[ Bab 1 ] : Freaky Group

Selasa, 27 desember 2XXX

Tiga orang dewasa dengan koper besar di sisi mereka masing-masing nampak berdiri di dekat gate 4 bandara internasional sembari larut akan kegiatan sendiri. Dua diantaranyaㅡsepasang kekasih, tengah asik bercengkrama mengenai pengalaman mengudara mereka beberapa menit yang lalu tentang bagaimana mesin pesawat yang terdengar begitu bergemuruh karena keduanya salah memesan kursi yang mana berada tepat dibawah roda pesawat. Sedangkan, seorang pria lainnya tengah sibuk memandang layar ponselnya, menunggu setidaknya ada satu pesan dari seseorang yang telah lama ia nantikan.

Nanaㅡsatu-satunya gadis yang berada di rombongan budak korporat itu berceletuk pada pria yang masih saja menatap lekat ponselnya. "Tir, emang selisih waktu kedatangan kita sama Jena berapa lama?"

"Gue lihat gelisah amat lo, Jena enggak lupa kalau hari ini kita liburan bareng kok," sahut Bryan yang langsung mengalihkan atensi Tirtaㅡpria yang nampak menyender pada jendela bandara.

Tirta membalas. "Selisih 15 menit doang, Mbak."

"Gue bukan takut dia lupa, lebih takut tuh anak salah masuk gate terus ketinggalan pesawat aja, Mas," sambung Tirta dengan wajah identik kakunya.

Sepasang kekasih itu hanya mengangguk, menyetujui bahwa gadis bernama Jena yang mereka bicarakan itu memang sedikit ceroboh dan pelupa. Namun, baru sepersekon mereka hendak melanjutkan obrolan, satu suara menggema dari arah belakang mereka, lengkap dengan suara cempreng khas dan suara roda koper yang ditarik.

"Hola, minna-san!" pekik satu suara gadis yang berhasil mengalihkan sebagian besar pasang mata yang berada di bandara, tentu saja berhasil membuat rombongan budak korporat menjadi malu dibuatnya.

Bryan, pria yang sudah membalikkan badan kearah sumber suara itu mendekati Tirta. "Lo dapet cewek spek wibu gitu darimana, sih?"

Ya, tentu saja, yang memekik dengan hebohnya itu adalah Jenaㅡkekasih Tirta dan orang yang mereka bicarakan beberapa menit lalu.

Belum sempat Tirta menjawab, Jena kembali memekik. "Darling, ohayou!"

Sudah dapat ditebak, bukan? Panggilan itu tentu saja ditujukan kepada Tirta yang saat ini tengah mati-matian menahan malu dengan terus saja berdesis pada Nana dan Bryan yang sibuk menahan tawa merekaㅡbahkan, Bryan sudah hampir tergelak, terbahak-bahak jika Nana tidak langsung mencubit perutnya.

Bryan berucap kecil. "Perpaduan yang unik juga ya. Lakinya kaku kaya kanebo kering, dapet pacar spek wibu rame kaya Jena."

"Udah, Bri," peringat Nana. "Kasian si Tirta kamu bully gitu, hidupnya udah terlalu kasian punya pacar spek Jena yang pastinya nguras kewarasan gitu."

Tak memperdulikan Nana dan Bryan yang masih terus saja menjadikan Tirta bulan-bulanan mereka, pria itu berjalan menghampiri gadisnya yang tengah tersenyum cerah dan segera berlari ke pelukannyaㅡ6 bulan tak bertemu cukup membuat mereka paham arti penting hadirnya seseorang.

Tirta berbisik ditelinga Jena yang berada didekapannya. "Sengaja ya baru ketemu mau buat aku marah?"

Bukan, bukan masalah pekikan Jena laluㅡitu sudah menjadi makanan sehari-hari Tirtaㅡmelainkan fashion yang saat ini dikenakan oleh gadisnya. Crop tanktop hitam yang memperlihatkan bahu dan bagian perut sang hawa.

Sembari berdecak, Tirta melepaskan kemeja coklat miliknya yang langsung Jena pakai. "Pake, perut kamu tuh kemana-mana."

"Contoh si Nana dong, adek ipar," sahut Bryan yang sedari tadi sibuk menonton acara temu kangen sepasang kekasih yang meributkan outfit 'haram' itu. "Tertutup diaㅡkarena ya, badan jompo gampang masuk angin."

Yang dibicarakan mendelik kesal, kemudian sibuk mencubiti badan sang pria dengan kesal karena secara langsung dianggap tua, padahal prianya lebih tua dari segi umur.

Mengabaikan kekasihnya, Nana memberikan usulan bahwa mereka sebaiknya menunggu 4 personel yang lain di tempat yang lebih enak untuk mengobrol dan beristirahat, mengingat keempatnya baru akan turun dari pesawat dalam kisaran waktu satu setengah jam dan tiga jam lagi.

"Kita nunggu yang lain di moonbucks aja, ya?" usul Nana yang langsung mendapatkan respon positif. "Lumayan buat istirahat, Bryan yang traktir."

Mendengar kalimat terakhir Nana, Jena yang paling suka kata traktiran bersorak senang, sedangkan Tirta tersenyum kecilㅡpaham, bahwa seniornya itu tengah memberi pelajaran prianya untuk tidak berurusan dengannya.

"Loh, babe?" Bryan kebingungan ketika Nana berjalan terlebih dahulu, membiarkan koper miliknya ditarik oleh Bryan yang hendak melayangkan protes. "Kok jadi aku yang traktir, sih?"

[ 𝓗𝓸𝓵𝓲𝓭𝓪𝔂 𝔀𝓲𝓽𝓱 𝓾𝓼! ]

Dan disinilah mereka berempatㅡBryan, Nana, Tirta dan Jenaㅡdengan secangkir kopi beserta makanan ringan bekas memalak tetuah, Bryan.

Mereka tengah membahas asal mula Bryan yang selalu menyapa Jena dengan sebutan 'adek ipar' di setiap kesempatan. Hal itu dikarenakan dulu, sewaktu masih kuliah, Jena acap kali meminjam nama Nana dan mengakui kekasih Bryan itu sebagai kakak perempuannya sebagai tameng dari satu sosok lelaki yang selalu mengejar Jena dari dulu.

Bryan menyeletuk, "Kok bisa, ya? Wibu bau bawang kaya lo ada yang suka sih, Jen?"

"Gue tanya juga deh, kak." Jena memandang kesal kearah Bryan dan memberikan pandangan aduan ke Nana yang terkekeh. "Cowok blangsakan kaya lo kok bisa sih dapetin kak Nana? Lo pelet, ya?"

Menyahut kearah tuduhan Jena, Nana ikut menimbrung. "Iya, kayanya gue di pelet sama Bryan deh. Gimana bisa cewek anggun kaya gue punya pacar ngeselin, blangsakan dan hyperactive kek Bryan."

"Yah, sial, rahasia gue terbongkar dong selama ini," balas Bryan yang seakan mengikuti permainan kedua gadis di hadapannya. "Kayanya gue harus pindah dukun atau langsung kawinin Nana aja, ya? Sebelum dia sadar."

Tirta yang hanya diam, akhirnya unjuk suara. "Nikah, bodoh. Kalau kawin mah lo nyicil duluan namanya."

Lantas, mereka pun kembali bersenda gurau dan menikmati wakti menunggu keempat kawan lainnya yang belum nampak batang hidung merekaㅡterkecuali Tirta, si giat pekerja dengan tampang kaku itu nampak sesekali memandang emailnya, kalau-kalau ada balasan dari sang 'bos' dikarenakan ia ingin menambah masa cutinya, sekedar menambah hari bersama dengan teman dan kekasihnya.

Tak selang beberapa lama, sepasang pria dan wanita datang menghampiri meja mereka berempat dengan dua koper yang diseret mendekat

"Sorry kalau rada lama," ujar si pria yang baru saja duduk disamping Bryan. "Pesawat gue sama Lian tadi ada delay."

Pria itu Shaka, kekasih dari Lian yang notabene-nya adalah teman Nana dan Jena. Sang pria langsung menyambar secangkir kopi milik Tirta karena pesanannya yang belum juga dibuat, sedangkan Lian tengah melepaskan bucket hat hitam miliknya dan menyender ke bahu Nana yang kosong.

"Capek banget, ya, Li?" tanya Jena yang kemudian menyodorkan snack pada gadis seumurannya itu.

Nana, yang disenderi oleh Lian itu memberikan posisi yang nyaman. "Istirahat dulu deh, sekalian nunggu Miyu, kayanya dia masih satu jam lagi sampai sih."

"Gue tuh bukan capek aja sih, tapi sama kesal juga," curhat Lian sembari menggerutu. "Tadi tuh, gue sama Shaka nunggu boarding, kan. Gue cemilin roti coklat gue karena emang lagi lapar, eh sialnya ada cowok tinggi gitu jalan ngelewatin gue, mana nyikut gue yang lagi makan, otomatis selai coklatnya kena ke baju putih yang gue pake."

Lian yang bercerita dengan amarah membara itu berhasil mengambil atensi seluruh pasang telinga di meja itu. "Yaudah, akhirnya gue ganti baju abu-abu. Padahal kalian tau, baju putih favorit gue banget."

"Ya, hari apes enggak ada di kalender sih, Li," ujar Tirta setidaknya memberikan komentar.

"Tadinya mau gue tegur itu laki dah karena udah kotorin baju cewek gue, tapi Lian cegah karena gamau panjang urusannya." Shaka melanjutkan cerita Lian berdasarkan versinya. "Lagi badmood juga cewek gue ini."

Shaka yang berada diseberang Lian mengudarakan tangannya, bergerak menuju surai hitam sebahu milik Lian dan mengusaknya penuh sayang, berusaha mengurangi rasa kesal sang gadis.

"Istirahat dulu aja deh kamu, nanti kalau pesanan kamu jadi, aku ambilin," ujar Shaka lembut yang membuat keempat manusia yang sebelumnya menghuni bangku itu serasa tak nampak.

Selanjutnya, mereka kembali mengobrol tentang apa saja yang mereka lewatkan selama ini sampai satu pasang manusia kembali mendistraksi kegiatan mereka dengan suara derap kaki dan seretan roda koper yang mendekat.

"Yo, whats up, everyone!"

Serasa de javu, bukan?

Si pria nampak begitu semangat mendekat kearah kerumunannya, sedangkan gadisnya yang berada dibelakangnya nampak jelas kelelahan karena kehabisan energi setelah 4 jam berada di pesawat, belum lagi 10 jam perjalanan dari kediaman merekaㅡjangan lupakan fakta bahwa sang gadis merupakan introvert akut yang tengah kehabisan social energy.

Tyan, pria itu memeluk bahu gadisnya, Miyuㅡyang terlihat begitu ingin merebahkan tubuh penatnya di longue yang tersedia, sedangkan prianya tengah sibuk menyapa setiap orang yang ada.

Netra sang pria memandang kearah gadis yang tengah sibuk menyeruput habis minumannya dan menyapa. "Yo, pacarnya kembaran gue!"

Jena yang merasa disapa itu mendongak, kemudian membalas. "Whats up, kembarannya pacar gue."

"Astaga, duo freak dipersatukan," sungut Miyu yang benar-benar lelah saat ini. []

to be continue!

Airport OOTD
girl version.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top