerti, jika sudah siap waktumu untuk melihat dunia. Tapi aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
“Hufft. Bahasamu memang sangat sukar untuk dipahami, ya.”

What the ... bukannya sukar, tapi kau sendiri yang terlalu lama mengurung diri di dalam kamar!

“Apa kau tak apa darah di jidatmu mengalir deras begitu saja?”

“Da-darah??”

Seketika aku mengusap jidatku dengan telapak tangan.

“Darahhh!!”

Beberapa menit kemudian

“Kau tenanglah sebentar, biarkan aku yang mengobati luka di dahimu.”

“Ngomong-ngomong, dari mana kau dapatkan kain verband dan cairan antibiotik ini?”

“Aku dapatkan kain verband ini dari salah satu rekan-rekanmu ....”

Oh, jadi kau menyimpannya sewaktu mengobati kepala mereka yang terkena bogem olehku.

“Sedangakan cairan antibiotik ini aku dapatkan dari Farma.”

“A-apa!! Fa-Farma!!”

Jangan-jangan cairan antibiotik itu khusus untuk hewan!!

“Tenang saja, obat ini bukan untuk hewan.”

“Oh. Syukurlah.”

“Untungnya waktu itu aku tidak terlambat. Sedikit saja aku terlambat. Mungkin Farma telah menyuntikkanmu obat hewan.”

Apa!! Memang tidak salah lagi. Gadis itu benar-benar sudah tidak waras!

_________________________________________

2 hari yang lalu

Buggh!

“Oh! Tidak. Otakku seperti terasa sedang diputar-putar.”

Setelah beberapa menit rasa pusingku mulai memudar, aku tersadar bahwa aku telah terjatuh dari tebing dengan ketinggian berpuluh-puluh meter. Dan pada saat itu aku melihatmu tidak jauh dariku dengan kondisi yang terkapar bertelentang dengan darah yang mengalir dari bagian belakang kepalamu.

Apakah separah itu? Yang membuatku tak sadarkan diri selama 2 hari?
Aku berteriak sepanjang waktu. Berharap ada bantuan yang akan datang.

Kudengar Si Pria Sekop itu melihatku tengah melindungimu? Tapi apa buktinya? Dia sama sekali tidak ada di lokasi tempat kejadian.

Tiba-tiba dari atas tebing, seseorang pria mengenakan pakaian baby doll berlari menuruni tebing dengan sangat derasnya, hingga hampir kebablasan melewati tempat di mana kita berada karena medan tanah yang sangat curam dan miring.

Itu Si Pria Sekop?

Pria kekar itu memintaku untuk membantunya menggendongkanmu ke pundaknya. Setelah beberapa menitan kami di ambang kesulitan tengah mengangkatmu karena kau sangat berat. Datanglah seekor telur hidup yang membantu pria kekar itu.

Jadi, bocah telur itu pun ada di lokasi tempat kejadian?

Setelah kami berdua berhasil mengangkatmu ke pundaknya. Pria kekar itu bergegas berlari menuju ke pusat desa. Kami berdua sangat kewalahan mengikuti langkah lari kakinya.

Jadi, aku memiliki hutang padanya, ya.
Kami tidak tahu pasti apa yang sedang dia lakukan padamu, karena posisi kami yang ketinggalan jauh. Tapi pada saat kami sampai ke tempat Si Pria Kekar itu berada. Aku melihatmu terbaring di atas kasur bersama dengan seorang gadis yang tengah merawat luka di kepalamu.

Aku benar-benar berada di masa yang kritis, ya.

Sewaktu aku memasuki ruangan kamar. Aku melihat gadis tersebut tengah memilih dan memilah resep obat di rak yang berada tidak jauh dari tempat posisi ranjang yang kau tempati.

Lalu?

Seketika dia kaget saat melihatku yang datang-datang langsung menghampirimu yang tengah tak sadarkan diri. “Oh! Tidak! Lukanya sangat parah! Darah dari bagian belakang kepalanya terus mengalir!”. Mungkin karena aku mengatakan itu, membuat dia menjadi panik dan kebingungan dalam mencari obatnya. Hingga sampai kebingungannya dia tak sengaja menjatuhkan kacamatanya karena bertabrakan dengan siku rak saat hendak membawakan obatnya.

Tunggu-Tunggu ....

Aku sangat terkejut saat melihat suntikan apa yang akan dia tusukkan pada vena di pergelangan tanganmu. “I-itu suntikan untuk menenangkan hewan yang tengah mengamuk!”

Fiks! Itu kesalahan alamimu! Kau yang membuatnya panik hingga salah mengambil resep obat!!

Mengetahui itu aku langsung menghentikan dengan cara menepisnya. “Itu suntikan khusus hewan!”. Setelah itu aku langsung bergegas pergi menuju rak obat. Mencari beberapa obat dan alat medis yang aku butuhkan, termasuk antibiotik.

Sepertinya aku harus meminta maaf pada Farma dan mulai berpikiran positif terhadapnya, sang dokter hewan.

Flashback 2 hari yang lalu selesai.

_________________________________________

“Oalah! Jadi seperti itu ceritanya.”

“Ya. Tentu saja, kau sungguh sangat merepotkan penduduk sini.”

“Oitt! Itu memang kecelakaan alami dan siapa juga yang mau dibantu oleh mereka.”

“Setidaknya kau harus berterima kasih pada mereka, karena Farma dan Papa Chick-lah nyawamu terselamatkan.”
Kau benar, aku harus mengucapkan rasa terima kasih kepada mereka. Tapi terkadang di sisi lain, aku merasa kecewa. Karena tidak dapat mati. Rencana Tuhan memang unik, mau sampai kapan Engkau mempermainkanku dengan semua keberuntunganku yang telah Kau berikan.

“Tentu saja bodoh! Aku akan segera berterima kasih pada mereka.”

“Baik, sepertinya darah yang ada di dahimu, sedikit demi sedikit mulai berhenti keluar.”

“Bella ....”

“Ya?”

“Aku tidak tahu yang aku lakukan terhadap Bocah Telur itu benar atau salah. Tapi kau juga pasti dapat menilainya sendiri. Aku tidak melarang kau berhubungan dengannya dan aku juga tidak menganggapnya berbahaya atau tidak, tapi yang pasti kau harus berhati-hati terhadapnya.”

“Jangan khawatir, Egg Boy baik kok. Dan mungkin yang aku lihat tadi saat pertengkaranmu dengannya hanyalah kesalahpahaman saja. Egg Boy yang sangat sensitif terhadap orang asing dan di sisi lain kehadiranmu yang tengah bangkit dari kesadaran dan langsung berdebat membuat dia sangat ketakutan kepadamu, karena penampilan dan gayamu seperti orang yang kurang waras.”

“Kau bilang namanya, Egg Boy?”

“Iya dan katanya dia sudah lama menghabiskan masa hidupnya di desa ini selama sekitar 23 tahun.”

“Usianya selisih dua tahun lebih muda daripada aku?”

“Ouh iya, bagi orang-orang desa yang tinggal di sini, sekarang adalah jadwal makan siang bersama.”

“Bersama?”

“Yupps. Beramai-ramai?”

“Beramai?”

“Yupps. Dengan semua orang.”

“Satu desa?”

“Yupps. Oh iya, ngomong-ngomong karena 2 hari yang lalu kau tak sadarkan diri, jadi kau melewatkan 4 kali pesta pora. Jangan sampai kali ini kau melewatkannya lagi.”

“Pesta pora?”

“Baik. Kau duluan saja sana. Lokasinya di gudang Papa Chick. Biasanya jam segini para pekerja ternak tengah beribut-ributnya berebut makanan pesta.”

“Memangnya kau mau ke mana?”

“Aku akan menemui Egg Boy. Aku yakin dia lapar karena dari pagi tadi dia belum sarapan apa-apa.”

“Biar aku yang menemuinya.”

“Apa kau yakin? Bagaimana kalau ....”

“Aku akan menemui dan membujuknya untuk makan bersama dengan cara logat bicara seperti halnya pria yang berwibawa, terhormat dan santun. Yang memiliki manner.”

“Kayaknya, aku kurang mempercayaimu ....”

Aku menepuk-nepuk pundak Isabella untuk menyuruhnya segera pergi. “Sudah-Sudah sana! Buruan! Kau tidak mau, kan? Bagian jatah makananmu habis. Dan jangan lupa sediakan untuk kami juga, kalau-kalau nanti kami agakkan sedikit terlambat.”

Karena akan sibuk berdebat.

_________________________________________

Setelah menghimbau Isabella untuk segera pergi ke gudang yang dikatakannya. Aku langsung pergi mencari Si Bocah Telur itu.

Berjalan kaki ke sana kemari, membuang beberapa menitku hanya untuk mencari Bocah Telur?
Setelah sekian lama berputar keliling desa akhirnya aku menemukan Bocah Telur itu yang tengah berada di bawah pohon beringin raksasa yang super rindang bersama dengan puluhan ekor gembalanya, domba dan anak domba.
Setelah menemukannya aku berjalan ke tempatnya bersantai. Aku melihat Bocah Telur yang duduk dengan sedemikian naturalnya menopangkan kaki satunya ke kaki yang lain. Layaknya seperti manusia. Ditambah lagi dia mengenakan topi jerami yang ditaruh di kepalanya dan memainkan suling bambu.

Mahluk aneh yang mengikuti sifat seperti kehidupan layaknya manusia.
Sesaat sampai di perkumpulan domba. Bocah Telur sontak kaget melihat kehadiranku yang tiba-tiba langsung menerjang dan merebahkan diri di atas sekumpulan domba.

Mbeeek!

“Heyy!! Jangan menindih domba-dombaku! Nanti mereka bisa mati!”

“Apa yang kau pikirkan? Domba-domba ini bulunya sangat halus dan empuk (tapi bau sih) dan juga sepertinya dari dombanya juga tidak masalah ataupun keberatan kalau aku merebahkan tubuhku di atasnya tuh, mereka nyaman denganku. Ya, kan domba?”

Mbeeek!

“Nyaman dari mana? Mereka bilang ‘Heii orang gila siapa ini yang tidur di atas kami!’”

“Eh? Kau mengerti bahasa hewan??”

“Ya, tentu saja. Aku ini bukanlah sekedar gembala melainkan teman dan sahabat mereka, bisa dibilang teman curhat.”

Te-teman curhat??

“Oh iya, ngomong-ngomong kenapa orang asing sepertimu bisa berada di sini? Bukannya sekarang adalah jadwal jam makan??”

“Kau sendiri kenapa di sini? Kenapa tidak berkumpul di sana?”

“Aku ini sedang sibuk, pekerjaanku lebih banyak daripada mereka.”

“Kau ngomong apa? Aku melihatmu tengah bersantai-santai saja. Mana ada kata sibuk, toh dari tadi main suling mulu.”

“Main suling juga adalah suatu pekerjaan untuk menciptakan kedamaian dan ketenangan pada para domba agar mereka sehat dan tidak stres.”

Aku baru tahu.

“Wahh, kau sangat bisa diandalkan, semua bulu-bulu domba ini sangat putih, tidak ada noda serta tak kusam. Pasti kau merawatnya dengan sangat ekstra dan teratur.”

“Tentu saja, aku memang tidak akan setengah-setengah dalam pekerjaanku.”

“Kalau begitu, itu artinya bagus.”

“Apa kau sudah selesai berbaring dan ajakan berbicaranya? Segeralah kau pergi. Aku sedang sibuk.”

“Kau ini!” Seketika aku bangun dari rebahanku. “Sebenarnya tujuanku kemari, aku penasaran dengan mahluk berbentuk cangkang telur sepertimu.”

“Maaf aku tidak bisa membagikan informasi mengenai diriku untuk mengenyangkan rasa penasaranmu.”

“Saat melihatmu, aku selalu mengingat pada suatu tempat di pusat desa ini. Pabrik berdesain cangkang yang hancur. Apakah kau maskot dari aset desa ini?”

“Pabrik itu bukan berdesain cangkang yang hancur, melainkan cangkang yang utuh. Pabrik itu terjadi kehancuran pada 3 tahun yang lalu oleh serangan tornado.”

“Serangan tornado?”

“Itu adalah bencana yang sangat spontan dan mendadak, hembusan angin besar mencuat dari langit dan menghancurkan pabrik telur dengan seketika tanpa ada tanda-tanda kapan bisa diprediksikannya tornado itu muncul.”

“Tapi kulihat, sepertinya hanya pabrik itu saja yang terkena dampaknya sedangkan di area sekitarnya terlihat baik-baik saja.”

“Itu masih menjadi misteri.”

“Misteri?”

_________________________________________

Sejenak aku menyibakkan ranselku yang aku gendong. Aku memeriksa dan mengambil sesuatu di dalamnya.

“Kau sedang mencari apa? Kulihat kau selalu mengenakan ransel terus.”

“Seorang Rob tidak akan meninggalkan tasnya apapun itu alasannya.”  Bisa menjawab tanpa sadar padahal tengah sibuk mencari-cari sesuatu.

“Rob?? Apaan itu? Apakah itu sejenis binatang melata?”

“Yapp! Kau kurang tepat!”. Seketika aku menemukan berkasnya. “Ahaaa!! Ini dia!”

“Apa itu?? Sebuah koran?”

Aku menyebarkannya koran-koran tersebut di atas rumput.

“Hey! Jangan membuat kotor tanah padang rumput ini!”

“Aku malah khawatir domba-dombamu akan memakan koran-koranku menjadi remah-remah kertas.”

“Mereka tidak akan memakan makanan yang sembarangan. Apalagi itu bukan makanan.”

“Ini adalah koran edisi tahun 1985, 1990, 1995, dan 1997.”

“Lalu?”

“Ini adalah pecahan misteri.”

“Memang kau mendapatkannya dari mana?”

“Aku mendapatkannya dari laci milik bangsawan.”

“Bangsawan?”

“Ya, pemiliki rumah mewah tapi penghuninya nihil, cuma dua.”

“Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan.”

“Coba lihat koran edisi tahun 1985 ini,”

“Ya, ada dua peristiwa berita.”

“Kau benar, Selain dari edisi tahun 1985 semuanya hanya memiliki masing-masing satu peristiwa.”

“Di koran edisi 1985 bagian 1, tertulis ‘Mahakarya Bohlam’. Aku jadi mengingat ruangan di rumah milik bangsawan itu.”

“Di koran edisi 1985 bagian 2, tertulis ‘Perekrutan terbesar, lowongan kerja sebagai Agent Komersial’.”

“Di koran edisi 1990, tertulis ‘Teknologi Terbaharukan’.”

“Sepertinya edisi tahun 1990 itu berkaitan dengan koran edisi tahun 1985 bagian 1.”

“Tentu saja, selanjutnya di koran edisi 1995, tertulis ‘Bisnis Sukses! Pabrik Sepatu. CV. A.M’??”

“CV. A.M?”

“Apa kau tahu?”

“Aku hanya teringat pada title yang bertuliskan CV. A.M pada pabrik telur sebelum hancur oleh serangan tornado.”

“Apa kau yakin pabrik yang berdesain telur itu bukan penghasil sepatu??”

“Bodoh, tentu saja bukan. Aku adalah saksi lama yang mengetahui tentang pabrik telur itu. Pabrik telur itu didirikan untuk mensejahterakan masyarakan desa ini yaitu dalam memproduksikan aneka hasil ternak.”

“Di edisi 1997 kita akan tercengang dengan apa yang dialami oleh pabrik telur yang hancur itu.”

“Koran edisi 1997 tentang peristiwa ‘Bisnis Sukses Season 2! Pabrik Telur. CV.AM’. Ini dia!”

“Itu adalah tahun di mana aku berada di raga cangkang ini.”

“Apa maksudmu?? Oh iya, aku lupa. Isabella bilang usiamu kini tengah 23 tahun! Itu artinya benar! Kau baru mulai ada pada tahun 1997!”

“....”

_________________________________________

“Oh iya, apakah pada tahun 1997 kau dilahirkan oleh ayam raksasa ataukah awal-awalnya kau hanya sebesar telur ayam biasa dan karena memasuki usia yang di luar normal ukuranmu pun semakin membesar??”

“Aku tidak pernah dilahirkan. Dan dari awal aku hidup sudah memang berukuran segini.”

“Apa?? Apa kau serius?? Bisakah kau ceritakan bagaimana awal-awal kau melihat dunia!??”

“Awal-awalnya hanya tiba-tiba saja aku hidup, itu saja.”

“Apa kau robot?”

“Apa itu robot?”

“Mahluk buatan yang terbuat dari mesin dengan sumber energi aliran arus listrik atau biasa disebut ‘ROBOT’ Residents Official Board of Technology.”

“Aku bukan mahluk seperti itu, tubuhku 100% telur alami.”

“Jangan-jangan kau mutan!”

“Mahluk seperti apa lagi itu!??”

“Apakah dalam hidupmu pernah berlari?”

“Pernah, aku sering berlari. Saat menggiring puluhan bebek dan juga puluhan domba.”

“Apa kau pernah tersandung?”

“Tentu saja, itu hal yang wajar. Di mana mata tidak tahu akan keberadaan batu kerikil kadang aku sering terjatuh.”

“Apa jadinya jikalau kau jatuh?”

“Tentu saja kepalaku retak.”

“Retak!??”

Maksudmu sedikit lagi kau akan menjadi telur yang pecah dan menjadi telur ceplok??

“Lalu bisakah kau memperlihatkan di mana bagian yang retak itu?”

“Sudah tidak ada.”

“Sudah tidak ada?? Maksudmu kau mengoleskan lem atau semacamnya??”

“Aku menghancurkan diri.”

What!!

“Kau menghancurkan diri!?? Bagaimana ceritanya??”

“Cangkang yang sudah retak tidak akan bertahan ataupun berlangsung lama. Dan kesempurnaannya telah berakhir. Dan saat retak, itu membuatku kurang percaya diri dan jika dibiarkan akan tercium bau menyengat.”

“Jujur saja kau telah menghabiskan 23 tahun hanya dengan cangkang! Tapi kenapa kau tidak pernah hancur atau tak bertahan lama seiring dengan lajunya zaman??”

“Ini adalah karunia Tuhan. Aku hidup berbeda dengan manusia. Aku tidak tahu kenapa hanya mahluk yang berspesies seperti diriku saja di dunia ini yang tercipta, mungkin ini sudah menjadi rencana Tuhan dan suratan takdir. Tapi sampai sekarang aku tidak tahu tujuanku hidup untuk apa selain membantu para manusia dan bekerja."

Karunia Tuhan. Rencana Tuhan. Suratan takdir ... ya

“Kau benar. Maksud Tuhan memang unik dan penuh misteri.”

“Apa maksudmu? Apa kau juga merasa berbeda dari manusia yang lain?”

“Bukan seperti itu, aku 100% real manusia kok. Hanya saja aku adalah manusia yang selalu mengharapkan kematian namun aku selalu gagal saat akan menjalani proses kematian tersebut.”

“Kau benar-benar manusia yang tidak mensyukuri nikmat Tuhan. Apa kau pernah mencoba untuk menggantungkan diri? Bunuh diri dengan pergi ke rel kereta? Lompat dari tebing?”

“Hey! Aku sama sekali tidak melakukan hal yang sebegitu nista seperti itu!! Aku mencari kematian dengan cara yang lain. Yaitu dengan cara yang mulia.”

“Cara yang mulia? Mati demi orang lain?”

“Begitulah ....”

“Sebenarnya apa tujuanmu hidup?”

“Tujuanku hampir sama denganmu. Aku juga ingin berguna bagi manusia. Tapi yang dipertanyakan, berguna bagi manusia yang seperti apa?? Aku tidak tahu pasti dengan seluruh hati manusia. Aku hanya takut salah persepsi. Tapi hanya satu tujuan terbesar dalam hidupku, yaitu mencari tahu tentang misteri yang disembunyikan oleh dunia ini.”

“Aku menyukai tujuanmu. Dan aku pun juga merasa begitu, merasa ingin tahu apa yang sedang terjadi di dunia ini. Dan pertanyaan terbesarnya kenapa aku yang hanya mahluk secangkang telur bisa hidup?”.

“Mungkin itu sudah suratan takdir yang seperti kau bilang.”

“Terdengar sangat konyol sih, tapi kau benar!”

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top