Bab 3. Anomali Lempeng Bumi

Berbagai berita bertaburan di televisi dan media sosial, mengenai satu hal yang sama, gempa bumi. Berita-berita itu menginformasikan gempa yang hampir terjadi bersamaan di penjuru dunia. Paling parah berada di Rusia, seluruh bangunan luluh lantah dihantam oleh gempa yang nyaris menyentuh 9 M.

Gempa di Jepang menimbulkan tsunami, dengan konstruksi bangunan yang aman, sedikit korban berjatuhan. SFFDR (Sendai Framework for Disaster Risk Reduction) mengerahkan unit-unit ke beberapa titik di seluruh dunia.

Amerika Serikat mengharapkan seluruh warga dunia harap tenang dengan bencana yang menimpa di beberapa titik dan terjadi bersamaan. Pihak dalam negeri, BMKG memastikan gempa yang terjadi baru-baru ini hanyalah pergeseran lempeng biasa. Tak ada kaitannya dengan hal-hal mistis dan menghimbau para masyarakat untuk tidak terprovokasi.

Sewaktu tiba di rumah, Aiko bernapas lega. Rumahnya porak-poranda. Pada bagian halaman depan tampak hancur dan berantakan. Langit senja menyambut, Fani dan Azura mampir sebentar ke rumah. Seorang wanita dengan gaya rambut yang nyaris sama dengan Aiko menyambut mereka.

"Wah, ada apa ini kok ramai-ramai kemari?" tanya sang Ibu penuh senyuman.

Bisa-bisanya dengan santai menyambut, pikir Aiko menaikkan alis. Sudah jelas siang ini terjadi gempa yang nyaris menyentuh angka delapan.

"Azura, selamat datang, tumben mampir ke rumah? Padahal setiap malam Aiko selalu bercerita tentang...."

"Ma, sudah!" wajah Aiko memerah, mendorong sang Ibu untuk kembali ke dapur. "Jangan cerita yang aneh-aneh."

Azura dan Fani memasuki ruang tamu. Rak buku sebagai pembatas antara ruang keluarga dan ruang tamu. Empat bangku saling berhadapan. Di sisi kiri terdapa dua kursi dan satu meja yang berada di tengah. Di sisi kanan dua kursi berdempetan.

"Sudah kuduga." Fani melipat kedua tangan, cekikikan.

"Apa?" Azura penasaran, menoleh pada Fani.

"Aiko itu suka sama kamu!" balasnya.

Bukannya mendapatkan reaksi terkejut atau malu, namun dia malah terdiam seribu bahasa tanpa ekspresi yang tergores. Hening menyelimuti mereka di ruang tamu. "Memangnya kenapa?" polosnya bermunculan.

Fani menarik kerah Azura. "Sedikit serius sedikit kenapa sih? Kenapa kamu malah bereaksi seperti tidak peduli sama sekali?"

Azura menghela napas. "Aku sudah pernah mengungkapkan perasaanku, tapi dia menolaknya. Aku tidak tahu harus bagaimana selain membiarkan perasaan ini terpendam."

Fani melepas kerah Azura, duduk sembari tertunduk. Benar, Aiko pernah cerita soal itu padanya. Entah bagaimana menanggapinya. Kala itu Aiko juga masih ragu-ragu, menolak pernyataan Azura itu adalah hal yang tepat.

"Kamu enggak ingin mencobanya lagi?" Fani melempar pertanyaan pada Azura.

"Entahlah, aku masih mengumpulkan keberanian."

"Kalau sudah siap katakanlah, dia memang sedikit kikuk kalau soal percintaan," balas Fani sembari bangkit dari tempat duduk. "Berjuanglah!" Fani melewati Azura, memasuki ruang keluarga. Rupanya dia ingin mengambil minuman di belakang.

***

Bangunan-bangunan di Kota Bandung hampir semua luluh lantah akibat gempa yang melanda siang ini. Tim SAR melakukan pencarian pada setiap reruntuhan bangunan, berharap ada yang bisa diselamatkan. Titik gempa terjadi di bagian barat Bandung. Tanah merekah begitu dalam, menimpulkan patahan.

Berada di Guardians of Bandung, bangunan yang masih selamat itu menampung para masyarakat yang terluka di lapangan. Listi tengah berdiri di antara masyarakat Bandung yang membutuhkan bantuan dengan memeriksa, memastikan tak ada kekacauan.

Bangunan di depan gedung GoB, ambruk begitu saja. Titik gempa tadi siang nyaris menyentuh angka 8.5 M. Getarannya terasa sampai Bandung pusat.

"Ada masalah?" lelaki dengan tubuh sedikit tinggi dengannya bertanya pada Listi.

"Semua baik-baik saja, hanya saja beberapa anak-anak hilang. Aku mengarahkan pada tenda yang berisikan anak-anak," balas Listi.

"Baguslah kalau begitu, sejauh ini belum ada orang tua atau kerabat yang menginformasikan anak hilang?"

"Hanya sebagian kecil, lima orang. Tiga kembali dengan keluarga, sisanya masih status tidak jelas. Aku harap mereka baik-baik saja, Alden." Listi menghela napas.

Lelaki bernama Alden itu tersenyum mengangguk, berbalik meninggalkan Listi, membiarkan bertugas membantu seseorang yang membutuhkan bantuan. Tenda-tenda darurat telah disiapkan di lapangan depan bangunan GoB sebagai posko penanggulangan bencana.

Aku tidak menyangka gempa sebesar ini terjadi. Listi terdiam sejenak. Jarang gempa terjadi begitu saja, dengar-dengar berita yang tersebar di dunia maya pun hari ini gempa terjadi hampir bersamaan di beberapa titik di dunia. Rusia paling parah.

Perasaannya mengatakan, ini bukan gempa biasa? Namun, tak mungkin juga memberitahukan pada Alden mengenai perasaan ini. Perasaan yang tak berdasar itu bisa saja salah. 

***

Kawasan Bandung Barat begitu luluh lantah, bangunan rumah penduduk ambruk tak bersisa. Tim SAR tengah melakukan pencarian korban yang hilang atau masih bernyawa.

Mobil kijang berwarna hitam melintas jalanan bebatuan, Bima dari balik kemudi, memandang kejadian yang nahas itu. Tak disangka, gempa darat dengan kekuatan 8.5 M melanda. Mobil itu terhenti dalam kegelapan hutan lebat. Lelaki mengenakan kemeja dan jaket tebal itu melangkah turun dari mobil. Udara dingin menyambut malam ini.

Tak jauh darinya, merupakan tujuan pemberhentiannya. Bima berlutut, menyalakan senter. Sorot cahaya tak mampu menerobos kegelapan tanah di bawah sana. Lokasi yang menjadi titik gempa, patahan yang merekah. Jarak dengan sebrang cukup lebar.

Seorang wanita turun dari mobil, berambut diikat kuda mengenakan kacamata, menghampiri Bima. "Jadi di sini titik gempa itu?" tanyanya memastikan.

"Benar sekali, tapi yang satu ini cukup lebar. Retakan semacam ini pernah terjadi di luar negeri," balas Bima, masih memeriksa.

"Kalau begitu, ini patahan biasa kan?"

"Benar, tapi yang menjadi pertanyaan apakah ini benar-benar gempa darat?" Bima bangkit, kembali ke mobil. Mengambil sebuah peta yang ada di tas. Dia membawakan gulungan peta, menggelar di atas kap mesin mobil. Sebuah peta Provinsi Jawa Barat. Garis berliku membentang dari Bandung Barat menuju pantai selatan.

"141,3 km, patahan ini jelas sangat panjang dan menuju ke arah pantai selatan."

Wanita itu, Angel memerhatikan peta itu. "Bukannya hal ini bisa terjadi?"

"Bisa saja, menurut prediksi beberapa juta tahun ke depan bumi akan kembali ke bentuk semua, kelahiran benua pangea baru. Yang satu ini sedikit di luar prediksi. Meski alam punya caranya sendiri."

Tengah berdiskusi, sercecah cahaya gemerlapan muncul dari dalam patahan itu. Angel yang memandang fenomena itu, segera menepuk pundak Bima.

"Apa tadi patahan itu mengeluarkan cahaya?"

Bima menoleh ke belakang, "Aku membenci prediksiku." Dia kembali melangkah mengampiri patahan itu, melirik ke bawah. Terdapat sumber cahaya yang tidak jauh dari tempatnya berdiri, di bawah sana.

Sebuah cahaya berkelap-kelip seperti lampu yang tengah kehabisan tenaga. Apa sebenarnya ini? Bima bertanya-tanya.

Angel berdiri di samping Bima, terpukau dan penasaran dengan sumber cahaya. "Lebih baik kita hubungi pusat."

"Kau benar, Angel. Semoga dunia tidak panik mengetahui ini."

***

Kota Miracle, Magical Academy

Koran-koran berserakan di atas meja di ruang klub yang tak terlalu besar. Empat kursi yang saling berhadapan mengelilingi meja besar. Ada lemari di belakang meja, berisikan buku-buku mengenai sihir. Papan tulis berada di sisi kanan, masih bersih tanpa meninggalkan noda spidol.

Kebanyakan judul koran mengenai gempa yang terjadi bersamaan di beberapa titik di seluruh dunia. Gadis berambut hitam, dengan panjang menyentuh punggung. Sisi kiri dan kanannya dikepang. Bola mata berwarna ungu itu menyorot koran-koran di atas meja.

Terdengar suara pintu terbuka, gadis itu, Nara Harumi menoleh ke arah pintu. Sosok lelaki dengan rambut sedikit rapih memasuki ruangan.

"Jadi, kali ini kamu penasaran dengan fenomena alam?" tanya lelaki itu, Aiken.

"Tidak, aku hanya merasa aneh saja, bagaimana mungkin gempa bumi bisa terjadi bersamaan di seluruh dunia?"

Aiken menarik kursi, duduk sejenak, meraih salah satu koran. "Iya, bagiku itu hal yang wajar, gempa bisa saja terjadi di beberapa titik dalam waktu yang sama."

"Kali ini, semua M di atas enam semua. Paling rendah berada di Surabaya, 7.9 M. Menurutmu ini bisa saja?" Nara bertanya balik. "Apa lagi baru-baru ini ada salah satu video yang menunjukkan kalau di salah satu patahan memancarkan cahaya dari dalam."

Aiken mengangkat wajah. Tak percaya dengan ucapan Nara, dia pun mengeluarkan ponsel. Memeriksa berita yang beredar mengenai gempa yang menimpa. Saat membaca, apa yang dikatakan oleh Nara semua benar. Salah satu patahan ada yang memancarkan cahaya.

Dia mematikan ponsel, bersandar sejenak. Memandang langit-langit. Namun, tiba-tiba saja terbesit sesuatu di benaknya. Sesuatu yang pernah dia dengar sewaktu masih kecil.

"Agartha ya...," gumam Aiken.

Nara yang semula kembali membaca, kini mengangkat wajah. "Agartha? Maksudmu di bawah sana ada dunia lagi?"

Menyadari itu, membuat Aiken menatap Nara. "Benar sekali, tapi kali ini bukan soal dongeng belaka. Mungkin kita akan mengetahuinya saat di perpustakaan."

Semoga saja prediksiku benar, ucap Aiken dalam hati. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top