Bab 1
"Tapi aku ini pencuri, hidupku cenderung bebas. Apapun bisa aku miliki jika aku menyukai dan menginginkannya. Sebelum itu, biarkan kuperjelas lagi. Seburuk-buruk tindakan yang diambil oleh seorang pencuri masih tetap sedikit dianggap bermoral ketimbang dengan orang-orang yang memegang peranan kendali masyarakat dan merampas satu-persatu uang dari rakyatnya sendiri."
~?????~
Seseorang bertubuh tinggi dan berperawakan tegak berjalan di tengah gelap gulitanya koridor, menuju ke arah pintu kamar yang dihiasi oleh dua cahaya lampu lentera emas yang terpasang di antara kedua sisi pintunya. Atmosfer dingin yang mencekam kian berubah menjadi terasa hangat setelah seorang pria itu telah sampai dan berhenti di depan pintu kamar yang terbuat dari pohon jati.
Cahaya lampu tersebut bersinar terang dan membias pada wajahnya yang menjelaskan lekak-lekuk raut rupa dan pipinya yang cenderung tirus ke dalam. Terlihat sosoknya penuh dengan berewok yang lebat dan beberapa uban, menghiasi sekitar wajahnya.
Matanya hangat berwarna hijau dengan guratan syaraf-syaraf mata yang tertampak pada masing-masing sudut kelopaknya dan pantulan bayangan kap lampu yang tercermin pada bola matanya yang sedikit basah. Lantas dapat disimpulkan bahwa usia seorang laki-laki tersebut telah mengarungi kehidupan selama hampir setengah abad lebih sepuluh tahun.
Kini kedua matanya terfokus pada coretan gambar pada kertas putih yang menempel di pintu. Hanya tiga helai bunga lotus yang diwarnai dengan pensil warna, crayon. Lukisan sederhana, yang siapa pun dapat membuatnya.
Tangan kanannya mulai bergerak ke arah alas pintu. Mengetuk-ketuk dengan buku-buku jarinya. Setelah tiga kali ketukan, tangannya terkesiap turun kembali di samping perut dan merapatkannya. Dia tak perlu mengulangi ketukan lagi. Tak perlu mengetuk hingga sembilan kali jumlahnya. Karena tiga kali ketukan pun sudah cukup untuk merespon seseorang yang berada di balik kamar itu.
Tak lama berdiri menunggu pintu dibuka. Suara kibasan selimut dan hening selang lima detik lalu sebentar dilanjutkan dengan suara langkah kaki yang lemah berjalan ke arah pintu, mulai terdengar dari dalam.
Pegangan pintu berbentuk bola berwarna coklat keemasan, pelan-pelan berputar.
Ceklek. Ngeeek ....
Akhirnya pintu terbuka dan menampakkan sosok cantik yang sempurna, muncul di hadapannya.
"Selamat malam, Sayang. Maaf mengganggu waktu tidurmu. Kau tahu ini malam apa? Ini malam ulang tahun kelahiranmu. Happy Birthdays, Sayang. Aku tak pandai membuat kue. Aku hanya dapat membawakanmu sebuah hadiah. Yang di mana kado ini telah dirancang sekitar dua puluh lima tahun yang lalu oleh sepasang suami istri yang sangat berbahagia. Yang mendambakan seorang putri."
Setelah seorang laki-laki itu selesai berucap, sosok cantik tersebut langsung mendekap di pelukannya.
"Terima kasih. Ayah."
Itulah beberapa kata yang diucapkan oleh putrinya.
_________________________________________
??? POV
Tepat di bawah bayang-bayang rembulan yang sebagian terlahap oleh gelap gulitanya malam. Disinari oleh cahaya bulan yang dingin. Aku berjalan pelan hampir tak bersuara. Aku tidak sendirian, ada empat orang yang mengikuti dan menemaniku dari belakang.
Hampir penglihatan kami sangat terbatas tapi cahaya bulan walau remang memperlihatkanku akan bentuk atap bangunan yang kami pijaki ini. Berbentuk persegi empat, tidak simetris dengan desain yang sedikit miring keluar. Kami takjub dengan desain atap yang unik, berbentuk melengkuk seperti tanduk yang lancip.
Bentuknya seperti tanduk milik kerbau, sangat unik dan menarik. Kurasa atap rumah ini tahan terhadap curah hujan dan tidak membebani bangunan di bawahnya.
Dan hanya bagian luas genting rumah yang tersusun rapih dan meliuk-liuk dari atas hingga ke bawah. Aku pun tak mengerti dengan susunan atap dan model rumah yang seperti ini. Sungguh pekerjaan berat pada saat proses pembangunannya.
Setelah berlama-lama memanjat dan menuruni genting yang fenomenal, akhirnya kami berhasil mencapai titik dasar atap rumah. Di atap rumah sungguh kegelapan yang luar biasa. Aku hampir tidak mengetahui posisi teman-temanku berada, dan aku sendiri hanya dapat mendengar suara dari desahan napasnya mereka saja.
Aku menyibakkan tas ranselku dan merogoh mencari-cari alat sesuatu yang sekiranya dapat menerangi tempat tersebut. Aku dapatkan senter. Tampak wajah-wajah gembira nan ceria tercipta setelah aku terangi area sekitar. Kami mendapati bangunan dengan alas yang terbuat dari beton putih kokoh. Sungguh atap rumah yang mewah dan sangat berkelas.
Atap anti bocor yang dinaungi oleh genting dengan kerangka atap yang sangat fenomenal? Benar-benar pembangunan yang banyak mengeluarkan angka, nominal uang. Apa aku bisa memiliki rumah seperti ini? Kuharap suatu saat nanti rumah ini pun akan menjadi pencurian terbesarku dalam sebuah catatan sejarah.
Aku meletakkan cahaya lampu senter itu ke lantai atap. Membiarkan sinarnya membias ke atas, tepat menyoroti kerangka atap dari bawah.
Bisa kalian bayangkan, kerangka atap rumah tersusun dari ribuan kayu. Bertumpang-tindih pada tiang kayu yang bertumpu di atas batu datar yang kuat dan lebar.
Mereka mengeluarkan dan menyiapkan peralatan misi seperti peralatan khusus dan peta titik lokasi target. Menunggu mereka yang belum siap beraksi melancarkan penyelundupan, aku pergi sembari membawa minuman kaleng soda yang aku ambil dari kantong kecil pada ransel yang sengaja aku tinggalkan di dalamnya saat sebelum pergi melaksanakan misi.
Terasa sunyi, sehingga suara langkah telapak sepatuku meskipun pelan tetap terdengar nyaring, menggema dan menyebar ke seisi seluruh atap. Setelah berjalan panjang tanpa takut menabrak batu datar yang menumpu tiang kayu di atasnya, ditambah kini jarak antara aku dengan kawan-kawanku pun semakin jauh, membuat biasan cahaya lampu senter yang kutaruh di dekat mereka menjadi terlihat semakin memudar ditelan kegelapan.
Aku tak perlu meraba-raba atau pun merangkak seperti layaknya orang buta karena aku telah menemukan titik terang, cahaya malam. Ternyata aku berhasil keluar dari naungan atap yang seperti gua. Di situ aku mendapati sederet pipa pagar besi yang terbentang dari ujung hingga memanjang ke ujung yang lain, berwarna putih mengkilap. Tanganku meraih dan merabanya, terasa halus dan seperti ....
Argentum?
Setelah memeriksa dan menganalisis mengenai pagar besi itu. Hasil akhirnya aku berfirasat, bahwa pagar besi ini benar-benar positif terbuat dari perak.
Orang macam seperti apa membangun pagar besi terbuat dari perak di atap rumah? Dengan ini aku dapat memprediksikan bahwa pemilik rumah ini benar-benar orang yang sangat kaya raya, jadi aku tidak sia-sia untuk kemari karena aku akan mendapatkan perolehan yang berlimpah-ruah dan hasil jarahan yang lebih.
Sadar akan hal itu tangan serta jemariku langsung berkesiap meraba-raba seluruh bagian daerah saku celanaku. Dan yang kutemui ....
Sialan! Aku lupa, gergaji besi kecilku aku taruh di dalam ransel. Benar-benar melewatkan buruan bonusku. Tapi ... tak apalah, toh di dalam seisi rumah ini pasti terdapat banyak sekali harta yang berlimpah selain pagar besi perak ini. Pasti aku akan mendapatkan sesuatu yang lebih dari ini.
Sejenak aku membuka segel pengait alumunium kecil yang mengunci lubang minuman kaleng yang dari tadi aku bawa.
Pssst ....
Aromanya sangat khas, minuman berkarbonasi. Aku meminumnya sambil melihat pemandangan daerah sekitar dari atas atap rumah yang dinaungi oleh atap genting di atasnya.
Mengetahui ukuran rumah ini, aku yakin akan dapat melihat tempat ini walaupun aku melihatnya dari seberang lautan sana yang hanya menggunakan sekoci kecil sekalipun. Dari sini aku dapat melihat pulau yang konon katanya pulau itu terisolasi dan satu lagi, pulau yang letaknya tidak jauh di belakangnya adalah pulau emas dan bir, sungguh pemandangan yang langka mengingat aku berada di dalam kawasan Ring of the Archipelago.
Ini pertama kalinya aku mengunjungi pulau ini, jelas aku sangat awam sekali melihat letak geografis di sini. Hebatnya dari atap rumah aku dapat melihat langsung keseluruhan hamparan pulau ini. Rumah ini benar-benar berada di garis kawasan puncak tebing yang memanjang dari selatan ke utara. Dan aku melihat kawasan padang rumput bersama dengan kandang-kandang ternak beserta gudang jerami dari arah timur laut. Selebihnya hanya mayoritas pemandangan hutan hujan tropis dan bekas reruntuhan yang berada tepat tidak jauh dari depan rumah yang menghadap ke arah utara ini.
Ehhh? Bocor?
Tak terasa, minuman kalengku telah habis. Dengan tak sadarnya aku tetap tidak percaya dengan isinya. Aku sempat mengarahkan lubangnya ke bawah dan menggoyang-goyangkannya berharap ada setetes air yang jatuh.
Huft ... benar-benar telah habis, ya?
Orang bilang konon jika aku melemparkan kaleng bekas ini di depan rumah, beberapa sosok mahluk berjenis manusia akan terbangun dari tidurnya dan memeriksa situasi keadaan yang terjadi di depan rumahnya. Bukankah itu hal yang pasti dan logis, kecuali kalau rumah itu tak berpenghuni dan hanya ada beberapa hantu.
Sungguh ketidakpentingan ... haha ....
Belum sekali siap aku melepaskan kaleng bekas dari cengkeraman lemparanku. Aku melihat satu sorotan cahaya datang yang berasal dari semak-semak dekat dari arah tempat reruntuhan itu. Kurasa tidak hanya satu sorotan cahaya yang menyala, dua ..., tiga ..., empat ..., sebelah sana, lima ..., enam! Tujuh! Tapi cuman beberapa yang muncul berdatangan dari arah utara barat laut dan utara timur laut! Dan yang paling dominan kedrastisan kemunculannya berada dari arah utara, yaitu tempat di mana tempat reruntuhan itu berada.
Sudah kuduga, akhirnya mereka datang dan sampai juga ke tempat titik lokasi misi. Aku harus bergegas dan memberitahukan informasi ini secepat mungkin kepada yang lain.
Jika kalian penasaran mereka adalah sekelompok elit, orang-orang yang diperintahkan langsung dari pemerintah. Menggunakan helm dan seragam kemiliteran lengkap dengan membawa senjata api dan tangan lainnya memegang senter yang sambil melangkahkan kakinya dengan sesenyap mungkin. Mengendap-endap layaknya pencuri yang akan membobol habis seisi rumah ini. Untuk itu aku tidak bisa tinggal diam, aku harus duluan lebih cepat mengambil hartanya sebelum mereka.
Aku bergegas pergi berlari dan kembali pada tempat rekan-rekanku yang lain berada. Tapi sebelum itu aku sempat meninggalkan kaleng bekas yang kutaruh di permukaan atap dekat dengan pagar besi perak.
_________________________________________
Drap! Drap! Drap!
Suara langkahku berteriak keras menghunjam seluruh ruangan kosong atap rumah. Aku menembus atmosfer kegelapan dan akhirnya menemukan cahaya kecil terang. Aku tidak peduli dan tidak menghiraukan mereka yang tengah menutup mulut dengan jari telunjuknya ke arahku. Aku tahu maksud mereka, yaitu tidak lain memberikan sebuah kode isyarat untukku agar mengecilkan suara langkah kaki. Tapi aku tetap menerjang berlari dengan heboh.
"Oey! Oey! Oey! Pelankan suara langkah kakimu, Bos!"
"Jika kalian telah selesai menyiapkan peralatannya alangkah baiknya kita cepat bergegas masuk ke dalam rumah ini!"
"Kenapa terburu-buru, Bos?"
"Sekelompok elit yang pada waktu lalu aku bicarakan telah sampai di garis depan rumah ini!"
"A ... apa! Jadi para Shinigami Si Pencabut Nyawa telah datang!?"
"Hah? Shi-Shinigami??"
Shinigami?
"Oh ... oh iya, kau benar! Makanya ayo kita bergegas!"
Sewaktu bergegas berlari bersama, memasuki rumah itu. Entah kenapa kecepatan lari mereka melaju 2x lipat lebih cepat daripada kecepatan lariku, padahal aku pernah berpengalaman menjadi pelari handal di akademi kepolisian dulu.
Apa ada yang salah dengan fisikku? Kurasa aku selalu melatih diri dengan rajin berolah raga dan tidak merokok. Tapi bagaimana bisa mereka berlari seperti orang yang dikejar-kejar oleh sekelompok hantu?
Mereka berlari ke arah timur dan langsung mengikatkan pangkal tali pada tiang kayu atap rumah. Mengaitkan ujung talinya tersebut ke pinggang dan akhirnya mereka pun menerjunkan diri ke bawah.
Sialan! Aku tertinggal jauh dari mereka. Sepertinya mereka lebih bersemangat untuk mengambil harta di rumah ini daripada diriku.
"Hosh ... hosh! Percuma saja aku lari mengejar mereka. Ketahanan fisikku untuk berlari sudah tidak cukup kuat lagi!"
Aku melambatkan lariku dan berhenti. Akhirnya berjalan dan membantingkan tubuh ke permukaan atap. Bertengkurap.
"Aku ... tidak kuat lagi ...."
Sejenak aku mengatur napasku yang tersengkal-sengkal dan mengelap keringat di wajahku dengan lengan jaket. Kini hanya ada aku dan sinar cahaya senter yang menemaniku dalam kegelapan atap. Dengan kesal karena lemas sambil menghembuskan napas, aku menggelindingkan senter ke permukaan atap.
Amazing!
Keberuntungan selalu memihak kepadaku. Aku tidak perlu lagi berlari menyusul mereka yang telah berlari jauh dariku.
Aku mendapatkan pintu masuk yang keberadaannya sengaja diletakkan di permukaan atap. Semua ini karena berkat cahaya lampu senter yang aku gelindingkan dan berbelok arah karena ketidakseimbangan dan akhirnya berhenti dengan membiaskan cahayanya tepat ke arah tempat pintu yang tertanam di permukaan atap.Ragaku berusaha untuk bangkit dari rasa kelelahan dan berjalan menuju pintu masuk itu dengan sedikit terhuyung-huyung.
Pintu Kayu? Dan ... sedikit terkelupas cat-nya?
Sepertinya aku telah terkejut melihat pintu yang terbuat dari kayu. Mengingat rumahnya yang mewah sampai pagar besi pun terbuat dari lapisan perak cair.
Ini benar-benar membuatku berpikir panjang hingga entah mungkin sampai membuatku gila, mengenai macam orang seperti apa Si Pemilik Rumah ini? Apakah setengah kaya dan setengah lagi melarat?
"Tapi baguslah, dengan begini memudahkanku untuk dapat membuka pintu kayu ini dengan kunci alternatifku, kawat penjepit rambut!"
Dengan perasaan senang karena berharap aku dapat memasuki rumah ini hanya dengan membuka pintu dengan bantuan kunci alternatif. Aku memasukkan kawatnya ke dalam lubang kunci yang sudah berkaratan karena termakan zaman.
Belum juga aku memulirkan kawatnya. Tiba-tiba pintu langsung kedorong terbuka dengan sendirinya beserta suara kerapuhannya yang sedikit membuatku merasa nista.
Kriiieeet ....
"OMG ... apa-apaan dengan semua ini? Pintu sudah terbuka, tapi entah kenapa tidak membuatku senang, lega, apalagi bangga melainkan malah membuatku kesal, ya? Kuharap aku bertemu dengan pemilik rumah ini dan memberikannya pintu brankas dengan kunci elegan yaitu roda brankas nomor kode kombinasi. Dengan begitu, siapa pun pencurinya akan kesulitan dalam upaya pembobolannya, kalau-kalau ada seorang yang akan mencuri lewat sini."
Seorang pencuri yang ingin mengingatkan pada korban pencurian untuk selalu mewaspadai terhadap oknum pencuri.
________________________________________
Lagi-lagi diriku yang malang menemui jalan yang penuh dengan kegelapan. Tak hanya harus menelusuri tangga ke bawah, tapi juga harus kuat fisik dan mental untuk melangkahkan kaki menempuh turunan tangga yang sangat rapuh dan keropos. Di bagian pijakan serta pegangannya sungguh sangat mengkhawatirkan. Rentan.
Apakah ini sebuah tantangan dan uji nyali terhadap seorang pencuri? Kukira pekerjaan ini akan selalu berjalan mulus dan tanpa ada hambatan.
Karena kupikir terlalu engap di dalam ruangan tangga yang gelap. Alangkah bagusnya aku menggunakan cahaya senter untuk menerangi area sekitar.
Berjalan sedikit demi sedikit. Menuruni anak tangga dengan papan yang kadang-kadang bergoyang karena ketidakkuatan tumpuan bobot yang dipijakkinnya. Di pegangan tangga sembari diriku berlalu menuruninya, tak sedikit masyarakat kaum rayap berlalu lalang keluar masuk dari setiap lubang kecil ke lubang kecil lainnya.
Dari ruangan sini tidak banyak aku temui barang-barang yang terlihat mewah. Maaf bukannya tidak banyak, melainkan tidak ada sama sekali barang yang bernilai. Hanya turunan tangga yang tingginya sekitar 3,50m, dinding berhias yang penuh dengan lukisan bunga dan beberapa jaring-jaring spaidermen yang menempel memenuhi pojokkan di setiap sudut atap ruangan.
Oh, tunggu. Kurasa aku menemui barang yang cukup lumayan mahal saat aku sampai di lantai bawah. Sebuah lampu bohlam dengan fitting plafon yang dilapisi oleh balutan emas. [*fitting adalah aksesoris listrik. Sebuah tempat untuk menaruh sebuah lampu bohlam, yang berbentuk bulat dengan lubang di tengahnya yang digunakan untuk menaruh bohlam].
Tunggu-tunggu ... benarkah ini emas?
Jari-jariku berusaha kuat untuk memulir dan melepaskan sekrup fitting plafon dari kayu papan kecil yang menempel di tembok.
"Wah, ini benar-benar bernilai sangat mahal!"
Aku segera menarik ranselku. Membuka risleting lalu memasukkan fitting bersama dengan bohlam lampunya ke dalam ransel.
"Siiip! Mendapatkan perolehan emas adalah salah satu langkah awal menuju kesuksesan dalam pencurian ini."
Selanjutnya aku mulai melangkah. Meraih pegangan pintu di depan.
Seperti biasa, tanpa perlu dibuka dengan kunci alternatif pun pintu ini akan terbuka dengan sendirinya.
Dengan naifnya aku mencoba santai menerobos pintu masuk dan ....
JEDDDARRR!!!
"Oh! Tidak jidatku!"
Sialan! Kali ini pintunya benar-benar terkunci! Kurasa kayunya juga berbeda dengan kayu pintu yang tadi di atas! Pintu kayu ini benar-benar sangat kuat dan tidak ada kerapuhan sedikit pun!
Sejenak diriku mencari kawat penjepit rambut di saku. Sedangkan lengan yang lain mengusap-usap permukaan dahi yang kurasa sedikit agakkan memerah.
Dapat!
Sekarang aku berhasil membuka pintunya setelah sekian detik mengutak-atik lubang kunci.
Cklekk!
Kalian tahu barang berharga apa yang aku temui di balik pintu yang dikunci ini???
Ya, gudang ....
Aku tidak mengerti dengan cerita misi ini, bagaimana bisa aku masuk dan tersesat di tengah-tengah ruangan yang isinya penuh dengan rak-rak susun yang menyimpan banyak kotak kardus berukuran jumbo. Aku sempat terpikir mengira isi di dalam kotak kardus itu adalah sekumpulan permata atau jenis barang mahal lainnya. Setelah aku buka beberapa kotak kardus, isinya memang di luar dugaanku.
Puluhan ribu bohlam lampu tersimpan di dalam ruangan yang megah dan luas?
Kebingunganku dalam ruangan gudang tersebut mendorong pikiranku untuk terus memainkan teka-teki yang di luar logika serta menyimpulkan dan memecahkan teori tentang misteri rumah mewah dengan sejuta bohlam lampu. Sambil berjalan lurus dengan sedikit mengabaikan susunan rak pada samping kanan dan kiriku, khawatir mengganggu konsentrasi.
Sekitar beberapa meter aku melangkah, akhirnya sepasang kakiku terkesiap mendadak terhenti. Ada sesuatu tepat di sampingku. Terjepit dari rak satu dengan rak yang lainnya.
Bufet?
Bufet 4 susun berwarna coklat maroon dengan lapisan plitur kayu warna hitam yang membuatnya tampil gelap tapi mengkilap. Tidak ada debu dan keseluruhan terlihat terjaga keperawatannya.
Sekilas penampilan bufet tersebut terbilang kuno dan hanya terlihat monoton. Yang satu susunnya memiliki tiga baris pintu mengesamping, horizontal. Seluruh pintu kecilnya kubuka satu-persatu. Semuanya tak terkunci dan di dalamnya hanya berisi tumpukan sandal sepatu yang belum digarap dan beberapa peralatan elektronik. Hanya saja ada beberapa pengecualian untuk tiga pintu yang terletak berada paling atas, hampir ketiganya benar-benar tidak bisa dibuka. Terkunci.
Kuharap kali ini aku mendapatkan sesuatu kejutan yang lebih baik dan berharga di dalam pintu bufet deretan atas ketimbang pintu zonk yang telah kubuka seperti pintu lainnya.
Cklakkk!
"Halo, apakah ada barang-barang berharga yang kira-kira bisa kubawa pulang di dalam sana???"
Yuppps! Kali ini keberuntungan tidak berpihak kepadaku. Alhasil di dalam laci itu seperti dugaanku yaitu adalah zonk. Cuma hanya ada beberapa lembaran koran yang ditindih oleh satu boneka pahatan kayu yang besarnya kurang lebih sejari jempol milik pria dewasa berbadan gemuk.
"Matryoshka?"
Tanganku langsung meraih dan memungut boneka kayu itu dan mengamatinya.
"Boneka kayu yang sama? Tapi yang ini ukurannya lebih besar. Sebenarnya ada berapa pecahan matryoshka seperti ini di dunia?" kataku sembari menggaruk-garuk kepala.
"Tapi entahlah aku masih belum tahu jelas makna yang sebenarnya mengenai matryoshka ini. Tapi bagaimanapun juga misteri tetaplah misteri, aku akan memecahkan misteri matryoshka ini lain waktu."
Sesuatu yang aku dapatkan berikutnya ....
"Koran lama? Tahun edisi 1985, 1990, 1995, dan 1997???"
"Aku yakin mungkin koran-koran ini ada kaitannya dengan matryoshka ini, jadi kurasa aku bawa saja dan membacanya nanti," kataku sambil memasukkan lembaran koran ke ransel sedangkan boneka kayu kusimpan di saku celana kecilku.
"Apa kemungkinan lain ada lagi seperti ini? Berkas-berkas misteri? Aku mulai penasaran dengan dua laci tersisa yang masih terkunci."
Lalu selanjutnya, kita lihat sesuatu apa yang aku temui di dua pintu bufet berikutnya ....
Suara dari putaran kunci di seberang jauh sana yang kudengar dari indera telinga seorang pencuri memancarkan sebuah gelombang sinyal. Suatu pintu lain terbuka saat aku akan mulai memasukkan kawat penjepit rambut ke dalam lubang kunci laci nomor dua.
Seorang pria tua berumur puluhan tahun berjalan dengan langkah kakinya yang berat menuju ke tempat persis di mana aku berdiri tadi. Tapi yang membuatku aneh pria tua itu tampaknya tidak mencurigai tentang pintu laci yang terbuka berantakan oleh ulahku, seperti tidak terjadi apa-apa. Dia hanya tertuju pada pintu laci nomor dua. Telapak tangannya mengusap-usap pintu laci yang sama sekali tak berdebu sedangkan tangan lainnya mengambil kunci di saku bajunya.
Pria tua itu mengambil benda dari dalam laci, dia menutup dan menguncinya kembali seperti semula dan tidak menghiraukan pintu laci yang lainnya. Setelahnya, ia langsung pergi dengan langkah kaki yang sama, langkah yang berat. Hingga sampai dia kembali keluar dan menutup pintunya barulah aku mulai menampakkan diri dari persembunyianku. Aku bersembunyi di balik rak.
"Pria tua yang aneh."
Kali ini aku lebih memilih mengincar benda yang pria tua itu bawa daripada pintu laci nomor satu. Aku mulai mengendap-endap keluar dari tempat gudang penyimpanan benda elektronik melalui pintu yang dimasuki oleh pria tua itu barusan.
Setelah memasukinya ....
Busyet! Aku memasuki ruangan yang seperti istana kerajaan. Di dalamnya aku melihat banyak kursi yang terjejer rapih dan karpet lantai berwarna biru tua yang memanjang dari arah timur ke barat. Penuh dengan hiasan dinding yang terbuat dari emas dan perak.
Sepertinya ini ruangan perjamuan.
Pada waktu itu mataku telah dimanjakan oleh kekayaan yang berlimpah-ruah sehingga aku tidak mengambilnya seperti biasanya. Karena aku berpikir hiasan tersebut hanyalah sebagian kecil dari harta karun yang sebenarnya.
Aku mulai berjalan di atas karpet itu tanpa bantuan cahaya senter karena di ruangan tersebut cahaya bulan cukup menyinari seisi ruangan di dalamnya. Aku lebih leluasa kalau-kalau aku berkelit sembunyi jika menemukan hal yang mencurigakan dari beberapa anggota keluarga pemilik rumah.
Membuntuti seseorang bukan pekerjaan yang mudah, membutuhkan ketenangan dan kereflekan tubuh yang luar biasa, jikalau targetnya mulai mencurigai sesuatu. Targetku sepertinya biasa-biasa saja. Berjalan dengan santainya tanpa ada rasa kecurigaan sama sekali, hanya saja tidak denganku. Aku mengikutinya dengan sebentar-sebentar bersembunyi di balik vas bunga, sebentar-sebentar di balik tirai, sebentar-sebentar mengumpat ke dalam kolong kursi. Padahal tidak ada sesuatu yang aneh terjadi.
Meskipun berusaha untuk tetap tenang, tetap saja aku selalu was-was serta deg-degan dan tidak seperti biasanya. Padahal aku sudah profesional dalam menangani seperti ini entah kenapa kali ini aku merasa berfirasat lain. Terutama saat berhadapan dengan target yang satu ini. Si Pria Tua.
Dengan penampilan dan gerakannya, dia bukan seperti manusia biasa yang pada umumnya. Auranya seperti memiliki sosok besar di dalamnya. Apakah itu kharismanya yang terpancarkan?
Karena aku terlalu sibuk dalam mencari tempat persembunyian, dengan bodohnya aku telah kehilangan sosok targetku. Dan kini aku menghadapi dua pintu kanan dan kiri yang telah terbuka lebar di depanku. Kedua-duanya sama-sama gelap. Entah pintu mana yang akan aku masuki.
Biasanya untuk memecahkan permasalahan ini. Mengenai beberapa pilihan mana yang harus aku ambil dan mana yang harus aku tinggal. Aku selalu memprediksikan baik dan buruknya suatu pilihan.
Kiri berarti jalan kejahatan sedangkan kanan berarti jalan kebaikan. Posisiku kali ini bukanlah posisi yang disebut jalan kebaikan, melainkan seorang pencuri yang melangkah di jalan kejahatan. Tentu saja aku akan memilih jalan yang sebelah kiri.
Prediksi dan keberuntunganku selama ini tidak pernah meleset. Apapun yang aku lalui selalu penuh dengan yang namanya lucky. Entah itu jalan baik ataupun buruk yang aku ambil pada akhirnya pilihanku selalu tepat. Sekali salah pilih jalan seperti melangkah di jalan keburukan bukan berarti aku harus menempuh setiap rintangan keburukan yang ada di dalamnya, melainkan itu adalah jalan yang terbaik dan yang teraman bagi diriku. Suatu kelebihan yang aku dapatkan dari Tuhan, padahal aku sendiri mengutuknya.
Sudah beberapa jalan aku tempuh, sepertinya kegelapan dalam ruangan tak ada habis-habisnya menyelimutiku. Tidak ada alasan bagiku untuk menggunakan senter, karena itu adalah tindakan bodoh bagi seorang pemula. NOOB.
Tapi terkadang seorang yang PRO pun bernasib sama dengan yang pemula. Salah satunya mengalami barang misi yang tertinggal.
"Sialan! Aku lupa membawa night-vision goggles."
Sudah berlarut-larut aku terus berjalan menembus kegelapan yang tak ada habis-habisnya. Aku menelusuri koridor dengan lengan yang terus meraba-raba bagian dinding seperti halnya orang buta, tapi mungkin aku lebih buruk. Aku hampir berjalan merangkak karena di sisi koridor terdapat vas bunga yang membuat langkahku tersandung-sandung.
"Sudah berapa vas bunga, ya? Yang sudah kupecahkan? Sepertinya aku harus membayar mahal untuk mengganti semua kerugiannya."
Tapi aku ini pencuri, hidupku cenderung bebas. Apapun bisa aku miliki jika aku menyukai dan menginginkannya. Sebelum itu, biarkan kuperjelas lagi. Seburuk-buruk tindakan yang diambil oleh seorang pencuri masih tetap sedikit dianggap bermoral ketimbang dengan orang-orang yang memegang peranan kendali masyarakat dan merampas satu-persatu uang dari rakyatnya sendiri.
JEDARRR!
"Auw! Tidak bisakah aku tidak menabrak pintu cukup sekali! Oh! Tidak. Jidatku kembali memerah."
Setelah sekian penelusuran akhirnya aku telah sampai tepat di depan pintu.
Tunggu? Pintu masih terkunci? Apa benar pria tua tersebut memasuki jalan yang sebelah kiri? Atau jangan-jangan, orang itu ada di sini! Celaka!
"Oey-oey, apa yang sedang aku pikirkan. Jelas sekali pria itu tidak memasuki jalan yang sebelah kiri," kataku mulai tenang setelah menyorotkan senter ke belakang. Menyinari jalan koridor yang telah kulalui.
"Satu, dua, tiga ..., em ... empat, lima, enam ..., tujuh? Waw! Ini benar-benar rekor terbaikku dalam memecahkan vas bunga di sepanjang koridor. Benar-benar berantakan."
"Aku tidak tahu akan bisa membayar gantinya atau tidak, yang terpenting aku masuki dulu kamar yang satu ini. Kalau-kalau ada harta yang bisa kugunakan untuk membayarnya."
Seperti biasa aku bobolkan kamar itu dengan kunci alternatifku. kawat penjepit rambut.
Di dalam. Aku sibuk menyoroti setiap sudut bagian kamar. Hanya ada ranjang, meja rias dan lemari kayu. Tak ada debu sama sekali di permukaan, tapi aku tak menjamin bahwa tidak ada debu juga di bawah kolongnya. Aku tidak perlu memeriksanya karena aku bukan seorang pembersih ruangan.
Selang beberapa waktu aku mengecek lemari kayu itu. Dan aku tidak mendapatkan sesuatu yang berharga di sana. Hanya beberapa baju milik wanita yang aku temui yang tergantung rapi di gantungan. Tak ada tanda-tanda. Kali ini aku berusaha untuk menjadi sopan seperti pria tua tadi. Aku menutup kembali pintu lemarinya. Hanya itu.
Tak satupun tempat yang aku lewatkan dalam pemeriksaan. Termasuk ranjang dan kursi meja rias.
Tunggu, meja rias?
Sesekali aku menyorotkan cahaya senter ke arah cermin meja rias. Terlihat seorang yang memiliki tubuh lumayan kekar dan tinggi, dengan bentuk badan yang ideal, ya ... itu aku, hahaha.
Dengan sedikit meluangkan waktu untuk berpose di depan cermin tentang lekak-lekuk tubuhku yang sixpack. Aku menaruh senternya di atas meja rias. Setelah cukup lama aku berekspresi dengan cermin, karena ini pertama kalinya aku berjumpa dengan cermin yang memiliki ukuran jumbo.
Beberapa saat aku baru menyadari ada saklar lampu di samping kanan meja rias. Aku menekan saklarnya.
Benderang.
Kini aku dapat melihat kamar tersebut dengan jelas. Kamar yang indah dengan hiasan lukisan bercorak bunga di temboknya.
"Lukisannya sama persis dengan yang ada di ruangan tangga yang aku turunin lalu."
Aku terkejut saat mendongakkan kepalaku ke arah atas meja rias. Sebuah bingkai yang di dalamnya ada sosok lukisan seorang wanita.
"Aku benci mengatakan ini. Aku tak mau dicamkan menjadi orang yang sok kenal. Tapi feelingku berkata lain. Sosok itu sangat familiar sekali. Aku seperti pernah berjumpa dengannya. Tapi, di mana?"
Sudah kuduga aku benar-benar orang yang sok kenal.
________________________________________
"Tunggu, ada tirai tebal di balik meja rias? Ada cahaya lampu yang benderang di balik tirai tebal ini."
Kakiku melangkah mendekat tirai. Dengan sedikit mendesakkan tubuh ke meja rias. Cengkeraman jariku berusaha menarik sedikit tirainya ke samping, mencoba ingin tahu ada sesuatu apa di balik tirai biru ini.
Aku menemukan suatu pemandangan hangat yang kusaksikan. Ada seorang gadis yang memeluk tubuh ayahnya dengan sangat erat. Aku melihat gadis itu seperti menangis senang karena bahagia. Dan aku baru menyadari sosok ayahnya tersebut adalah seorang pria tua yang selama ini aku buntuti. Terlihat dari lengan kanannya yang memegang suatu kotak.
Jadi yang ia sembunyikan sesuatu dari laci di gudang. Itu adalah kado untuk ulang tahun putrinya?
Ayahnya tiba-tiba keluar dari kamar setelah sekitar tiga menitan lamanya memeluk putrinya.
"Ah? Apa yang terjadi? Ayah?"
"Tunggu sebentar, Nak. Sepertinya telah ada seekor kucing yang menjatuhkan vas bunga."
"Kucing?"
"Ya, kucing. Ayah harap kamu segera mengunci pintunya kembali setelah ayah keluar dari sini."
"Baik, Ayah."
Sepertinya yang menjatuhkan vas bunga adalah para rekan-rekanku sendiri. Kenapa kalian gegabah!? Dasar pencuri amatiran!
[Kurang intropeksi diri]
Setelah mengikuti saran ayahnya untuk mengunci pintu kamar dari dalam, sang putri berjalan di sekitar samping kanan ranjang tidurnya, membawa dan menyimpan kado tersebut ke tempat rak buku yang bersampingan dekat lemarinya.
Aku masih mengamatinya dari balik jendela bertirai. Menunggu waktu yang tepat untuk memulai pergerakan. Sesudah meletakkan kado, dia meraih buku yang terbaris berdiri rapi di dalam rak. Mengambilnya dan mencari halaman yang telah ditandai sebelumnya.
Mengetahui tanda-tanda kelengahan sang putri yang tengah menghadap ke arah rak buku. Walau sempit karena berdempetan dengan sudut kamar, aku langsung sedikit menggeser meja rias lalu bergegas membuka kunci jendela itu dan menyelinap memasuki ke dalam kamarnya.
Tinggal sedikit sentuhan lembut untuk menurunkan jendela. Aku telah berhasil menginjakkan kakiku ke atas ranjang sang putri.
Spring bed? Aku harus ekstra berhati-hati dalam meredamkan suara decitan kasurnya saat diriku mulai bergerak merangkak.
Sambil memantau sang putri. Sedikit demi sedikit tanpa suara aku menggeserkan tubuhku untuk segera turun menyamping dari ranjang yang empuk.
Keberuntungan selalu memihakku sejak kecil, kapan aku harus mendapatkan kerugian jika begini terus?
Situasi yang pas sekali saat aku mulai terdesak karena sulit untuk bersembunyi. Aku mendapati tombol dua saklar lampu. Seketika lenganku langsung bergerak ke arahnya.
Sialan! Lagi-lagi aku harus memilih beberapa pilihan. Jadi yang mana, ya, tombol saklar yang harus aku tekan? Kanan atau kiri? Tapi baiklah, sesuai profesiku. Aku akan memilih yang kiri!
Ctakkk!
Lho! Kenapa lampunya tidak mati? Atau mungkin yang satunya!?
"Siapa kau!!!"
Sialan aku ketahuan!
"A ... aku, aku bukan siapa-siapa, cuma pembersih ka ... kamar!"
"Bohong!"
"Aaargh! Ya, ya, ya. Aku pencuri!" teriakku sambil menekan tombol satunya.
Ctakkk!
Gila! Aku benar-benar telah ketahuan! Aku harus segera bergegas mencuri kado itu darinya!
Drap! Drapp! Bletakkk! Brukkkh!
_________________________________________
Di luar dugaan. aku pingsan di saat waktu yang kurang tepat untuk ... ya, mencurinya. Sungguh mengenaskan. Saat kumulai bergegas berlari setelah itu aku tidak mengetahui apa yang terjadi pada diri ini. Tubuhku terasa lemas dan kepalaku pusing.
Tunggu. Tapi ada sesuatu bagian yang memar di lututku, entah aku tidak tahu apa penyebabnya.
Aku tidak tahu pasti sudah sampai kapan aku terlarut tak sadarkan diri. Tapi satu hal yang pasti. Kini aku berada terduduk di sudut ruangan kamar dengan tangan ke belakang dan kaki lurus ke depan yang terikat.
Sedikit demi sedikit mataku mulai membuka dan melihat apa yang sedang terjadi. Tapi tak semudah itu. Kurasa lampu kamar tersebut sudah dinyalakan, membuat mataku berat untuk membuka karena cahaya lampu yang terang.
Setelah beberapa menitan. Aku mencoba berusaha untuk menyadarkan diri. Dan pada saat itu, dengan sedikit pandangan yang buram. Aku melihat seseorang yang duduk berada di depanku.
Kurasa dia adalah korbanku dan sepertinya dia tengah tak sabar menungguku tersadar untuk menghakimi atas segala perbuatanku.
_________________________________________
Sejenak aku mulai tersadar dan mengingat apa yang telah terjadi. Rencana yang gagal. Ditangkap oleh seorang gadis belia. Noob.
"Apakah aku tak sadarkan diri karena menabrak pintu yang ketiga kalinya?"
"Kurasa jidatmu biasa saja dan tidak ada tanda kemerah-merahan."
"Syukurlah ...."
"Yang paling penting. Siapa kau! Dan apa tujuanmu menyelinap kemari! Apa kau benar-benar seorang pembersih kamar??"
"Berisik!! Aku bukan pembersih kamar! Aku seorang pencuri!"
Bukkkh!!!
"Oh! Tidak! Aku terlalu keras memukul jidatnya dengan pangkal sapu!"
_________________________________________
Selang beberapa menit. Aku mulai tersadar kembali. Kali ini terasa memar di bagian dahi.
"Apakah aku tak sadarkan diri karena menabrak pintu lagi???"
"Maaf, sebenarnya aku yang memukul kepalamu tadi."
"Ohh! Tidak! Jidatku!"
"Kuberi kau kesempatan lagi! Siapa kau! Dan apakah benar kau seorang tukang pembersih kamar!??" ucapnya sambil menodongkan pangkal sapu ke arah jidatku.
"Diam!!! Aku bu ...," teriakku seketika berhenti karena melihatnya akan mengayunkan pangkal sapunya lagi, "aku pencuri ...."
Bukkkh!
"Oh! Tidak! Apa yang barusan aku lakukan!? Aku memukulnya lagi! Padahal tadi dia mencoba untuk berbicara pelan!"
_________________________________________
Ini kali yang ketiganya aku mulai tersadar dan sekarang sesuatu yang sangat berat dan perih mengecap tepat di dahiku.
"Syukurlah! Kau telah siuman. Ada yang salah?"
"Apa!? Jidatku?"
"
Bukan. Tapi pengulangan ucapanmu setiap mulai tersadar 'Apakah aku tak sadarkan diri karena menabrak pintu?'"
"Oey! Oey! Mana mungkin aku mengulangi kata-kata itu lagi setelah sekian banyak kau memukulku!"
"Habis, kau membentakku! Padahal ayahku sendiri tidak pernah berbicara dengan nada seperti itu!"
"Aku seorang pencuri! Jadi wajar saja kalau aku bersikap dan berbicara seperti demikian!"
"Kau seorang pencuri???"
"Ya! Aku seorang pencuri! Kusarankan dari sekarang kau teriak meminta tolong!"
"Apa itu pencuri? Dan mengapa aku harus berteriak meminta pertolongan???"
"Oey! Oey! Apa kau benar-benar tidak tahu apa itu pencuri?"
"Aku bertanya karena aku tidak tahu."
"Baiklah biar sedikit kuperjelaskan tentang pencuri. Pencuri adalah seorang yang mengambil harta atau benda di dalam rumah atau pun di luar rumah."
"Apakah itu benda berharga yang diambilnya?"
"Ya! Tentu saja! Memang itu tujuan utama seorang pencuri. Pergi menyelinap ke dalam dengan diam-diam lewat jendela atau pun melalui pintu. Pokoknya masih banyak cara dan ide untuk seorang pencuri dalam melakukan aksinya."
"Bagaimana dengan pintu yang terkunci? Apa kau masih dapat memasukinya?"
"Itu mudah sekali. Aku hanya perlu menggunakan kawat penjepit rambut untuk membukanya."
"Apakah itu pekerjaan yang mulia? Dengan menyelinap ke dalam rumah tanpa mengetuk pintu?"
"Tentu saja tidak. Mencuri adalah perbuatan ilegal dan dapat dijebloskan sewaktu-waktu ke penjara jikalau aksinya gagal karena tertangkap. Dan penjara adalah tempat hukuman bagi pelaku pencuri atau tindak kriminal kejahatan lainnya. Sesuai dengan pidana hukum yang berlaku, menentukan ringan dan beratnya suatu hukuman atas oleh apa yang telah pelaku perbuat."
"Seperti kau yang sekarang ini?"
"Kau benar sekali."
"Lalu kenapa sekarang kau tidak masuk ke tempat penjara yang kau bicarakan?"
"Tentu saja sekarang aku masih aman karena kau tidak memanggil polisi!"
"Bagaimana caraku untuk memanggil polisi?"
"Kau dapat memanggilnya dengan cara menelepon ke tempat kantornya dan soal cara-cara membantumu untuk menelepon polisi itu aku tidak bisa memberitahukanmu?"
"Kenapa begitu?"
"Karena itu trik pencuri. Mana mungkin seorang pencuri membiarkan saksi mata atau si penangkapnya untuk menghubungi polisi."
"Seingatku, ayahku pernah menyimpan nomor polisi di buku agenda daftar nomor telepon. Jika kau tidak mau memberitahukanku bagaimana caranya, aku akan mencoba menelepon polisi itu lewat nomor polisi yang tertulis di daftar nomor telepon."
"Oey! Oey! Kau tak perlu melakukan itu!"
Gadis itu bangkit berdiri dan berjalan. Melangkah ke arah meja yang di atasnya terdapat telepon rumah dan daftar nomor telepon.
"Maaf, aku harus melaporkanmu. Karena kau bilang sendiri bahwa jika saksi mata atau si penangkap pencuri harus segera melaporkan ke pihak kepolisian."
"Hah! Oey! Oey! Tadi aku cuma bercanda! Agar kau mempercayaiku. Tapi yang sebetulnya, kau tak perlu melaporkannya."
"Terkadang ucapan awal adalah suatu kejujuran. Itulah yang diucapkan oleh ayahku. Dan lagi, kau telah bilang padaku, pencuri memiliki banyak trik untuk dapat meloloskan diri."
Senjata makan tuan!
"Baiklah. Terserah kau saja."
"Kenapa nada bicaramu kini pelan dan seperti putus asa?"
"Kau menang. Aku telah tertangkap basah dan tak bisa mengelak."
"Kau memujiku? Apakah itu juga termasuk bagian dari trik pencuri?"
"Bodoh! Ini bukan trik! Aku cuma ingin pasrah."
"Apakah nomor 1208 ini nomor polisi?"
"Itu nomor darurat."
Sekitar lima menitan. Gadis tersebut masih terus memantangkan gagang telepon ke telinganya.
"Bagaimana? Apakah sudah ada yang mengangkat panggilanmu?"
"Belum ada yang mengangkat."
"Syukurlah."
"Kau senang?"
"Tentu saja. Bagi pencuri, secercah keberuntungan sangatlah berharga."
"Ngomong-ngomong, berapa lama waktu yang akan kau habiskan untuk berdiam diri menjalani kehidupanmu di dalam penjara?"
"Sebenarnya untuk pencuri biasa maksimal 9 tahun. Tapi aku berbeda, mungkin sekitar 15 tahunan. Mengingat aku bukan pencuri biasa."
"Waktu yang sangat lama, apakah tindakanku ini akan merampas sisa masa mudamu?"
"Tidak. Melainkan tindakanmu itu benar. Keberadaanku di dalam penjara adalah suatu konsekuensiku sendiri atau biasa disebut resiko bagi seorang pencuri."
"Berapa usiamu sekarang?"
"25 tahun."
"25???"
"Ya. Apakah kau sekarang beranggapan kalau aku sudah tua?"
"Tidak. Hanya saja usiamu dengan usiaku selisih lima tahun."
"Memang kau berusia baru 20 tahun?"
"Kau benar."
"Dengan seusiamu yang sudah mencapai angka kedewasaan. Kau tidak mengetahui apa itu pencuri? Dan apa itu penjara? Dalam waktu 20 tahunmu kau ke mana saja? Dan apa yang sudah kau kerjakan???"
"A ... aku, aku, aku menghabiskan waktuku lebih banyak di dalam kamar."
"Di ... di dalam kamar?? Jangan bercanda! Apa kau serius? Lalu bagaimana bisa untukmu berinteraksi dengan sesama dan memahami kehidupan sosial?"
"Aku, aku cuma berinteraksi, itu pun dengan ayah."
"Selain ayahmu? Apa kau pernah bergaul dengan yang lain. Singkat saja dengan saudara?"
"Aku tidak mempunyai saudara. Aku hanya mempunyai seorang ayah."
"Omong kosong apa ini? Kau cuma hidup berdua dengan ayahmu di rumah yang sebesar ini!?"
"Ya. Kurasa begitu."
"Lalu, apa yang sudah kau pelajari selama ini?"
"Aku suka membaca."
"Membaca?" sahutku yang seketika melirik ke arah rak buku yang berada sekitar satu meter di sampingku, "selain itu?"
"Sehari-hariku, aku cuma melakukan aktifitas seperti bangun tidur kuterus mandi, tidak lupa menggosok gigi, habis mandi ...,"
Kutolong ibu?
"... membersihkan tempat tidurku, menyiram bunga di jendela kamar, jika bosan aku memilih untuk membaca buku, memutar lagu dengan channel Pedro Glamorous Music, berjalan-jalan di sekitar kamar, sangat menyenangkan!"
Berjalan-jalan di dalam kamar?
"Makan 3x sehari. Pagi, siang dan malam. Setelahnya itu bila aku sudah lelah, tinggal tidur. Dan melanjutkan siklus aktifitas tersebut berulang-ulang setiap hari."
"Apa kau tidak bosan? Menghabiskan banyak waktumu selama 20 tahun di dalam kamar???"
"Bosan? Kurasa aku cukup mensyukurinya."
"Pernahkah kau memiliki rasa ingin tahu mengenai ada apa sih dengan dunia di luar rumah? Dan bagaimana dengan pemandangan alam di sekitarnya? Apa kau memiliki rasa penasaran?"
"Untuk itu, aku juga ingin melihat dunia luar. Hanya saja aku tidak ingin terlepas dari peraturan ayahku. Aku tidak mau dianggap sebagai anak yang pembangkang."
"Peraturan ayahmu??? Anak yang pembangkang??? Apa maksudnya???"
"Aku dilarang mengetahui dunia luar, apalagi berbicara dengan orang-orang luar. Mendengar mereka bicara pun aku tidak diperbolehkan, yang ada di telingaku hanyalah suara ayah, dan aku tidak tertarik dengan dunia luar. Aku lebih suka berdiam diri di dalam kamar."
Itu sebabnya aku menganggapmu sebagai seorang putri ... yang cacat. Matanya buta ... mulutnya bisu ... telinganya tuli ... dan raganya yang lumpuh ....
_________________________________________
"Ayahku bilang 'Dunia luar yang sekarang ini sangatlah kejam' ini semata-mata hanya demi kebaikanku sendiri."
Ayahmu benar, dunia yang sekarang sama persis dengan situasi di neraka. Lebih baik kau menjaga kesucianmu dari noda-noda yang tak bermoral.
"Itu sebabnya, aku enggan untuk ingin tahu ada apa dengan situasi di dunia luar sana."
Lebih baik kau cacat karena ketidaktahuan akan dunia luar, daripada kau mengetahui dunia luar yang hanya akan mendorongmu untuk melukai mata, mulut, telinga dan ragamu agar menjadi cacat karena rasa penyesalan akibat telah mengetahuinya.
Karena terlarut dengan pembawaan bicara sang gadis tersebut, akhirnya berhasil membuatku memalingkan muka ke arah kumpulan buku. Karena apa yang diucapkannya sangat melukiskan dengan dunia yang sekarang ini.
"Novel The Glamorous?"
"Ah? Itu karya Pedro Leonade. Aku sangat menyukai karya novelnya. Banyak pelajaran dan juga manfaat yang dapat aku ambil dari kisahnya. Novelnya yang keluar baru tiga seri buku. Aku menyukainya karena aku menikmati tulisannya yang menjelaskan tentang apapun. Pedro bisa begitu sangat mutlak ketika menuliskan religius, bisa menjadi begitu menjiwai ketika membahas kasmaran, bisa menjadi sangat berantusias saat menulis tentang pertempuran, bisa begitu jenius ketika menuangkan pengetahuan dan juga bisa seperti pendongeng ketika menceritakan fakta sejarah ataupun berbagai kisah sosial bisa menyentuh hati pembacanya. Selain itu dia sangat pandai menyanyikan lagu. Aku menyukainya karena lantunan suaranya yang sangat merdu."
"Jadi, karena karya kisahnya yang luar biasa dan berhasil menarik rasa perhatianmu itu, dia berhasil mengajak serta membawamu terbang keliling dunia luar tanpa harus meninggalkan kamar?"
"Ah! Kurasa kau benar! Selain ayah yang satu-satunya orang baik di rumah ini, kurasa Pedro Leonade adalah satu-satunya orang baik di dunia luar."
"Apa kau yakin dia benar-benar orang baik selain ayahmu yang kau kenal?"
"Tentu saja. Aku yakin."
"Dari mana kau mendapatkan keyakinan yang sebesar itu walau kau belum mengenalinya?"
"Mudah saja. Untuk mengetahui bahwa dia adalah orang yang baik, menurutku cukup dengan melihat cara dan gaya penulisannya saja mempermudahkanku untuk mengenal tentang sifat dan kepribadiannya."
Apakah penulisan karyanya juga menggambarkan sosok kepribadiannya???
"Oh! Iya! Kau juga termasuk orang luar. Sifat dan kepribadianmu juga kurasa tidak baik. Kau seperti orang yang digambarkan oleh ayah. Bisa kau ulang, siapa kau sebenarnya?"
"Aku pencuri," kataku sambil menunjukkan wajah lesu.
Pertanyaan bodoh.
"Jalanmu sebagai pencuri adalah kebaikan atau kejahatan?"
"Kejahatan."
Gadis ini benar-benar ....
"Terima kasih. Dengan begitu aku sudah jelas mendapatkan identitas asli siapa dirimu sebenarnya."
Mendapatkan identitas asli? Kenapa baru sekarang? Bukannya dari awal?
Tut! Tut!
"Ah! Polisi mengangkat teleponnya!"
"Kami dari kepolisian. Ada yang bisa saya bantu?"
"Bilang padanya. Polisi baik atau jahat? Kan orang-orang yang kau anggap baik cuma ayah dan idolamu, Pedro Leonade."
"Diam! Polisi adalah orang yang menegakkan keadilan. Aku mengetahuinya dari sumber buku."
"Oh?"
Menegakkan keadilan? Maksudnya segelintir orang-orang yang masih menerapkan sistem itu?
"Pak! Kami butuh bantuanmu."
"Baiklah! Sebutkan nama Anda, alamat tinggal Anda, dan motif kejahatan apa yang terjadi pada Anda?"
"Namaku Isabella Ghassani."
Isabella Ghassani? Jadi itu namanya?? Nama yang indah. Isabella yang berarti suci, dipersembahkan kepada Tuhan dan Ghassani berarti yang cantik dan muda.
"Alamat tinggalku, di rumah ayah."
Pfft!!! Oey-oey! Ayah yang mana? Yang benar saja. Emangnya polisi itu saudara atau kakakmu hingga membuatmu menjawab 'di rumah ayah' haha!
"Maaf, Anda bisa menghubungi lagi layanan kami nanti sesaat setelah beberapa waktu ke depan."
Tut! Tut! Tut!
"Ah! Kenapa Pak Polisi tidak membantuku?"
"Mu ... mungkin di kantornya sedang sibuk dan ada rapat penting yang memungkinkan pertolongan apapun tak akan terpengaruh."
Kau tidak akan dapat menghubungi polisi jika cara memanggilmu seperti itu. Selain itu, Pak Polisi akan merasa jengkel karena dia mendapatkan penipuan kekanak-kanakkan dalam panggilan.
"Lebih baik, kau tak perlu menghubunginya lagi."
"Apakah saranmu itu termasuk sebagai trik seorang pencuri?"
Oey! Aku cuma iba padamu. Pak Polisi tidak akan pernah merespon lagi panggilanmu.
"Ya, tentu saja. Ini trikku untuk menghasutmu, haha."
"Dasar pencuri! Tapi ya, sudahlah. Karena ini adalah malam pertamaku bertemu dengan seseorang dari dunia luar. Aku memberikanmu kebebasan. Aku melepaskanmu."
Semudah itu? Melepaskanku?
"Oh! Terima kasih banyak."
"Oh! Iya. Ngomong-ngomong, karena aku memberikan kesempatan padamu dan karena kau adalah orang luar yang sama dengannya ...."
Dengannya??? Siapa?
"Apa kau kenal dan mengetahui dengan yang namanya sosok Pedro Leonade?"
"Pedro?"
"Iya?"
"Aku tidak tahu."
"Payah!"
Oey!
"Tapi aku tahu desas-desus, kalau kemungkinan Pedro adalah putra dari sang penguasa."
"Penguasa? Maksudmu Tuhan???"
"Bukan. Dia penguasa terkenal di seluruh dunia. Dia adalah Presiden Dunia [World President]."
"Bagaimana kau tahu? Sedangkan kau saja tidak mengenali sosok putranya?"
"Tentu saja, aku mengetahuinya dari nama belakangnya."
"Leonade?"
"Ya, nama belakangnya persis sama dengan nama belakang sang penguasa."
Isabella mulai pergi dari meja dan melangkahkan kakinya menuju ke arahku dengan membawa sapu.
"Oey! Oey! Apa yang akan kau lakukan dengan sapu itu!?? Bukannya kau telah memberikan kebebasan untukku?"
"Aku hanya akan berjaga-jaga saja. Kalau-kalau saat aku akan melepaskan ikatanmu kau akan bertindak macam-macam padaku. Mengingat kau adalah seorang pencuri."
Berbuat macam-macam? Tenang, aku tak serendah itu. Apa kau suka merendahkan derajat seorang pencuri sepertiku?
"Huft. Terserah kau saja. Asalkan kau berjanji untuk tidak mengayunkan pangkal sapu itu lagi ke arah jidatku."
"Sebelum aku melepaskanmu, jawablah pertanyaanku. Apa tujuanmu kemari? Jika kau bertujuan mencuri, sesuatu barang berharga apa yang akan kau ambil di kamar ini?"
"Targetku kemari adalah ... ingin mencuri kado ulang tahunmu yang isinya sangat berharga itu."
"Kado? Ulang tahun?"
"Benar."
"Maksudmu yang ini???" kata Isabella sambil memperlihatkan isi dalam kado ulang tahunnya yang dibungkus rapi oleh kertas kado dan pita yang semuanya berwarna merah.
Aku pun melihat ke dalam isi kado tersebut.
"Apa!!! Cuma se ... ja-jadi selama ini isi kado itu ...."
"Sepatu kaca bermotif bunga Lotus."
Zonk!
"Jadi, bagaimana? Apa kau tetap akan mengambil sepatu ulang tahunku ini?"
"Ogah!"
"Haha! Ternyata seorang pencuri, target curiannya sangat lucu. Kenapa kau tidak mengambil harta yang berharga seperti perak, emas, atau berlian? Kau pencuri yang memiliki tipe selera yang tak berkelas."
Jleb!
[Menusuk ke hati]
"Ah! Tumben. Kenapa malam yang tenang ini aku merasa gerah?" ucap Isabella dengan tangan yang sesekali mengusap keringat di wajahnya.
"Mungkin cuaca sedang mendung dan akhirnya merubah lingkungan di sekitar dan atmosfer pun menjadi panas."
Tunggu? Tiba-tiba aku juga benar-benar merasakan apa yang dirasakan olehnya? Terasa panas di dalam kamar.
"Panas sekali. Apakah benar penyebabnya karena mendung?"
"Kurasa begitu, tapi yang ini jelas sekali lebih panas! Bisakah kau menyalakan AC!"
"Apa itu AC???"
Aku baru sadar, kamar ini tidak memiliki Air Conditioner.
"Lupakan!"
"Kau pria yang aneh ...."
Oey, sebenarnya kau yang aneh karena tidak mengerti banyak hal!
"Tunggu sebentar, aku akan membukakan jendela kamar."
"Baguslah!"
Isabella pun berjalan menuju pintu. Menarik tirai.
"Waw, kulihat langit berubah menjadi merah? Apakah ini penyebab hawa menjadi terasa panas?"
Merah?
Lalu memutarkan kunci dan membukakan jendela.
Whusssh!!!
Api!!?
Tiba-tiba api besar menyibak jendela yang di buka olehnya.
"Awas! Menjauhlah dari api itu!"
Isabella yang terkejut karena mengetahui lidah api yang menjulur tepat akan ke arahnya, langsung berlari menerjang ke atas ranjang. Histeris dan berteriak-teriak menyiratkan ketakutan yang sangat mendalam.
"Cepat! Lepaskan ikatanku ini!"
"A ... aku, aku takut!"
Setiap kali api tersebut menyambar kaca jendela kamar, Isabella terus berteriak dan menangis.
Ohhh! Tidak. Dia benar-benar sedang dilanda ketakutan.
"Kalau begini apa yang harus aku lakukan?"
Isabella tak berhenti-hentinya berteriak ketakutan. Sedangkan tirai jendela sudah mulai terbakar oleh api.
"Ah! Tidak! Api itu mulai memasuki kamar!"
Ini buruk!
"Sepertinya mereka telah beraksi sampai sejauh ini!"
"Mereka!? Apa maksudmu? Siapa mereka? Apakah mereka sekomplotanmu!?"
"Jelas saja bukan. Mereka adalah antek-antek pemerintah."
Sialan! Api itu tepat di atasku! Aku harus cepat melepaskan ikatan ini sebelum aku benar-benar menjadi pencuri panggang!
Aku mulai melemparkan tubuhku ke depan yang pada saat itu aku berada di pojok kamar, dekat jendela. Menjauh dari kobaran api yang membakar tirai di atasku dan aku mulai menggesek-gesekkan ikatan tali pergelangan tangan ke kaki rak buku itu.
"Ayo! Ayo! Ayo!"
Setelah beberapa menitan aku berusaha untuk memutuskan tali yang mengekang pergelangan tanganku. Akhirnya satu persatu beberapa utas tali mulai terputus.
"Bagus! Ikatannya mulai longgar!"
"Awas!!! Gorden jendelanya akan jatuh!" teriak Isabella.
Apa!?
Brukkkh!
Ya, gorden yang terbuat dari alumunium itu memang jatuh. Tapi tidak menimpaku. Alumunium panjang tersebut berada tepat di atasku. Pangkalnya tersangkut di atas rak buku sedangkan ujungnya aku tidak yakin api tersebut tidak membakar kakiku yang tengah lurus terikat.
"Awww! Panas-panas!"
Ya, dengan bantuan jatuhnya ujung gorden tersebut, berhasil membakar utasan tali. Termasuk ujung celanaku juga, habis terbakar. Setelahnya aku berhasil menyingkir dari kobaran api itu.
"Untung aku memakai sepatu yang panjangnya sampai ke bawah lutut, jadi tidak kebakar deh!"
Tapi walaupun begitu, tetap saja ada bagian rasa memar dan seperti terbakar secara perlahan.
Saat setelah berhasil melepaskan diri dari semua tali yang mengikat tangan maupun kaki yang membelenggu, bebas. Kini aku berusaha untuk mencoba memadamkan api di sekitar ruangan.
"Cepat padamkan api itu! Kumohon!"
"Sepertinya rumah ini sengaja di bakar dari luar. Apakah kau tahu letak kamarmu di lantai berapa?"
"Kurasa di lantai tiga."
"Bila apinya sudah menjalar di lantai tiga, itu artinya di lantai dua telah habis terbakar total apalagi di lantai yang pertama. Sudah parah. Semuanya hangus terlahap oleh semburat api!"
"Lalu, kita harus bagaimana?"
"Tentu saja kita harus keluar dari kamar ini!"
"Lewat pintu!"
Dengan tergesa-gesa Isabella berlari ke arah pintu dan mencoba untuk membuka kunci pintunya.
"Oh! Tidak-tidak! Tu-tunggu-tunggu! Jangan lewat situ! Jika kau membukanya kau hanya akan terhempas oleh kobaran api yang sangat besar! Tengok saja di samping ruangan kamarmu itu. Kamar yang aku masuki, yang aku gunakan jendelanya untuk menuju kemari!"
"Oh! Tidak! Sudah terbakar! Kamar mendiang ibuku."
"Kamar ibumu? Oh! Maaf! Untuk itu, itu kesalahanku karena aku tidak menutup kembali pintu kamarnya dengan rapat."
"Kita terjebak! Kita tidak bisa ke mana-mana! Lalu, bagaimana dengan keadaan ayah!? Kita harus menolong ayah!"
Untuk itu, kurasa aku juga mencemaskan rekan-rekanku yang lain.
"Jangan gila! Apa kau akan menolong ayahmu dengan menembus kobaran api besar itu!"
Oey-oey! Kau mencoba menolong ayahmu? Tanpa kau sadari jiwamu juga tengah terancam dalam bahaya.
"Aku tidak peduli! Aku tidak peduli kalau memungkinkan dan mengharuskan aku untuk berlari menembus kobaran api! Pokoknya aku harus menolong ayah! Karena dia adalah satu-satunya orang tua yang aku miliki!"
Jika kau mengatakan demikian, mungkin jika aku berada persis di posisimu saat ini, aku juga tidak peduli dengan bahaya apapun yang menimpa. Apapun itu demi untuk menolong orang tua walaupun tindakan tersebut cenderung sangat nekat dan bisa membahayakan diri sendiri. Tapi tetap saja aku tidak dapat menolak atau menyangkal keputusanmu.
"Sebaiknya kau berdo'a dan berharap kalau ayahmu kini baik-baik saja dan benar-benar telah keluar dari rumah ini sebelum api tersebut mulai merenggut dan berkobar."
Aku menurunkan tas dan mencari sesuatu yang akan aku gunakan. Aku mulai membuka risleting ransel. Yang pertama aku temui saat membukanya ....
Fitting bohlam yang berlapis emas, aku akan kaya!
Lalu,
Kotak makanan??
Sejenak aku mengingat-ingat beberapa waktu yang lalu sewaktu aku memasukkan peralatan ke ransel.
Kurasa aku tidak membawa ini. Oey-oey? Lalu siapa yang menaruhnya?
"Apa yang sedang kau lakukan!?"
"Kau diam saja. Nanti juga akan tahu."
Dan akhirnya aku berhasil menemukan alat yang sebelumnya tertumpuk oleh beberapa lembar koran dan satu alat gergaji besi.
Situasinya kini, api telah menyebar luas ke seluruh dinding kamar. Isabella bersembunyi ketakutan di belakangku.
"Selesai! Ayo kita bergegas!"
"Ke mana!?"
"Tentu saja kita terjun dari sini."
"Apa kau sudah tidak waras!? Terjun dari lantai tiga?!"
"Ya. Setidaknya aku mati di tanah daripada mati hangus terbakar menjadi abu."
Singkat saja aku tidak mau menjadi pencuri panggang.
Setelah mendapatkan alat yang aku butuhkan, aku mengikat-kaitkan tambang ke salah satu dari empat tiang ranjang spring bed yang paling dekat dengan posisi jendela berada. Berjalan mendekati jendela yang terbakar. Aku mencoba menyingkirkan besi gorden yang menghalangi langkahku untuk mendekat ke jendela. Seketika aku pun melemparkan alumunium gorden tersebut keluar jendela.
Whuung!
"Apa kau sudah siap? Kuharap kau pakai sepatu hadiah pemberian ayahmu itu agar saat mendarat dapat meminimalisirkan kecideraan."
"Kecideraan? Kau membuatku merasa ngeri."
"Ayo! Cepat berpegangan di belakang punggungku. Aku akan menunjukkan sesuatu hal yang seru dan pastinya sangat menantang."
"Maksudmu seru untuk menuju kematian!?"
"Haha. Ya! Tentu saja."
Aku membidik senapanku [Speargun] ke arah pohon yang rindang, yang berada dekat dengan tempat reruntuhan. Sebelah utara tempat reruntuhan.
Chwaat! Serrr!
Tambang yang aku ikatkan ke anak panah yang baru kulesatkan mencuat mengikutinya. Anak panahku berhasil menancap ke dahan pohon.
"Inilah cara kita meloloskan diri dari maut."
Akhirnya aku terjun sebelum pintu kamar Isabella terbuka karena tekanan api yang tinggi. Serta menghembuskan api yang besar hingga meluap mengisi seisi kamarnya sampai mencuat keluar dari jendela kamar.
Isabella yang berada di belakangku, memeluk punggungku dengan sangat erat. Tak berhenti-hentinya berteriak ketakutan hingga membuat gendang telingaku seakan-akan mau pecah.
Kuharap terjun tali flying fox ini akan menjadi bagian dari uji adrenalin pertama dalam hidupnya, setelah sekian lama mengurung diri di dalam kamar selama 20 tahun terakhir.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top