49 // Suara Hati

"Kau bisa menemaniku makan malam A?" tanya Almaira.

"Hmm pekerjaanku masih banyak," jawab Adrian.

"Ayolah. Kau bahkan belum meminta maaf karna meninggalkanku di cafe waktu itu. Dan jangan memanggilku dengan nama itu lagi. Panggil aku Maira saja, bukankah kau suka memanggilku seperti itu?" ucap Almaira dengan sangat manja.

"Apa gadis waktu itu kekasihmu?" tanyanya.

"Dimana anakmu?" Almaira terkejut dengan pertanyaan Adrian. Bukannya menjawab pertanyaannya Adrian malah menanyakan hal itu.

"Kenapa kau bertanya hal itu?" tanya Almaira kesal tangannya sudah mengepal di atas pahanya.

"Seingatku dulu kau sedang hamil. Aku tidak pernah melihatmu bersama anakmu?" jawab Adrian datar dia bahkan tidak mengalihkan pandangannya dari laptopnya.

"Lalu kenapa kau tidak menanyakan tentang suamiku?" tantang Almaira.

Adrian menghentikan jari-jari tangannya yang sedang mengetik dan menatap wanita di depannya tanpa ekspresi.

"Kenapa aku harus tahu? Aku bahkan tidak peduli kau bersuami atau tidak," ucap Adrian.

Almaira semakin mengeratkan tangannya pada rok yang di kenakannya. "Kenapa kau tidak menolakku dan terkesan menerimaku? Kita bahkan berciuman waktu itu."

Almaira berusaha menahan emosinya yang sudah di ubun-ubun. "Kau yang mendekatiku. Kau yang menciumku. Apa salahnya bernostalgia dengan mantan kekasih," ucapan Adrian yang begitu santai sukses membuat hati Almaira menjadi perih seketika.

"Apa sekarang kau menganggapku jalang ,"batin Almaira.

"Ada urusan apa kau di sini?" pertanyaan sinis itu di lontarkan Alan yang baru saja masuk ke ruangan Adrian.

Di tengah amarah dan rasa sakit hatinya Almaira berusaha menenangkan dirinya. Wajahnya kembali tenang dan menampilkan senyuman.

"Hanya bernostalgia dengan mantan kekasih. Mungkin kita bisa mengenang hal-hal manis saat kita bersama dulu," jawab Almaira.

Adrian tersenyum tipis kemudian mengedikkan bahunya. Pandangannya kembali ke laptop yang sempat ditinggalkannya.

"Kau bisa keluar sekarang," usir Alan.

"Aku memang akan pergi," kata Almaira berdiri dan merapikan pakaiannya yang sangat ketat. sebelum pergi dia sempat berkata,"Ku harap gadismu tidak keberatan dengan nostalgia kita waktu itu."

"Tolong lo jelasin apa maksud perkataan wanita itu?" ucap Alan

"Adrian!!" bentak Alan melihat temannya itu tidak mengeluarkan sepatah katapun.

Haahhhh

Adrian menghela napas panjang. Dia bersandar di kursinya sambil memejamkan mata dan memijit pelipisnya. Alan sudah duduk di kursi dan menunggu jawaban Adrian.

"Gue nggak tahu," ucap Adrian singkat tanpa membuka matanya.

"Apa yang lo nggak ketahui? Yang gue tanya, apa maksud perkataan wanita itu?" suara berat Alan terdengar tidak sabar menunggu jawaban Adrian.

***

"Apa yang kak Tari lakukan?" tanya Sofia melihat Tari mematikan laptopnya.

"Kau sudah bekerja terlalu keras minggu ini," kata Tari padanya. "Dan ini sudah jam pulang."

"Aku akan menyelesaikan ini sedikit lagi ya," ucap Sofia dengan wajah memelas.

"No. Kamu harus pulang dan istirahat karena nanti malam aku akan mengajakmu ke Venus Club," kata Tari dengan wajah berbinar.

"Venus Club," gumam Sofia.

"Iya. Kekasihku ulang tahun jadi temani aku ya. Dia membolehkanku mengajak teman," mohon Tari.

"Baiklah," kata Sofia."Sesekali bersenang-senang tidak apa-apa," batinnya.

"Ayo kuantar kau pulang agar aku tahu tempatku menjemputmu nanti," kata Tari.

"Tidak usah repot-repot. Kita bertemu di sana saja," kata Sofia.

"Kamu harus datang jam 11.00 malam oke."

"Oke," kata Sofia singkat.

Sebelum pulang Sofia merapikan meja dan berkas-berkas penting lainnya.

"Ayo!" kata Tari dan akhirnya kami pulang bersama. Tari memaksa untuk mengantar Sofia dengan mobil jazz mungil miliknya.

"Jam 11.00 malam!" teriak Tari mengingatkan saat Sofia sudah di gerbang rumah.

Saat akan membuka pintu rumah, Sofia menemukan sebuah amplop coklat di bawah pintu.

"Tidak ada pengirimnya," gumamnya pelan sambil menoleh ke kiri dan kanan. Sofia mengedikkan bahunya kemudian melangkah masuk ke dalam.

"Berbaring sebentar pasti lebih baik," batin Sofia sambil merebahkan tubuhnya diatas kasur.

***

Dug dug dug dug dug

Dentuman musik yang menggema di seluruh ruangan club terdengar memekakkan telinga bagi Sofia.

Jantungya tak berhenti berdetak semenjak ia turun dari dalam mobil Grab.

Jangan ditanya sudah berapa kali Sofia menarik napasnya. Di sini dia bertemu dengan Adrian.

Tidak dapat di pungkiri Sofia melangkah ke dalam club dengan ketakutan yang besar. Namun dengan sekuat tenaga dia berusaha menyembunyikan ketakutannya.

Dia tidak mau para lelaki hidung belang itu mengetahui ketakutannya.
Apalagi tatapan lapar dari para laki-laki itu sangat nyata diperlihatkan padanya.

Dengan percaya diri Sofia langsung menuju lantai dua tempat acara yang disebutkan Tari.

"Apa aku terlambat?" tanya Sofia pada Tari yang langsung menghampirinya.

"Kau tahu makin larut makin ramai," teriak Tari di telinga Sofia dan Sofia hanya ber oh ria.

"Honey kenalkan ini Sofia teman kerjaku. Sofia, ini Panggih kekasihku," kata Tari memperkenalkan .

"Sofia."

"Panggih."

"Oh ya selamat ulang tahun ya, all the best for you," ucap Sofia tulus.

"Thanks. Silahkan nikmati pestanya. Teman-temanku masih pada melantai semua," kata Panggih sambil melirik ke dance floor.

"Kau minum apa? "tanya Tari.

"Apa ada yang tidak beralkohol?" tanya Sofia.

Hahahaha Kak Tari menertawakan pertanyaan Sofia."Mungkin lagi kosong. Ada minuman dengan alkohol sangat rendah, kau mau mencobanya?" ucap Kak Tari.

"Boleh saja," ucap Sofia.

"Yu, yang kadar alkoholnya paling rendah ya," pinta Kak Tari pada bartender.

"Kakak sering ke sini ya? akrab gitu," tanya Sofia.

"Lumayan sering sih. Hei jangan panggil Kakak dong panggil Tari aja. Nanti aku di kira ketuaan punya adek sebesar kamu," ucap Kak Tari.

"Okey," ucap Sofia terkekeh pelan.

"Minumannya," kata si bartender.

"Thanks," kata Sofia sambil mengangkat gelas minumannya.

"Rasanya aneh," kata Sofia setelah meminum minuman yang dipesankan Tari untuknya.

"Nanti juga terbiasa," jelas Tari.

Mengingat kembali isi amplop yang ditemukannya di depan pintunya membuat Sofia marah.

Rasa sakit di hatinya kembali dirasakannya. Dadanya tiba-tiba berdetak semakin kencang. Sofia menenggak minumannya sampai habis, tenggorokannya terasa panas.

"Lagi Mas," pinta Sofia pada bartender itu.

"Aku sama Panggih dulu. Kau tidak apa-apa?" tanya Tari.

"Oke," jawab Sofia.

Sofia bergerak gelisah. Tari belum juga menampakkan hidungnya sejak 30 menit yang lalu.

"Mau kutemani cantik?" seorang laki-laki menghampiri Sofia dengan pandangan nakal membuat Sofia waspada.

"Maaf saya bersama seseorang," jawab Sofia berusaha menyembunyikan ketakutannya.

"Aku memperhatikanmu sedari tadi. Kau tidak bersama siapapun," seringainyanya.

"Maaf Anda salah. Dia bersamaku."

"Alan," gumam Sofia.

"Bisa kau menyingkir?" usir Alan pada laki-laki hidung belang itu. Laki-laki itu langsung pergi dengan wajah kesal.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Alan heran dia tahu Sofia bukan tipe cewek yang suka clubing.

"Temanku yang mengajak karena kekasihnya ulang tahun. Tapi aku tidak tahu mereka ke mana," jelas Sofia.

"Sebaiknya kuantar kau pulang. Tempat ini tidak baik untukmu," kata Alan yang langsung beranjak pergi dan disusul Sofia.

"Kita mampir di green cafe dulu ya," ajak Alan.

Setelah sampai di green cafe Sofia dan Alan sama-sama memesan kopi dan cake.

"Maaf sebelumnya, apa aku boleh bertanya?" tanya Alan.

"Kenapa pakai izin segala sih," kata Sofia santai.

"Kalian sedang ada masalah?" tebak Alan.

Sofia kaget mendengar kata-kata Alan. " Well. Bisa dibilang begitu," katanya pelan.

"Kenapa tidak jujur saja? Katakan apa yang ingin Adrian dengar," kata Alan.

Sofia tersenyum kecut," Kau tahu terkadang orang menilai orang lain terlalu cepat. Pikiran mereka tidak akan sesederhana itu jika mereka sendiri yang merasakannya."

Alan mendengar Sofia dengan perasaan kagumnya.

Green cafe buka 24 jam karena itu semakin malam malah akan semakin ramai.

"Maaf lama menunggu. Silahkan dan selamat menikmati," kata pelayan cafe yang dibalas anggukan oleh Alan.

"Terima kasih," ucap Sofia sopan.

"Apa kau mencintai Adrian?" tanya Alan.

"Tentu saja. Kenapa menanyakan hal itu?" tanya Sofia sambil mengerutkan dahi.

"Well. Kamu melepasnya," ucap Alan.

Sofia menyesap kopinya kemudian berkata," Saat percaya sudah tidak ada dalam cinta maka melepaskan adalah yang terbaik meski bukan itu yang hatimu ingin tuju, melepaskan bukan berarti kehilangan cinta tetapi menjaga agar cinta itu tidak pudar."

Sofia mengatakan hal itu dengan menahan gejolak di hatinya.

Selama ini dia sanggup hidup sendiri meski tanpa siapapun. Tapi kini, tanpa Adrian di sisinya, sanggupkah?

Alan semakin kagum dengan ucapan Sofia. "Sungguh Adrian bodoh dan brengsek," umpatnya dalam hati.

"Oh ya, apa Adrian memata-mataiku?" tanya Sofia menatap Alan.

"Kenapa?" tanya Alan sambil menyuapkan sepotong cake ke dalam mulutnya.

"Adrian memperlihatkan foto-fotoku bersama laki-laki lain. Mereka bukan siapa-siapa, tapi foto-foto itu memperlihatkan kalau kami sangat dekat. Padahal bukan seperti itu yang terjadi." ucap Sofia.

"Foto-foto?" batin Alan.

"Dia mempercayai semuanya. Dan kau tahu aku juga mendapat foto yang sama tadi sore," kata Sofia.

"Foto apa?" tanya Alan semakin tertarik.

Hmmm Sofia berdehem sebelum memberitahu Alan.

"Foto mesra Adrian bersama Almaira."

"A--apa?" kata Alan kaget.

"Ah sudahlah. Aku masih pusing dengan semua ini," ucap Sofia yang ikut menyantap cakenya, ia tidak mau membahas foto-foto yang membuat hatinya semakin sakit.

Tapi Alan masih memikirkan kata-kata Sofia. Alan tersenyum saat satu pemikiran terlintas di otaknya.

***

Thanks vomentnya

Cerita Sandra Alan "ILU_My Stupid Boy"



Luph yu ol gaes 😚

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top