59 // Di Apartemen
Sebulan sudah Sofia tinggal di apartemen Adrian.
Ya, setelah perdebatan sengit sebelumnya, akhirnya Ayahnya dengan berat hati mengizinkannya.
Flashback On
"Apa kau sedang bercanda?" tanya Bradias Widjaya menatap tajam Adrian.
"Aku serius. Aku harap, kalian mengizinkannya," kata Adrian serius.
"Tidak. Kami tidak bisa mengizinkan putri kami tinggal dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya," kata Ayah Sofia dengan suara beratnya yang bisa membuat lawan bicaranya begidik ngeri.
Entah keberanian dari mana Adrian berkata. "Selama ini aku yang bersama Sofia. Dan kami baik-baik saja. Kami bisa menjaga diri kami sendiri," kata Adrian berusaha meyakinkan Ayah Sofia.
"Itu dulu, sekarang dia akan bersama kami."
"Maaf sebelumnya. Sofia sedang sakit dan aku tidak akan membiarkannya tinggal di kontrakkannya seorang diri," ucap Adrian dengan tegas.
"Dia tidak sendiri. Ada kami," kata Bradias Widjaya mengulang kata-katanya dengan penuh penekanan.
"Bukankah tiga tahun terakhir ini, kalian sudah meninggalkannya seorang diri. Dan dia baik-baik saja," kata Adrian tajam. Sebenarnya dia tidak ingin mengungkit hal ini. Tapi dia harus mengatakannya.
Bradias Widjaya mengepalkan kedua tangannya. Wajahnya yang terlihat datar pada awalnya berubah karena marah.
Dia tahu hal itu. Sangat tahu. Dan dia tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Tidak pada laki-laki ini.
Sofia yang sedari tadi hanya melihat perdebatan dua laki-laki yang disayanginya itu akhirnya angkat bicara. "Ayah," panggilnya.
Kedua laki-laki itu mengalihkan pandangannya bersamaan ke arah Sofia.
"Bisakah aku tinggal bersama Adrian? Ibu juga bisa menemaniku di sana," pinta Sofia dengan suaranya lirih namun terdengar mantap.
Walau bagaimanapun dia belum siap untuk tinggal bersama kedua orang tuanya Meskipun ia sangat tahu alasan kuat kenapa Ayahnya menolak permintaan Adrian. Selain itu, dia juga membutuhkan Adrian di sisinya.
Bradias Widjaya menatap putrinya dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Untuk beberapa lama dia menarik napasnya panjang.
"Terserah padamu," katanya singkat kemudian keluar dari ruangan itu.
Dan di satu minggu pertama Ibunya menemaninya. Bahkan Ibunya Adrian sudah bertemu dengan Ibunya Sofia. Dan mereka langsung cocok.
Hingga akhirnya di minggu kedua Ibunya harus kembali ke Bali. Ayahnya dalam keadaan tidak sehat, meski begitu sebenarnya Ayahnya ingin Ibunya tetap menemani putrinya saja.
Namun ibunya yang sangat khawatir pada kesehatan ayahnya memutuskan untuk kembali ke Bali.
Ibunya sudah melihat bagaimana sikap Adrian dan sikap keluarga Adrian pada putrinya membuat Ibunya mempercayakan Sofia sepenuhnya pada Adrian.
Flashback off
Setelah diurut kini Sofia sudah mulai belajar berjalan. Jangan ditanya bagaimana rasanya.
Sakit luar biasa. Bahkan sampai sekarang Sofia masih ingat rasa sakitnya. Dia juga ingat bagaimana dia menggigit bahu Adrian karena menahan sakitnya saat itu.
Adrian juga mencari seorang ART yang datang pagi dan pulang sore, untuk memasak dan bersih-bersih di apartemen, membantu Sofia saat dia harus berada di kantor.
Ibu Adrian, kakaknya dan si kembar kadang-kadang mengunjungi Sofia. Dan membawa banyak makanan. Seperti saat ini.
"Aunty suka keripik kentang?" tanya Ema.
"Iya. Rasanya enak banget," kata Sofia pada si kembar.
Mereka bertiga sedang menonton acara televisi anak-anak. Sedangkan Nyonya Hadinata sedang sibuk di dapur bersama mbok Jum.
Hahahahha.
Tawa mereka terdengar sampai ke dapur. Membuat Nyonya Hadinata geleng-geleng kepala, namun senyum bahagia tak lepas dari bibirnya.
Dia senang putranya akhirnya mencintai seseorang lagi. Apalagi cucu-cucunya juga menyukainya.
"Ayo minum jusnya dulu." Nyonya Hadinata muncul di ruang tengah.
"Terima kasih Tante. Maaf merepotkanmu," ucap Sofia.
"Sudah kubilang jangan panggil Tante. Panggil Ibu saja seperti Adrian," kata Nyonya Hadinata tulus.
"Bolehkah?" ucap Sofia tak percaya.
"Tentu saja."
"Terima kasih Ibu," Sofia memeluk Nyonya Hadinata. Ternyata Ibunya Adrian sama lembutnya dengan Ibunya.
"Grandma jusnya enak. Thank you," ucap Amy.
"Thank you Grandma," sahut Ema juga.
"Sama-sama sayang. Oya, bagaimana kakimu?" tanya Nyonya Hadinata.
"Sudah lebih baik. Aku sedang belajar berjalan sedikit-dikit menggunakan kruk," jawab Sofia.
"Syukurlah. Apa Adrian kadang merepotkanmu?"
"Ah ti--tidak. Malah aku yang merepotkannya," jawab Sofia terbata-bata membuat Nyonya Hadinata tertawa pelan.
"Kalian mau makan dulu?" tanya Nyonya Hadinata kemudian.
"Mauuu!!" jawab si kembar bersama-sama.
"Kau juga?"
"Iya Bu." Sofia sudah mau bangkit untuk pindah ke meja makan tapi Nyonya Hadinata menahannya.
"Biar Ibu yang ambilkan. Kau tunggu di sini," kata Nyonya Hadinata.
"Terima kasih Bu," ucap Sofia saat menerima piring nasinya dari Nyonya Hadinata.
"Sama-sama. Ayo si kembar makan di sini juga." panggil Nyonya Hadinata.
"Wah lagi pada makan besar ya."
"Selamat siang Kak Angie," sapa Sofia.
"Siang. Kau terlihat lebih baik," kata Angie.
"Iya kak. Kakak sudah makan?"tanya Sofia.
"Sudah ini habis meeting sama klien. Oya Ibu, aku akan mengantar kalian pulang. Sore nanti aku harus bertemu klien lagi. Maaf ya Sofia," kata Angie.
"Tidak apa-apa Kak. Sandra sebentar lagi datang," kata Sofia.
***
"Kayaknya gue mau menginap di sini saja," ucap Sandra saat duduk di depan televisi. Tangannya sibuk mencari-cari channel televisi.
"Bukannya di apartemen lo juga ada televisinya," sahut Sofia malas.
"Ini beda Fi. Lo perhatiin deh, interior apartemen ini. Sangat elegan dan berkelas," puji Sandra.
"Dasar lo," ucap Sofia sambil melemparkan sebungkus besar keripik kentang ke arah Sandra.
"Thank,s" sahut Sandra kemudian merobek bungkus keripik itu dan mulai mengunyahnya.
"Oh ya, apa kalian sudah melakukannya?" tanya Sandra menatap penasaran pada Sofia.
"Hah. Me--melakukan apa maksud lo?" tanya Sofia gugup mendapat pertanyaan seperti itu.
"Kalian tinggal bersama di apartemen. Kalian sepasang kekasih. Dan lo juga terlihat lebih baik. Apa kalian sudah melakukannya?" kata Sandra yang sudah menatap Sofia lekat menunggu jawabannya.
"Pikiran lo ya," kata Sofia memukul kepala Sandra menggunakan bantal yang ada di sofa.
"Gue kan penasaran, dia terlihat tampan dan sexy. Aku mana tahan," ucap Sandra di balik tawanya yang super kenceng.
"Enak aja. Lo nggak boleh lirik-lirik cowok gue," desis Sofia tajam.
"Ya elah neng.posesif banget," kata Sandra sambil mengusap pelan kepalanya.
"Sepertinya kalian asyik sekali ya?" ucap Adrian yanh muncul di belakang mereka membuat Sofia dan Sandra terkejut.
"Adrian. Kamu mengagetkan kami saja," kata Sofia memonyongkan bibirnya kesal, membuat Adrian gemas kemudian mengecup bibir Sofia singkat.
"Adrian!!" Kata Sofia melotot tidak percaya mendapat ciuman singkat itu. Belum lagi sandra yang sialnya kini sedang melihat ke arahnya.
Sandra menatapnya dan memberikan senyuman jahilnya.
"Sepertinya sedang ramai sekali" Sofia dan Sandra menoleh ke arah suara.
"Hai Alan," sapa Sofia ramah.
"Hai Kak Al,"sapaan Sandra terputus saat seorang wanita muncul di belakang Alan. Tangannya tanpa sungkan menggamit lengan Alan manja dan meletakkan kepalanya di bahu Alan mesra.
"Hallo semuanya," sapa wanita itu.
"Oh ya, perkenalkan. Dia ini Melany," kata Alan memperkenalkan mereka.
"Hi, aku Melany. Kekasihnya Alan," katanya memperkenalkan diri tanpa berjabat tangan.
Apa? Kekasih?
Sofia melihat keterkejutan di wajah Sandra, segera dia mengajak Alan dan Melany berbincang, supaya tidak ada yang menyadari perubahan raut wajah Sandra.
Sandra menenggak minuman dingin yang berada di tangannya. Kemudian berdiri dan melangkah ke arah dapur.
Sandra menarik napasnya pelan. Mencoba membuang rasa sesak di dadanya.
Saat akan keluar dari dapur, ia hampir saja terjatuh. Kepalanya tiba-tiba pusing. Namun, sebuah tangan menahan tubuhnya dengan cepat.
"Kau tidak apa-apa?" Sandra mendongak dan melihat Alan yang menolongnya.
"A--aku nggak apa-apa," ucap Sandra gugup.
"Wajahmu terlihat pucat. Kau sakit?" tanya Alan khawatir.
"A--aku baik-baik saja," kata Sandra kemudian meninggalkan Alan di dapur. Alan mengernyitkan dahinya, merasa aneh dengan sikap Sandra.
Sandra tidak bisa berada di dekat Alan lagi. Jantungnya sudah berdetak dengan sangat cepat. Rasa sakit itu menguasai hatinya.
"Maaf. Aku harus segera pulang. Besok aku ada quiz," pamit Sandra pada Sofia, Adrian dan Melany.
"Terima kasih sudah menemani Sofia, "kata Adrian.
Sofia memeluk Sandra. "Jangan bersedih. Kalau butuh teman bicara hubungi aku," bisik Sofia.
"Thanks," balas Sandra kemudian segera pergi dari sana.
...................
"Sayang, kenapa kau lama sekali. Hanya mengambil air dingin saja?" tanya Melany saat Alan kembali dari dapur.
"Dispensernya mati, jadi aku masak air dulu." Kata Alan.
"Kenapa ada teh hangat?" Pertanyaan Adrian seakan mewakili pertanyaan Melany, melihat segelas teh di tangan Alan. Adrian duduk di samping Sofia sembari terus mengusap lembut rambut Sofia.
"Untuk Sandra. Tadi wajahnya sedikit pucat. Sepertinya dia kurang sehat. Mana dia?" ucap Alan santai.
Adrian dan Sofia saling memandang.
"Apa dia sedang di toilet?" Tanya Alan.
"Dia sudah pulang 5 menit yang lalu," jawab Adrian.
Wajah Alan terlihat kaget mendengar hal itu. Alan merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya. Hatinya tiba-tiba merasa tidak suka.
Iya. Dia tidak suka Sandra meninggalkannya begitu saja.
***
.
.
.
.
.
.
.
..........
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top