Bab 1. Dua Gadis Petir

Lampu sorot menyala, menyorot pada anjungan di bawah sana. Dua kursi sofa kini tengah diduduki oleh dua pria. Salah satunya pembawa acara, satunya lagi seorang pria dengan kerut tipis tergores pada wajahnya. Mengenakan kacamata, serta setiap sisi rambutnya mulai tumbuh uban.

Tiga kamera menyala, saat itulah acara talkshow pun dimulai yang dibawakan oleh pembawa acara. Dengan meriah menyambut para penonton di rumah.

"Selama malam, jumpa lagi bersama saya, Terry dalam acara bincang ilmiah," ucapnya dengan riang disusul celetukan, "meski ada unsur fantasinya. Bersama Profesor Harry yang hari ini menemani kita." Terry menyapa Harry. "Bagaimana kabarnya Profesor."

"Sangat baik," balasnya dengan senyuman, "ini pertama kalinya saya diundang oleh stasiun televisi."

"Anggap saja kejutan," balas Terry dengan tersenyum simpul. "Profesor Harry dikenal sebagai sosok ilmuwan yang meneliti cairan esper, jelaskan prof, apa itu cairan esper?"

Cairan esper, sebuah cairan yang ditemukan oleh Profesor Harry saat tengah melakukan pertemuan dengan pakar-pakar ilmuwan dari penjuru dunia di Kota Miracle. Dia melakukan penelitian lebih dalam mengenai cairan tersebut yang dapat mengatifkan ESP pada pada tubuh manusia.

Berbagai kekuatan seperti telepati, cenayangan, dan lainnya dapat diaktifkan. Setiap manusia memiliki kekuatan ESP, namun sayangnya tidak ada yang tahu bagaimana cara mengaktifkannya.

Cairan tersebut dianggap tabu semenjak kekacauan di Surabaya yang dilakukan oleh Ronie, yang ingin merebut cairan esper untuk kepentingannya. Entah apa tujuan yang pasti, yang jelas dia ingin mengubah tatanan dunia. Sangat tidak masuk akal dan sulit dilakukan.

"Kalau tidak salah, cairan itu pernah saya coba pada anak saya, Fani. Awalnya saya menolak karena itu bisa saja membunuhnya. Kita tidak tahu bagaimana efek cairan itu ketika bereaksi pada tubuh. Tapi, Fani bersikeras demi penelitian ini," papar Harry sembari membenahi kacamata. "Penelitian ini nyaris saja dibubarkan oleh Pemerintahan Kota Surabaya, keberhasilan cairan tersebut menyebabkan Fani dapat melakukan teleportasi ke berbagai tempat, sejak lahir kemampuan teleportasi sudah melekat pada manusia."

"Profesor, jika manusia bisa aktif dengan cairan esper, lalu bagaimana dengan salah satu personil Magical Starz, Aiko Miyako?"

"Aiko, adalah salah satu esper yang kemampuannya aktif secara mandiri. Banyak faktor, namun sejauh ini faktor yang paling dekat adalah ibunya, yang juga merupakan esper elektro asli," jelas Harry, tahu jika apa yang diucapkannya itu masih praduga.

"Lalu bagaimana cara kita membedakannya?" Terry bertanya, menopang dagu.

"Kita tidak akan pernah tahu, yang pasti jumlah esper alami jauh lebih sedikit," ucapnya. "Meski hanya sebagai penelitian, tapi tidak sedikit para ilmuwan di luar sana mulai merekayasa kembali cairan esper. Wajar saja karena cairan itu telah tersebar dan sulit untuk memberantaskannya."

***

Lampu-lampu bangunan Kota Surabaya berkilauan dari dalam bus. Aiko yang tengah duduk di dekat jendela terpukau menatapnya dari balik. Gadis berambut pendek hampir menyentuh bahu itu mengambil ponsel dari balik tas yang dipeluknya.

Bola mata berwarna ungu itu bersinar bagaikan kilauan berlian, saking terpukaunya meski berulang kali melintasi jalan yang sama.

Masih mengenakan seragam pelaut berwarna putih dan biru dengan rok pendek di atas lutut berwarna biru. Dia mengambil gambar dari bangunan mal terbesar Tunjungan Plaza.

Senyum sumringah tergores dalam raut wajahnya saat berhasil mendapatkan gambar yang indah. Namun, tak jauh dari lokasi bus melaju, ledakan menggelegar, menolehkan pandangan Aiko seketika.

Bus pun terhenti. Kobaran api menjalar hingga ke tengah jalan. Aiko menghela napas, pemandangan yang sering dihadapinya. Para penjahat kembali berulah, kali ini apa motifnya. Dia melangkah menghampiri pintu. "Bisa tolong bukakan pintunya?" pinta Aiko pada supir, menekannya.

Pintu otomatis terbuka, Aiko melompat turun, memandang kobaran api yang membara. Ledakan kembali terjadi, para pejalan kaki di sekitar berlarian sembari berteriak ketakutan.

Ledakan kembali menggelegar dalam malam. Tidak bisa dibiarkan, dia berlari menuju kobaran api. Muncul seseorang melayang dari balik kobaran api, mengenakan helm dan jaket kulit. Saat memandangnya, Aiko menaikkan alis. Power rangers? Pikirnya.

"Wah-wah jadi kamu gadis yang sering dibicarakan itu?"

Aiko melirik sekitar. "Kamu bicara sama aku?" tanyanya balik.

"Kurang ajar! Berani-beraninya kamu meledekku!"

"Aku tidak meledekmu, aku hanya bertanya."

"Memang ada siapa lagi di sekitarmu?"

"Siapa tahu?" Aiko mengangkat kedua bahu.

"Dasar sialan!" Manusia berhelm itu mengangkat tangan, melempar bola api pada Aiko.

Segera Aiko menghindar. Tak hanya satu kali, berulang kali, hingga dia tidak diberi kesempatan untuk menyerang balik. Kali ini manusia berhelm itu mengangkat kedua tangan, membuka kelima jemarinya. Api menyembur dari tangannya. Aiko bersembunyi di balik mobil yang terbalik.

Kalau seperti ini caranya, bagaimana aku bisa menyerang balik? Aiko mengintip, memastikan kobaran api yang menyembur itu lenyap.

Manusia berhelm itu tertawa terbahak-bahak. Melemparkan bola api pada bangunan-bangunan yang ada di sekitarnya. Kenapa dia menyerang asal-asalan? Tanya Aiko dalam hati.

"Dasar manusia gabut." Aiko tersenyum tipis.

Saat manusia berhelm itu berbalik. Aiko segera melompat ke atas mobil. Segera melemparkan petir berwarna magenta itu pada manusia berhelm.

Menyadari sambaran petir, manusia berhelm itu menghindar sembari melempar balik bola api pada Aiko.

Tak tinggal diam, Aiko kembali menyambarkan petir. Kali ini petirnya dapat ditangkis dengan api ketika manusia helm itu mengangkat tangan.

Kini, Aiko berlari maju, membuat jarak di antara mereka semakin dekat. Jarak mereka kian dekat, Aiko mengepalkan tangannya, aliran petir menyelimuti kepalannya. Bergerak cepat, menghantam bagian perut manusia berhelm itu hingga terpental jauh.

Aiko menghela napas. "Astaga, semudah itu toh."

***

"Jadi, hingga saat ini masih belum tuntas?" tanya Terry menopang dagu. Sorot matanya menatap lurus pada Harry.

"Benar sekali, Terry. Tapi kami saat ini tengah mengusahakannya," balas Harry.

Terry kembali melihat pertanyaan di layar yang ada di hadapannya, berdekatan dengan kamera yang sedang live menayangkan program talkshow.

"Kalau tidak salah, ada satu esper lagi yang memiliki kemampuan elektro. Bagaimana tanggapan Profesor?"

"Selama melakukan penelitian, aku belum pernah sekalipun menemui esper elektro selain Aiko. Mungkin keberadaan esper elektro bisa dikatakan sangat langka, berbeda dengan empat elemen alam atau telepati dan dan teman-temannya," jelas Harry sedikit tertunduk. Tahu kalau ada satu gadis petir di luar sana, sebenarnya bukan masalah penting juga. Dengan begini memang esper elektro sangat langka untuk ditemui. "Aku kenal siapa gadis petir lainnya, dia tinggal di Bandung, bekerja dari balik bayang-bayang. Namanya...."

***

Bel sekolah berbunyi. Para siswa mengenakan seragam putih dan abu-abu itu segera beranjak dari kelas. Beramai-ramai menuju kantin. Salah seorang gadis menopang dagu, dengan tatapan wajah layaknya tak ada kehidupan, memandang kaca jendela dipenuhi oleh butiran-butiran air.

Terpantul wajahnya, rambut pendek lurus nyaris menyentuh bahu, berwarna gelap sedikit biru. Bola matanya berwarna keemasan tengah memerhatikan rintik-rintik air.

"Listi kamu enggak ke kantin? Sudah waktunya makan siang lho," gadis di sebelahnya menepuk pundak, memiliki gaya rambut twintail berwarna hitam pekat dengan bola mata biru.

Listi menoleh pada Shigure—gadis yang menjadi teman sebangkunya. "Nanti saja, kalau kamu ingin ke kantin duluan enggak masalah."

Shigure mengembangkan pipinya. Dia menarik lengan Listi. "Ayo ke kantin, katanya kamu sahabat baikku?"

Hanya terbalaskan oleh helaan napas Listi, dia mengangguk. "Baiklah, akan kutemani."

Senyuman pantulan cahaya itu terpancar cerah di wajahnya, sampai-sampai membuat Listi silau. "Kuat sekali auranya?"

***

"Jadi bagaimana menurut anda Profesor?" Terry kembali melemparkan pertanyaan pada lawan bicaranya.

"Listia Dianti, bisa dibilang dia sangat minim sekali dalam pengalaman bertarung, terlebih lagi dia kini sedang melakukan perjalanannya mencari kebenaran di masa lalunya, jika kamu pernah mendengar soal Proyek X, itulah yang menjadi tujuannya. Menjadi penyelamat, bukanlah keinginan gadis itu."

***

Televisi dimatikan, sebal karena mendengar percakapan dari Profesor Harry. Shigure mengembangkan pipi, meletakkan remot televisi di atas meja.

Berada di ruang tamu sendirian, bersandarkan diri pada kursi sofa. Shigure menatap lemari yang berada di samping televisi, bangkit dari kursi, menghampirinya. Dalam lemari kaca itu terdapat banyak hiasan dan souvenir dari berbagai manca negara. Pada bagian atas berisikan miniatur patung dan bangunan ikonik dari berbagai negara. Pada bagian tengah pun demikian, hanya saja terdapat salah satu foto seorang gadis cilik dan kedua orang tuanya.

Listi sewaktu masih anak-anak lucu juga, tersenyum simpul saat memandangnya.

"Tumben dimatikan, bukannya tadi di televisi lagi membahas soal esper?" Listi muncul dari bilik ruang keluarga, membawa napan yang di atasnya terdapat dua gelas.

"Sebenarnya agak menyebalkan saja sih." Shigure tersenyum masam. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top