1 - Patah dan Sial
Seperti terkurung dialam mimpi
Terperangkap jeratan elegi
Lalu jatuh meski tak ingin mati
Tersungkur dalam jurang yang tak bertepi
Mungkin kamu tidak menyadari
Hati yang ku tata, kini hampir rapi
Meski bentuknya tak sama lagi
Ia masih kuat
Jika kamu berniat untuk menyakitinya. Sekali lagi.
---
Theana menaruh keranjang belanjaannya disalah satu meja kasir. Sambil menunggu belanjaannya selesai dihitung, gadis bertubuh langsing itu mengedarkan pandangannya memperhatikan hiruk pikuk keadaan supermarket.
Bisa dipastikan, para pengunjung yang kebanyakan ibu-ibu ini sedang berburu keperluan bulanan mereka. Seperti yang Theana lakukan. Belanja bulanan untuk mengisi kebutuhannya di apartementnya yang sudah menipis.
Hidup terpisah dari kedua orangtua membuat Theana menjadi seorang yang terbiasa hidup mandiri. Mengerjakan segala sesuatu sendiri, dan mengurus segala keperluannya sendiri.
Gadis bernama lengkap Theana Jellea Ravinsya itu tengah menempuh pendidikan disalah satu Universitas Negeri di Ibu Kota. Demi menggapai mimpinya, ia rela harus hidup terpisah dari keluarganya.
Di tahun keduanya merantau demi mengejar cita-citanya, Theana sudah terbiasa hidup mandiri.
Jauh dari orang tua membuatnya sedikit repot. Tapi tak masalah baginya, karena semua ini demi terwujudnya apa yang sejak dulu ia impikan.
Lamunannya buyar ketika suara penjaga kasir terdengar.
"Semua totalnya jadi tiga ratus empat puluh dua ribu tujuh ratus rupiah mba. Mau bayar tunai atau kredit?"
Theana mengeluarkan 4 lembar uang berwarna merah, "tunai aja mba". Jawab Theana sambil menyerahkan uangnya.
Setelah selesai, Theana mengangkat kantung belanjaannya kemudian berjalan meninggalkan supermarket tersebut.
Langkahnya tiba-tiba terhenti ketika tatapan matanya bertubrukan dengan sepasang iris berwarna coklat gelap yang berada tepat di depannya. Theana menatap datar pemilik mata tersebut. Kemudian tatapannya jatuh pada genggaman tangan lelaki di depannya.
Tangan yang dulu pernah mengisi ruang jemarinya itu kini tengah menggandeng tangan seorang perempuan. Pandangan Theana naik perlahan melihat siapa yang digandeng oleh lelaki tersebut.
Cantik.
Satu kata yang melekat pada perempuan di depannya. Theana berdehem merasa canggung dengan situasi yang dihadapinya.
Lelaki di hadapannya itu terlihat membuka mulutnya hendak mengatakan sesuatu. Kemudian, dengan langkah yang sedikit tergesa Theana berjalan meninggalkan pasangan itu. Sengaja menghindari segala jenis komunikasi yang akan berlangsung antara dirinya dan lelaki tersebut.
Begitu sampai di dalam mobilnya, Theana mendengus keras. Mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, kemudian ia menghubungi Frida yang notabenenya adalah sahabatnya. Meminta agar gadis itu menuju apartementnya saja dan membatalkan acara jalannya hari ini. Kemudian, ia memacu mobilnya meniggalkan pelataran parkir supermarket.
---
Araz tersenyum pahit, ia tidak menyangka bahwa hari yang sudah ditunggu-tunggunya akan terasa menyakitkan seperti sekarang.
Ini di luar dari ekspektasinya.
Rencana yang sudah ia susun dari lama hancur begitu saja karena sang objek yang merupakan tujuan dari rencananya itu kini tengah tersenyum lebar dengan sorot mata yang penuh dengan binar kebahagiaan.
Jelas saja perempuan itu bahagia, karena dari apa yang baru saja didengarnya, perempuan ini baru saja jadian dengan sahabat dari perempuan itu.
Araz kembali tersenyum pahit. Ia seakan kehilangan kemampuannya untuk berbicara.
"Selamat ya Ra," napasnya tercekat ketika mengucapkan kalimat tersebut.
Araz kemudian meraih tasnya dan mencangklongnya di sebelah pundaknya. Dengan pembawaannya yang tenang, tidak akan ada yang menyangka jika saat ini ia sedang menahan rasa kecewa.
"Sorry Ra, gue buru-buru ada janji sama Bagas. Gue duluan ya," tanpa menunggu jawaban, Araz berlalu dari hadapan perempuan berparas manis itu yang membuatnya kebingung melihat kepergian Araz yang mendadak.
Araz berjalan dengan tergesa. Setelah memasuki mobilnya, ia tidak dapat menahan kekesalannya. Dicengkramnya stir dengan kuat kemudian berteriak dengan kencang.
"Aaarrgh! Shit!" tangannya bergerak memukul stir mobilnya.
Niatnya untuk mengungkapkan perasaanya pada Laira gagal sudah. Araz kesal setengah mati. Apa yang sudah direncanakannya kini hancur berantakan. Laira sudah bersama orang lain, dan Araz hancur. Hatinya serasa mati rasa.
Ia kemudian memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Suara klakson yang berbunyi akibat dari aksi kebut-kebutannya sudah tak diindahkannya. Pikirannya sedang kalut, ia tidak dapat berpikir jernih.
Bayangan sorot mata Laira yang penuh dengan kebahagiaan membuat hatinya hancur. Ia kembali memukul stirnya sambil lagi-lagi berteriak.
Tiba-tiba beberapa meter didepannya terdapat sebuah mobil yang tengah berhenti dan dengan sekuat tenaga ia menginjak rem sampai menimbulkan bunyi berdecit yang keras akibat dari gesekan ban mobilnya dengan aspal.
Araz menutup matanya sambil berdoa dalam hati, ia pasrah jika sesuatu yang buruk menimpanya. Hingga kemudian ia merasa mobilnya menabrak sesuatu dan menimbulkan bunyi yang cukup keras.
Araz menenggelamkan kepalanya di atas stir, tangannya terkulai lemas. Tak lama kemudian, ia mendengar seseorang mengetuk kaca mobilnya.
---
Theana berdecak sebal ketika mobilnya tiba-tiba berhenti. Ia mengerang frustasi, disaat hatinya sedang kecau, kondisi mobilnya justru menambah kekacauan yang sedang dihadapinya.
Theana turun dari mobil, kemudian mengecek apa yang terjadi dengan mobil tercintanya.
Ternyata mesin mobilnya mengalami masalah, ia menghela napas kasar kemudian mengambil handphonenya dan menghubungi Frida supaya menjemputnya.
Theana berjalan sedikit menjauhi mobilnya ketika panggilannya telah tersambung.
Ketika tengah asik berbicara dengan Frida, Theana mendengar suara berdecit yang disusul dengan hantaman sebuah mobil pada bagian belakang mobilnya.
Dengan tergesa, Theana berlari menghampiri mobilnya. Mengecek bagian belakangnya kemudian berdecak sebal. Perempuan dengan rambut sebahu itu pun berbalik menghampiri mobil si penabrak untuk meminta pertanggung jawaban atas apa yang telah diperbuatnya.
Berkali-kali mengetuk kaca mobil di sampingnya, Theana menggeram kesal karena si pengemudi tak kunjung mengangkat kepalanya dari balik kemudi. Hingga beberapa menit menunggu, kekesalan Theana berubah panik, ia kembali mengetuk kaca mobil sambil sedikit berteriak memanggil si pengemudi.
"Mas! Woy! Sadar mas! Duuuh jangan mati disini dong! Mas! " Theana berteriak frustasi.
Tak lama kemudian, pengemudi tersebut mengangkat kepalanya dari balik kemudi.
Pintu di samping Theana terbuka perlahan. Menampilkan sesosok lelaki dengan mata setajam elang yang kini memanatapnya dengan sorot lelah.
Sejenak Theana terpaku menatap lelaki di depannya. Menggelengkan kepala mencoba untuk kembali fokus pada apa yang terjadi pada mobil kesayangannya.
Theana berdecak sebal. Pasalnya, mobil kesayangannya itu sekarang penyok dibagian belakangnya.
"Lo bisa nyetir gak sih? Untung aja cuma mobil gue yang kena, coba kalo gue ada di dalem. Kalo gak bisa nyetir gak usah sok jagoan deh!" Theana menghembuskan napas kasar. Memandang tajam kearah lelaki tersebut.
Araz menghela nafas mencoba menahan emosinya menghadapi gadis di depannya. "Sorry, gue bener-bener minta maaf. Yang penting lo gapapa kan? Mobil lo biar gue yang urus, gue tanggung jawab kok. Tenang aja!"
Theana memutar bola matanya malas, "ckck emang harusnya lo tanggung jawab!" Ucap Theana sewot.
"Elaah selo kali gue pasti tanggung jawab" Araz menjawab dengan suara yang naik beberapa oktaf.
Theana mendengus sebal.
"Yaudah, mana hp lo," Theana mengulurkan tangannya meminta handphone lelaki di depannya.
"Jangan salah paham! Gue cuma ngga mau kalo aja nanti lo bohongin gue dan gak tanggung jawab."
Araz berdecak sebal, "bilang aja lo mau modus. Ckck se-jomblo itukah lo?"
Theana memijat pangkal hidungnya. "Yang bener aja dong kalo ngomong! Ckck. Ko jatohnya kaya lo ya yang se-jomblo itu. Sampe bilang gue modus segala lagi" Theana mendengus dengan keras, "keliatan banget lo pengen di.mo.du
sin." Ucapnya penuh penekanan.
Araz menggeram menahan emosinya yang hampir keluar. Hah. Yang benar saja dirinya mengharap di-modus-in seorang perempuan disaat dirinya bahkan baru saja patah hati? Dunia benar-benar sedang mengejeknya.
"Nih hp gue." Araz memberikan handphonenya dengan malas.
"Udah gue save tuh no gue", ucap Theana sambil mengembalikan benda pipih berbentuk persegi panjang itu kepada pemiliknya.
"Thea!" Theana berbalik melihat siapa yang memanggilnya. Ternyata sahabatnya itu sudah sampai untuk menjemputnya.
"Kalo mobil gue udah bener jangan lupa lo hubungin gue!" Theana memperingati Araz sekali lagi yang membuat lelaki tersebut lagi-lagi mendengus sebal kearahnya.
---
Araz menghempaskan tubuhnya di atas kasurnya yang begitu nyaman. Matanya terpejam, mencoba menghistirahatkan tubuhnya yang terasa begitu lelah.
Bukan hanya badannya saja yang terasa lelah. Tetapi hatinya juga turut merasa lelah. Sangat lelah bahkan.
Araz menghembuskan napas kasar.
Bayangan Laira dengan senyum merekah diwajahnya terus berputar dipikirannya. Seolah mengejeknya yang kalah sebelum bertanding.
Araz lagi-lagi mendengus.
Patah hati membuatnya terkena sial.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top