26 Februari 2024
Buatlah cerita yang mengandung 3 kata ini: Biru, Harmonika, Jendela. Minimal 500 kata. Kata harus ditulis secara berurutan dari Biru-Harmonika-Jendela.
Bersyukur karna waras.
Sekarang saya yang nggak waras menjelang Minggu terakhir DWC. Saya nda tau lagi ngetik apa di bawah ini.
*.✧ 500 kata *.✧
Temanku sedang membakar otaknya sendiri. Tidak secara harfiah, tetapi kepalanya sungguhan berasap, ikut menyumbang uap air jenuh di langit biru.
Penasaran, aku mendekatinya. "Kau sedang apa, sih?"
Di depannya ada setumpuk kertas penuh dengan coret-coret. Semakin kuperhatikan, ternyata dia sedang mencari masalah. Iya, masalah untuk naskah teenfictnya. Kemudian dia menoleh padaku dengan tatapan yang bisa langsung menelanku bulat-bulat. "Es, kau kan remaja. Gimana, sih, rasanya jadi remaja?"
"Ya begitu, memang kau nggak pernah remaja? Kau, 'kan, lebih tua dari pada aku?" Aku mengangkat sebelah alis heran dan ikut duduk di sebelah bangkunya.
Matanya mengikuti ke mana aku pergi tanpa berkedip. "Masa laluku penuh ingatan mantan, Es. Aku butuh otak remajamu yang segar!"
Sejenak aku berpikir, apa saja yang belakangan terjadi pada hidupku. "Kau betulan mau tahu hari-hariku jadi remaja—"
"IYA!" seragahnya. "SEMUANYA, CERITAKAN!"
Aku memperbaiki posisi duduk dan mengambil napas panjang. "Rasanya seperti memakai narkoba," kataku sambil memaksa senyum. "Kau akan terus mengerjakan tugas meski kau tahu itu tidak baik untuk kesehatan mentalmu—"
"Cukup." Telapak tangannya mengarah tepat di depan wajahku. "Yang kubutuhkan adalah kisah remaja yang romantis dan penuh kasih sayang! Bukan kisah depresi remaja jompo!"
"INI KENYATAANNYA, BUNG! TERIMALAH!" seruku lelah sendiri. "Kau pikir semua novel teenfict itu berasal dari pengalaman nyata? Tidak, Bung! Kau pikir kalau kau bersisian dengan lelaki tampan, bakal ada musik dari harmonika yang merdu mengiringimu yang deg-degan? Tidak! Kau cuma senyum-senyum dan lelaki itu menganggapmu gila!"
Temanku itu bungkam tertampar fakta di hadapanku. Beberapa menit dia bengong dengan mata yang tidak fokus menatap ke luar jendela. Kurasa, mentalnya benar-benar terpukul.
Aku bersedekap, entah kenapa kesal dengannya. "Memangnya kau mau bikin novel teenfict modelan apa, sih?"
Dia mengusap wajahnya perlahan. "Bukan mau, tapi harus. Karakter cowoknya harus bercita-cita jadi idol di Korea." Temanku menautkan kedua tangannya di depan dahi dengan tatapan yang lagi-lagi kosong. "Mana aku nggak pernah ngikutin trend-trend dari Korea. Mana kutahu bagaimana caranya ikut audisi macam itu."
"Nggak ada pilihan lain, gitu?" tawarku dan dia menggeleng.
"Sebenernya ada," katanya dengan kerutan dahi yang lebih dalam. "Tapi karakter cowoknya harus manipulatif, CEO, red flag, dan dijodohin sama—"
"Nggak," potongku. "Sepuluh juta kali lebih mending pake yang mau jadi idol Korea. Lebih masuk akal."
Temanku mulai mengacak-acak rambutnya frustrasi. "Terus aku harus gimana, Es? Mana cowok Indonesia yang cita-citanya jadi idol di Korea?"
Aku mengangkat ponsel dan menunjukkan gambar Zayyan di wallpaper ponselku. "Ini manusia brojol di Indonesia, Bung. Kau tulis aja perjalanannya jadi idol Korea."
Kupikir, solusi itu adalah yang terbaik buatnya. Namun, dia kembali menggerutu, "Aku nggak biasa bikin cerita fluffy, biasanya aku bikin yang agak dark dan bikin mikir—"
"Kalo gitu bikin aja dia mata-mata Blok Barat, idol cuma pencitraan. Gitu aja susah," dengkusku.
Temanku terdiam lagi beberapa saat. "Emang boleh kayak gitu?"
Aku tersenyum dan mendekatkan wajah padanya. "Boleh, kok. Paling hilang."
[]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top