Bab 13 - Ngebunuh
Suasana canggung di dalam kamar kos tersebut terasa begitu mengganggu di benak keduanya karena kini hanya ada suara dentingan sendok yang bertemu dengan piring kaca memenuhi ruangan tersebut.
Asya melirik ke arah Deon yang terlihat begitu fokus pada makanan di depannya. Pria itu terlihat begitu sopan karena piring yang dia gunakan hanya dia letakkan di lantai tanpa mengangkatnya seperti yang dilakukan oleh Asya.
Sebenarnya, perempuan itu penasaran dengan alasan Deon ikut dengannya. Sepertinya, setelah makan dia akan menanyakan hal itu.
Deon terdiam setelah selesai makan, piringnya benar-benar kosong tak seperti sebelumnya. Entah apa yang merasuki pria itu sehingga dia bisa makan dengan lahap walau hanya memakan nasi goreng telor ceplok yang entah dibeli di mana.
Alis Asya terangkat saat melihat piring Deon. Namun, pria itu tak bergerak sedikitpun.
"Lo mau diem di sini mulu?" tanya Asya yang berhasil membuat Deon mengangkat pandangannya.
"Di sini, nggak ada pembantu lo, jadi semua barang yang lo pake, harus lo bersihin sendiri," jelas Asya lagi.
Deon akhirnya paham dan kemudian berdiri sembari mengangkat piring yang dia pakai sebelumnya.
Asya masih sibuk mengunyah makanannya. Namun, dia kemudian terfokus pada Deon yang masih berdiri dengan wajah bingung.
Perempuan itu menghela nafasnya dan memakan sendok terakhir nasi goreng miliknya, kemudian dia berdiri dan menarik tangan Deon untuk mengikutinya.
Asya meletakkan piring yang tadi dia gunakan di wastafel, "Nih, cuci piringnya di sini."
Asya menunjuk wastafel yang dipenuhi piring kotor itu, kemudian dia mengambil piring yang dipegang Deon.
"Sini, biar gue yang cuci."
Perempuan itu mencuci semua piring kotor yang ada di dalam wastafel dengan Deon yang berdiri di sisinya. Deon mencoba memahami bagaimana caranya mencuci yang baik dari Asya karena nantinya dia harus bisa melakukan hal itu sendiri. Apalagi sekarang dia tinggal di kamar Asya.
Agak lama perempuan cantik itu mencuci piring yang cukup banyak tersebut dan setelah selesai, dia langsung mengeringkan tangannya yang sebelumnya basah.
Saat tengah mengelap tangan dengan sebuah handuk kecil, Asya kebingungan karena Deon ternyata masih berdiri di sampingnya.
"Lo ngapain berdiri di sini?" tanya Asya yang kemudian tak dijawab oleh Deon.
"Duduk gih," perintah Asya yang langsung diikuti oleh Deon.
Hmm, sebenarnya Asya merasa menjadi majikan bagi Deon karena setiap ucapan perempuan itu akan di dengar oleh Deon. Apalagi jika itu perintah, Deon akan senang hati melakukannya tanpa bantahan.
Keduanya kemudian duduk di atas kasur, Asya mengambil ponselnya dan membaca beberapa pesan yang masuk. Namun di sisinya, Deon hanya terdiam tanpa melakukan apapun.
Asya melirik ke arah Deon dan menyadari bahwa pria itu tengah melamun. "Lo nggak papa kan?" tanya Asya sembari meletakkan punggung tangannya di dahi Deon, karena terkejut pria itu langsung menjauhkan kepalanya.
"Sikap dingin lo bikin gue pusing, emang lo ada masalah apa sih, sampe kabur gini?" tanya Asya tiba-tiba sembari meninggalkan ponselnya.
Dia harus tau alasan Deon melakukan semua ini, tentu pria itu tidak akan kabur karena hal sepele.
Lagi-lagi Deon terdiam, dia tak berani menjawab pertanyaan Asya.
Asya berdecih kesal,"Kalau lo mau tinggal di sini, lo harus jujur ke gue dan gue harus tau alasan lo kabur."
Tanpa sadar Deon menelan ludahnya dengan kasar, dia yakin Asya akan marah besar jika lagi-lagi dia tidak menjawab.
Perlahan Deon menceritakan semua yang terjadi. Di sisinya, Asya mengangguk paham setelah mendengarkan penjelasan pria tersebut.
"Terus, lo mau kabur sampai kapan?"
Deon mengangkat wajahnya dan kemudian mata mereka berdua bertemu. "Gue juga nggak tau."
Asya menarik tangan Deon dan mengelusnya perlahan. "Eon, gue tau kok rasanya jadi lo. Keluarga gue juga berantakan. Itulah alasan kenapa gue sampai pindah ke kos ini. Syukurnya lo nggak sampai dapet kekerasan kan? Ya walaupun lo sakit hati banget pasti."
Mendengar kata kekerasan tiba-tiba saja dahi Deon mengerut bingung." Lo diapain sama orang tua lo? "
Asya tersenyum sembari menggelengkan kepala," Bukan orang tua gue kok, tapi, istri baru ayah gue. "
Deon terdiam sembari mencerna ucapan Asya," Orang tua lo cerai?"
Lagi-lagi Asya menggelengkan kepalanya, "Enggak, orang tua gue nggak cerai. Tapi, Ibu gue udah meninggal, sekitar 5 tahun yang lalu dan ayah gue nikah lagi dengan istri barunya. "
"Terus?" tanya Deon dengan penuh rasa penasaran.
"Ya, kehidupan gue berubah sejak saat itu. Tau nggak? Hidup gue kaya sinetron haha."
Bisa-bisanya Asya tertawa saat menceritakan hal yang menurut Deon begitu mengerikan.
"Udah ah, gue males ceritanya."
Dengan cepat Asya menidurkan badannya di sisi Deon. "Sini, lo tidur juga." Perempuan itu menepuk sisi kasur yang kosong tersebut.
Walau ragu, Deon melakukan apa yang Asya perintahkan. Memang benar keduanya pernah tidur bersama. Namun, saat itu Deon mabuk dan tidak tau apa-apa. Sekarang, pria itu jelas tau segalanya.
Karena kasur milik Asya itu sangat kecil. Keduanya harus tidur berdekatan. Kini, wajah mereka nyaris bertemu. Menyisakan sedikit ruang sebagai pemisah.
Mata Asya terlihat kosong walaupun dia tengah tersenyum. Hal itu membuat Deon penasaran dengan kehidupan perempuan yang masih dia sukai tersebut.
"Lo masih penasaran sama cerita hidup gue?" tanya Asya tiba-tiba. Tanpa sadar, Deon mengangguk. Mungkin di dalam dirinya ada rasa penasaran yang begitu kuat.
Asya mengubah gaya tidurnya menjadi telentang. Matanya kemudian terfokus pada langit-langit kamarnya yang terlihat begitu kusam.
"Dua tahun lalu, ayah gue menikah dengan istri barunya. Hmm, sampai mati pun gue nggak bakal manggil dia ibu karena dia yang ngebuat gue jadi seperti ini sekarang."
Tanpa sadar setetes air mata turun dari ujung mata perempuan itu. Deon yang melihat hal itu langsung menyeka air mata tersebut.
"Setelah menikah, kehidupan gue normal. Nggak ada hal aneh yang terjadi. Tapi, setelah setahun berlalu. Istri ayah gue tiba-tiba berubah dan kami menjadi sering bertengkar. Puncaknya adalah saat istri ayah gue itu mencoba buat bunuh gue."
Deon terkejut karena mendengar ucapan Asya. "Ngebunuh?"
Asya menoleh dan menatap Deon yang kini bingung. "Iya, istri bokap gue nyaris ngebunuh gue. Ya walaupun akhirnya gue luka, tapi syukurnya gue masih hidup."
Untuk kesekian kalinya, Deon terkejut akan ucapan Asya. Namun, perempuan itu tiba-tiba bangun dari tidurnya. Deon yang melihat hal tersebut, ikut bangun dan duduk tepat di hadapan Asya.
"Lo penasaran nggak, kenapa gue selalu ngikat rambut gue?"
Deon mengangguk dengan cepat. Asya kemudian menyibak rambutnya dan ternyata di tengah kepalanya ada sebuah garis lurus yang tidak memiliki rambut di sana.
"Lo liat kan? Itu adalah bekas percobaan pembunuhan dari istri ayah gue."
Asya kembali mengikat rambutnya dan menggenggam tangan Deon dengan erat.
"Di bekas jahitan itu rambut gue nggak bakal numbuh lagi," jelas Asya dengan wajah sendu.
Deon ikut merasakan apa yang Asya kini rasakan. Pria itu kemudian menarik Asya ke dalam pelukannya sembari mengelus punggung perempuan itu yang ternyata sudah bergetar hebat.
Kali ini, Deon bisa melihat bagaimana rapuhnya hati Asya. Ada sebuah kenangan buruk yang menyelimuti perempuan itu. Kenangan yang akan membekas selamanya dibenak Asya.
***
Yeay, akhirnya update lagi.
Semoga suka.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top