2 - Penjara Mantan

Theana merebahkan tubuhnya diatas kasur. Bola matanya bergerak menelusuri langit-langit kamarnya yang penuh dengan tempelan stiker bintang. Ketika malam tiba, jika lampu kamarnya dimatikan, maka stiker bintang itu akan berkerlap-kerlip indah.

Pikiran Theana melayang. Memutar kembali percakapannya dengan Frida siang tadi.

“Kalo emang lo udah gada perasaan sama tuh orang gak mungkin laah lo masih semenyedihkan ini cuma gara-gara papasan di pasar elit!” Begitulah sahabatnya, supermarket ia namai pasar elit. Yaa meskipun kenyataanya seperti itu.

Theana mendesah frustasi. Pasalnya, ia tidak bisa membohongi sahabatnya ini. Terlebih hatinya yang tidak akan pernah bisa berbohong, mengenai perasaannya yang sebenarnya.

“Gue bukannya masih ada rasa sama dia Fri,” Theana menghirup udara sebelum kembali berkata, “gue cuma terlalu kecewa sama dia. Sampe rasanya gue gak bisa percaya kalo dia bener-bener ngelakuin hal itu ke gue.” Frida menghela nafas berat. “Gue kan udah bilang dari dulu sama lo, kalo Alvian itu ngga serius sama lo!” ucapnya dengan nada kesal.

Dari dulu sahabatnya itu memang tidak begitu menyukai Alvian. Dan Theana seolah tidak peduli setiap kali sahabatnya itu mengatakan bahwa Alvian tidak benar-benar serius dengannya.

Frida pernah beberapa kali memergoki Alvian berbicara dengan seseorang melalui telepon, dan ia tidak sengaja mendengar percapakan mereka yang tidak biasa. Tapi, meskipun Frida sering mengatakannya pada Theana, gadis itu tetap saja selalu tidak pernah mau mendengarkannya dan memegang teguh kepercayaannya pada Alvian.

tok tok tok

Theana tersadar dari lamunannya ketika suara notifikasi ponselnya terdengar disebelah telinganya. Tangannya terjulur mengambil benda pipih tersebut. Tampak beberapa notif memenuhi layar ponselnya. Terdapat chat dari grup kelasnya, chat dari Frida, dan satu lagi seseorag telah menambahkannya sebagai teman dengan nomor ponsel.

Dahinya berkerut, mencoba mengingat dengan siapa ia baru saja bertukar nomor ponsel. Theana mendesah kesal, ingatannya yang memang buruk itu tidak dapat mengingatnya.

Penasaran, jari-jari lentiknya menyentuh notif tersebut. Kontak baru dengan nama Arazmi Wilu itu kini menampilkan sebuah gambar seorang lelaki yang hanya berupa siluet. Hal tersebut malah membuat Theana menggerutu kesal karena tidak bisa mengenali siapa sebenarnya siluet tersebut.

“Siapa sih ni orang,” Theana ngomel sendiri. Bibirnya mengerucut sebal. “Arazmi Wilu siapa coba. Perasaan gue gak ada deh kenalan yang namanya kaya gitu.” Seperti orang tidak waras, Theana berbicara sendiri. Lalu jemarinya mulai mengetik sesuatu pada layar ponselnya.

---

Araz mendelik sebal pada seseorang yang kini tengah duduk santai di sofa ruang keluarganya. Sementara orang yang ditatap balik menatapnya menuntut sebuah penjelasan.

“Kalo lo emang gak mau ngaku soal perasaan lo, yaudah itu hak lo. Tapi gue rasanya gak berguna banget jadi sa.ha.bat lo.” Bagas berucap dengan kesal.

Pasalnya, orang yang mengaku sahabatnya ini tidak bercerita apa-apa tentang perasaannya pada Laira. Meskipun Bagas sebenarnya tahu dari dulu lewat tatapan mata lelaki itu yang terlalu jelas terbaca.

Fine. Gue emang suka sama dia. Dan sekarang gue kecewa sama diri gue sendiri, Gas. Gue kalah bahkan sebelum gue tanding.” Araz mencengkram erat gelas ditangannya.

“Lo tau gak, kalo sekarang lo lebih mirip cewek alay yang lagi galau,”

Bagas meledek Araz. Karena menurutnya, lelaki di hadapannya itu begitu menggelikan ketika sedang patah hati seperti sekarang. Murung tidak jelas, bahkan sampai bolos kuliah.

“Mana Arazmi Luvin yang cool, yang katanya most wanted di fakultas teknik! Masa cuma karena masalah gini aja lo udah sefrustasi ini.” Bagas kembali berucap. Sementara Araz hanya menghela nafasnya lelah.

“Udahlah, lagian cewek masih banyak kali. Ngga usah sedesperate itu,” Araz mendelik, “gue gak desperate ya.”

Bagas memutar bola matanya, “kalo lo ngga desperate ngapain lo ngerem di kamar kaya abege labil. Mana hp lo matiin lagi. Kalo ngga desperate apa namanya?” Araz melengos pergi kedapur, malas menanggapi ucapan Bagas yang memang begitu adanya.

---

Araz meringis jijik. Membayangkan dirinya yang galau seperti abege labil seperti ucapan Bagas tadi. Memijat pangkal hidungnya Araz lagi-lagi menghela nafas.  Memang benar, masih banyak perempuan. Tetapi hatinya sudah memilih gadis itu, dan rasanya Araz tidak bisa lagi memberikan hatinya pada orang lain.

Ting!

Ponselnya berbunyi menandakan sebuah chat masuk. Araz mengerutkan kening membaca chat yang baru masuk beberapa menit tersebut.

Theana Ravinsya : siapa nih?

Araz menyentuh profile picture akun tersebut. Layar ponselnya menampilkan sebuah gambar seorang perempuan yang tengah tersenyum kearahnya. Begitu mengingat siapa perempuan itu, Araz mendesah frustasi. Akibat aksi patah hatinya itu satu musibah menghampiri dirinya.

Dengan malas Araz membalas chat tersebut.

Arazmi Wilu : bisa baca kan?

Arazmi WIlu : Tuh nama gue udah terpampang jelas kok

Tak berselang lama, balasan muncul dilayar ponselnya.

Theana Ravinsya : ofc gue bisa baca!

Theana Ravinsya : maksud gue lo itu siapa? Temen gue apa cowok yang mau modus?

Theana Ravinsya : kalo lo emang mau modus, mending gak usah deh

Theana Ravinsya : gue gak bakal tertarik!

Araz melongo membaca balasan dari cewek yang mobilnya ia tabrak siang tadi.

“Gila! Pede amat nih cewe,” Araz menggelengkan kepalanya merasa geli dengan kepedean cewek Galak ini.

Arazmi Wilu : heh cewek kelewat pede!

Arazmi Wilu : yang ada nih ya, lo tuh yang niat modus ke gue

Arazmi Wilu : coba lo inget-inget lagi, siapa yang masukin nomor lo di hp gue?

Araz terkekeh geli mengingat betapa pedenya cewek ini.

Ia menguap lebar. Padahal waktu baru menunjukan pukul 21.47. Tidak biasanya ia sudah mengantuk pada jam segini. Berniat untuk tidur, Araz mematikan lampu dikamarnya.

Merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur, Araz memejamkan matanya mencoba untuk mengistirahatkan tubuhnya.

Kantuk perlahan membawanya semakin larut pada lelap. Hingga dentingan pada ponselnya pun sudah tak lagi terdengar olehnya.

---

Theana semakin bingung membaca balasan terakhir dari cowok misterius itu. Ia merasa bahwa dirinya tadi siang tidak bertemu orang lain selain Frida da… Ahh sekarang Theana ingat. Mobilnya ditabrak dari belakang, dan si penabrak merupakan seorang lelaki dengan badan tinggi tegap dengan mata yang setajam elang.

“Ckckck ternyata si penabrak minnie gue. Awas aja lo kalo mobil gue gak balik kaya semula,” Theana kembali berbicara sendiri. Bibirnya terus menggerutu kesal saat mengingat kembali kejadian yang menimpanya tadi siang. Mobilnya yang  penyok gegara si cowok modus. Huh.

Theana Ravinsya : ohh lo itu si cowok modus yang udah nabrak mobil gue!

Theana Ravinsya : dimana mobil gue sekarang?

Theana Ravinsya : udah lo bawa ke bengkel kan?

Theana Ravinsya : awas aja kalo sampe minggu depan belum beres!

Theana Ravinsya : oh iya, gue minta lo antar jemput gue ke kampus! Gue gak mau pulang pergi naik kendaraan umum apalagi pake taksi, sayang duit gue! Lagian lo harus tanggung jawab juga. Gegara lo juga mobil gue rusak!

Theana Ravinsya : besok anter gue ke kampus! Jam 8 pagi lo udah nyampe apart gue! Ntar gue share loc dimana apart gue.

Theana Ravinsya : awas jangan telat!

Theana tersenyum puas setelah mengirimkan balasan chat pada si cowok modus penabrak mobilnya itu. “Biar dia tau rasa. Siapa suruh nabrak mobil gue,” ucap Theana sebal.

Lama ia menunggu balasan. Hingga lima belas menit berlalu, layar ponselnya tak kunjung menampilkan tanda-tanda bahwa pesannya itu mendapatkan balasan.

Kesal menunggu, Theana memilih mencari posisi nyaman tubuhnya di atas kasurnya. Perlahan kantuk mulai menghampirinya.

Sebelum kantuk membawanya semakin lelap, Theana terkekeh geli membayangkan si cowok modus penabrak mobilnya itu akan menjadi supirnya selama minnienya itu dalam masa perbaikan.

Tanpa sadar, ia mulai meniti jalan yang akan membawanya keluar dari ‘penjara mantan’.

---

Oke, tau kok ini gak dapet banget feelnya. I'm really sorry. Semoga dipart selanjutnya bisa lebih baik deh😊
Kritik dan saran ditunggu gaess😉

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top