54 // Ku Mohon
"Sandra."
"Kak," Sandra berlari ke pelukan Alan dan menangis di dada Alan.
Alan memeluk Sandra dan mengusap-usap punggungnya, berusaha untuk menenangkannya.
"Bagaimana keadaan Sofia? Di mana dia? Apa yang terjadi?" tanya Adrian dengan suara yang tinggi.
"A tenanglah," kata Alan tajam. Setelah itu dia melihat Sandra dan bertanya.
"Apa yang terjadi?"
"Aku tidak tahu. Seseorang menghubungiku dan mengabarkan Sofia kecelakaan. Dan aku langsung kemari," cerita Sandra sambil terus menangis.
"Di mana Sofia sekarang?" Adrian kembali bertanya. Dia harus segera melihat Sofia.
"Sofia sedang ditangani beberapa dokter di dalam, kak." Sandra merapatkan tubuhnya ke pelukan Alan. Dia takut melihat Adrian yang sepertinya akan meledak sewaktu-waktu.
"A tenanglah. Bukan lo saja yang khawatir," kata Alan yang tahu ketakutan Sandra.
"Ya Tuhan," kata Adrian sambil berjalan mondar-mandir dan menarik rambutnya frustasi.
"Siapa yang menelponmu tadi dan di mana dia sekarang?" tanya Adrian.
"Dia sedang mengurus orang yang bersama Sofia di dalam mobil itu."
"Apa?" ucap Adrian.
Pertanyaan Adrian belum terjawab karena seorang perawat keluar dari ruangan Sofia.
"Bagaimana kedaannya suster?" tanya Adrian.
"Pasien kehilangan banyak darah. Kami harus menyiapkannya beberapa kantong darah," terang si perawat kemudian berlalu.
Adrian terduduk lemas di lantai. Ketakutan semakin melanda dirinya. "Selamatkan dia Tuhan, aku mohon," doanya lirih.
"Bangunlah A. Sofia membutuhkanmu jangan cengeng seperti ini!!" bentak Alan.
"Bagaimana keadaan Sofia?" seorang laki-laki tiba-tiba datang menanyakan kabar Sofia.
Adrian mendongakkan kepalanya dan menggeram marah saat melihat siapa yang datang.
"Ka--.mu," geramnya marah. Adrian bangun dan langsung menghajar laki-laki itu.
Bug bug.
"Brengsek," maki Adrian sambil memukuli wajah Yasa.
"Adrian hentikan. Lo hanya mengganggu pengobatan Sofia di dalam," kata Alan menyadarkan dan akhirnya menghentikan aksi brutal Adrian.
"Apa yang kau lakukan brengsek?" desis Adrian marah dan mendorong tubuh Yasa kebelakang.
Uhuk uhuk.
Yasa terbatuk-batuk akibat pukulan Adrian. Dia tidak membalas karena merasa ikut bertanggung jawab atas apa yang terjadi.
Sandra yang panik dan nampak ketakutan duduk beringsut di lantai.
"Hei bangunlah!!" kata Alan tapi Sandra menggeleng-gelengkan kepalanya. Wajahnya disembunyikan di atas lututnya.
Alan yang melihat hal itu jadi merasa sakit. Dia ikut duduk di samping Sandra dan memeluk gadis itu.
Alan melihat miris pada dua laki-laki yang tak jauh darinya. Penampilan mereka sama kacaunya.
"Keluarga saudari Sofia?" tanya seorang dokter yang keluar dari ruang UGD.
"Saya dokter," suara itu keluar dari mulut Adrian dan Yasa bersamaan membuat dokter itu kebingungan.
"Saya tunangannya," seru Adrian cepat. Membuat raut wajah Yasa semakin nampak kacau.
"Terjadi pendarahan pada pasien, kami membutuhkan persediaan darah sebagai cadangan. Kaki kirinya patah. Pasien akan segera kami pindahkan ke ruang perawatan," jelas dokter itu panjang lebar.
"Baik dokter lakukan yang terbaik untuknya. Berapapun biayanya," kata Adrian.
Dokter itu tersenyum mengerti. "Kita sama-sama berdoa Pak," ucap dokter itu tersenyum.
Adrian menatap sendu pada tubuh Sofia yang terbaring lemah.
Sandra dan Alan mengikuti perawat-perawat yang sedang memindahkan Sofia ke ruang perawatannya.
"Aku sudah menghubungi orang tuanya. Mereka akan tiba besok. Penerbangan hari ini penuh," kata Yasa pada Adrian.
"Maafkan tunanganku telah menyebabkan semua ini," ucap Yasa tulus.
"Dia harus menerima balasan atas perbuatannya ini," kata Adrian marah.
"Dia masih di ruang operasi. Aku harap dia masih memiliki kesempatan hidup," jelas Yasa.
Adrian meninggalkan Yasa dan segera menyusul ke ruang perawatan Sofia.
Yasa memandang nanar punggung Adrian yang menjauh darinya.
Dia tahu. Adrianlah yang kini berada di sisi Sofia. Menjaganya dari dekat.
"Cepatlah sadar Sofia Aruna. Gadisku. Pemilik hatiku selamanya. Aku merindukanmu," ucap Yasa lirih.
Hatinya yang telah lama menahan perih semakin terasa menyakitkan.
Air matanya mengalir. Air mata yang sering kali membasahi wajahnya setiap kali menahan rindunya.
"Aku akan selalu mencintaimu. Biarkan aku menjagamu dengan caraku," ucapnya sambil berjalan menuju ruang operasi.
***
"Sebenarnya apa yang terjadi Kak?" tanya Sandra pada Alan.
Dia benar-benar tidak tahu kehidupan sahabatnya. Siapa laki-laki yang dipukuli Adrian tadi? Bukankah dia laki-laki yang menghubunginya.
"Lalu darimana dia tahu nomor ponselku?" batin Sandra.
"Kami ke kantin sebentar. Lo mau kopi?" tanya Alan yang dibalas anggukan oleh Adrian.
Alan mengajak Sandra ke kantin. Mereka membutuhkan kopi saat ini.
"Sayang bangunlah." Adrian mengusap lembut kepala Sofia yang dibalut perban.
Adrian mencium kedua mata Sofia yang masih terpejam. Di kecupnya bibir pucat itu.
"Aku merindukanmu."
Air matanya kembali mengalir. Dia benar-benar takut kehilangan Sofia. Tidak pernah sekalipun ia merasa takut seperti saat ini.
Adrian merasa hidupnya sangat berantakan. Dia sadar, Sofia adalah segalanya untuknya.
"Seharusnya aku tidak membiarkanmu pergi. Seharusnya aku membawamu pulang bersamaku," sesal Adrian.
Flashback
"Maafkan aku," kata Adtrian sambil memeluk Sofia dari belakang.
"Jangan pergi kumohon. Tetaplah bersamaku," bisik Adrian.
Sofia berbalik dan menatap Adrian yang penuh harap padanya.
"Kita sama-sama memerlukan waktu A. Waktu untuk mencari tahu apa yang kita rasakan."
"Aku merasa sudah melepas semua masa laluku. Tapi ternyata, aku bahkan tak bisa memilikimu karena itu."
"Bagaimana denganmu?"
Deg.
Adrian terdiam. Bagaimana dengannya?
Flashback off
"Kamu bertanya bagaimana denganku?"
"Aku bukan siapa-siapa tanpamu. Aku adalah kamu. Masa lalu tidak akan menghalangi cinta kita. Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu. Bangunlah. Kumohon!" bisik Adrian di telinga Sofia.
***
💤💤💤💤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top