11 Februari 2024
Buatlah cerita dengan setting pasca tsunami
*゚+ 440 kata *゚+
Aku masih hidup.
Namun, tidak dengan yang lain.
Begitu sadar, tahu-tahu aku sudah berada di atas kapal penangkap ikan kecil. Tidak ada orang di dalamnya, padahal seingatku, sebelum gelombang besar itu datang, aku berada di tengah lautan dengan sampan kecil. Seseorang pasti mengangkutku kemari.
Aku mencoba berputar-putar di atas kapal kecil. Tidak ada ruang untuk sembunyi bagi orang dewasa, dan tidak ada orang juga. Kulihat kunci kapalnya masih menancap di kemudi. Orang yang mengangkutku harusnya masih ada di sekitar sini.
Jadi aku menunggu.
Lima belas menit.
Dua jam.
Setengah hari.
Orang yang kutunggu tak kunjung datang. Hari bahkan hampir gelap. Dalam hati aku mengucapkan seribu satu maaf pada pemilik kapal dan mencoba menyalakan mesin. Kapalnya mulai bergerak dan aku memutuskan untuk pulang.
Anehnya, kompas pada kemudi tidak berfungsi dengan baik. Jarumnya terus berputar tanpa arah. Ada gelombang elektromagnetik yang kuat di sekitarku. Bahkan ketika aku memutuskan membaca arah mata angin secara manual dengan melihat matahari dan bintang, kapal mulai berjalan beberapa kilometer, tetapi kompas tetap saja tidak mau berfungsi.
Laut terlalu luas untuk kujelajahi, dan tidak ada peta yang bisa kulihat saat di sekeliling hanya ada perairan. Jadi aku mengikuti insting dan berlayar ke selatan. Ombak datang dari Utara, seharusnya aku tidak terseret jauh dari pesisir.
Dan benar saja. Beberapa jam aku berlayar, atap-atap rumah mulai terlihat.
Tidak ada daratan.
Aku mengenali beberapa atap rumah warga karena bentuknya yang aneh-aneh. Di bawah perairan ini, desaku terendam. Bagaimana bisa tsunami tak kunjung surut?
Lagi, tsunami itu tidak natural. Siang itu aku melihat langit biru dengan awan putih yang normal. Tidak ada hewan-hewan yang bergerak gelisah ke pesisir, burung pun terbang dengan normal di atas laut. Tiba-tiba saja dari belakangku, gelombang tinggi muncul.
Apakah para warga sudah dievakuasi? Mereka seharusnya berada tidak jauh dari sini. Kulajukan kapal menyusuri jalanan yang harusnya ada, mencari daratan yang tak digenangi air.
Namun, sejauh apapun aku berlayar, yang kutemui hanya atap-atap rumah warga dan pohon-pohon yang mengambang. Tidak ada daratan. Tidak ada kehidupan manusia.
Aku sudah mencoba menghubungi nomor darurat sejak pertama kali memutari kapal, tetapi tidak ada jaringan. Di detik pertama aku kehilangan harapan, aku menjerit dan menangis sekeras-kerasnya, berharap seseorang akan mendengar dan menolongku.
Beberapa jam mataku bengkak, tetap tidak ada yang datang. Aku sudah terlelap beberapa kali, berharap bangun di rumah sakit dengan orang-orang yang panik dan Ibu di sebelahku, tetapi yang kudapati hanya lautan sejauh mata memandang.
Cadangan makanan hanya ada sedikit, maksimal hanya cukup untuk satu minggu. Aku harus mencari pertolongan sebelum persediaannya habis. Menangis tidak ada gunanya. Aku harus bertahan hidup!
...
Aku menangis sekencang-kencangnya lagi. Aku mau mati saja!
[]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top