45 // Bias
"Selamat pagi, aku Sofia Aruna. Aku sudah ada janji dengan pak Rudin Panjaitan," kata Sofia.
"Selamat pagi Mbak, mohon tunggu sebentar akan saya konfirmasi terlebih dahulu," ucap resepsionis itu yang kemudian meraih telponnya.
Setelah berbicara beberapa lama resepsionis itu berkata, "Silahkan Mbak, ruangan Bapak Rudin ada di lantai 3. Beliau sudah menunggu Anda," ucapnya ramah.
"Terima kasih," ucap Sofia tulus kemudian berjalan menuju lift.
Di dalam lift terasa sesak karena banyaknya karyawan atau bahkan klien yang sudah tidak sabar bertemu para lawyer mereka.
Ting.
Pintu lift terbuka, Sofia menarik napas panjang mencari udara segar setelah keluar dari dalam lift.
"Selamat pagi Kak Tari," sapa Sofia pada sekretarisnya Bang Rudin.
"Hai Sofia bagaimana kabarmu?" tanya Kak Tari.
"Baik Kak, "jawab Sofia.
"Silahkan masuk saja Pak Rudin sudah menunggumu," ucapnya.
"Iya, terima kasih," ucap Sofia tersenyum.
Tok tok tok
"Masuk," terdengar suara berat dari dalam mempersilahkan masuk.
Sofia membuka pintu dan melangkah masuk ke dalam ruangan Bang Rudin.
"Selamat pagi Bang," sapa Sofia tersenyum ramah.
"Selamat pagi juga Sofia. Bagaimana kabarmu?" tanyanya dengan logat batak yang masih kental.
"Aku baik Bang, bagaimana denganmu?" tanya Sofia balik.
"Ah iya ayo silahkan duduk!" Bang Rudin mempersilahkan Sofia duduk.
"Kantor Abang makin terkenal saja sekarang," ucap Sofia duduk di kursi.
Ruangan kerja Bang Rudin sangat artistik dan berkelas.
"Iya Sofia, seperti yang kau lihat makin banyak saja orang yang berperkara," ucapnya.
"Tapi karena perkara-perkara itulah kantor Abang jadi makin ramai." Bang Rudin tertawa mendengar ucapan Sofia.
Hahahaha.
"Kau benar Sofia, ah kau ini pintar sekali mengejek Abang," katanya tersenyum manis.
"Ini ya yang namanya selalu ada berkah saat ada musibah,"ucap Sofia.
"Berkahnya buat siapa musibahnya siapa juga yang kena. Hahaha. Kau ini bisa saja," ucap Bang Rudin.
Rudin Panjaitan seorang lawyer muda yang sangat dikenal supel dalam bergaul namun sangat dingin bila berkaitan dengan kasus-kasus yang ditanganinya.
Beliau masih muda usianya baru menginjak 32 tahun tapi memiliki jejak prestasi yang fantastis di dunia hukum.
Wajah tampannya dan tatapan tajam khas yang dimiliki pemuda-pemuda batak sangat kental padanya.
Sungguh dia adalah idola para wanita dan terutama kami para mahasiswa hukum yang masih minim pengetahuan dan pengalaman.
"Mulai sekarang kau akan kerja sama Abang. Hari pertama kau lihat-lihat jadwal dan beberapa kasus yang akan kita tangani. Tari akan membantu kau," katanya tegas.
"Oh ya besok kau temani Abang ketemu klien pukul 09.30," ucap Bang Rudin.
"Baik Bang," jawab Sofia dengan tegas juga.
"Aku pergi dulu. Ada sidang tipikor yang harus Abang hadiri," katanya sambil berdiri.
"Good Luck Bang," ucap Sofia padanya dan dibalas senyuman olehnya.
"Welcome to the real world," sambut Tari pada Sofia dengan senyum manisnya.
Sofia terkekeh pelan "Terima kasih sudah mengingatkan Kak, sebelum aku pura-pura gila," ucap Sofia kemudian mereka berdua tertawa.
Aku dan Kak Tari sudah saling mengenal, Kak Tari sering ikut memberi materi saat Sofia aktif di organisasi sebelum fokus pada kuliah di akhir-akhir semester.
###
"Kapan kau bertemu dengannya dan sudah berapa kali?"pertanyaan itu diucapkan dengan nada marah yang siap diledakkan.
Laki-laki yang menerima pertanyaan itu bergeming. Pandangannya masih tertuju pada laptop di depannya.
Jari-jarinya terus bergerak tanpa berniat untuk berhenti
"Yas!" seru wanita itu dengan suara melengking.
Jari-jari itu berhenti. Pandangannya akhirnya beralih pada wanita yang telah berteriak padanya.
"Apa yang kau bicarakan?" katanya datar.
"Sofia. Kau sering bertemu dengannya," desisnya tajam.
"Tidak terlalu sering," Yasa memperbaiki duduknya.
Anneke tertawa sumbang. "Kau pikir aku percaya."
"Kenapa kau harus tidak percaya? Aku beberapa kali bertemu dengannya dan dia selalu bersikap dingin padaku," kata Yasa.
"Jangan temui dia lagi dan jangan sampai Ayah tahu keberadaannya," kata Anneke.
"Apa yang kau khawatirkan An?" Yasa mendekati Anneke dan berdiri di depannya hampir tidak ada jarak.
"Semuanya, termasuk kamu," ucapnya.
Yasa meraih pinggang Anneke dan mencium bibir tunangannya dengan lembut pada awalnya namun ciumannya semakin dalam, lidah mereka saling mencari dan saling mengait.
Nggghhhh ngghhh ngghh.
Lenguhan demi lenguhan keluar dari mulut Anneke. Tangannya sudah mengalung di leher Yasa.
Tangan Yasa meremas pinggul Anneke dengan keras membuat Anneke memekik nikmat.
Yasa membawa tubuh Anneke ke ranjang. Dengan penuh gairah keduanya saling menyentuh demi kepuasan masing-masing.
Yasa harus lebih meyakinkan Anneke kalau Sofia tidak akan merebut siapapun darinya. Termasuk dirinya yang kini sudah mulai menyayangi Anneke.
Yasa sadar bahwa Sofia terlalalu jauh untuk ia rengkuh kembali.
###
"Kenapa kamu lama sekali," kata Adrian kesal melihat Alan yang datang dengan wajah tak berdosanya.
"Jalanan Jakarta macet. You know that," kata Alan santai.
"Bukan sibuk dengan adik kecil lo itu," sindir Adrian.
Alan mengernyitkan dahinya. "Maksud lo?"
"Jangan memasang wajah seperti itu. Lo tahu apa yang gue maksud," ucap Adrian.
"Lo kesal sama gue? Gue cuma terlambat beberapa menit saja A," seru Alan.
"Ya dan selama itu wajah-wajah wanita sialan itu tidak berhenti memandang wajah gue," ucap Adrian.
Hahahaha Alan tertawa melihat wajah kesal Adrian.
"Harusnya lo senang," balas Alan.
"Oya kapan lo dekat dengan sahabatnya Sofia?"
"Sejak kecil. Dia tetanggaku di Jogya dulu. Tapi beberapa bulan yang lalu kami bertemu," jelas Alan.
"Gadis itu menyukaimu," ucap Adrian.
"Dia sudah gue anggap seperti adik gue sendiri. Jangan berpikiran macam-macam," kata Alan.
"Lo yakin? Dia sangat cantik lo," puji Adrian.
"Dia gue anggap sebagai adik gue sendiri. Hanya itu," jawab Alan tegas.
"Terserah," Adrian pun mengedikkan bahunya dan menyesap kopinya pelan.
"Adrian?" suara yang begitu lembut menyapa Adrian dan saat melihat siapa yang menyapanya Adrian terkejut
"Maira," gumam Adrian.
"Kukira kau sudah tidak mengingatku. Aku boleh bergabung?" tanpa menunggu persetujuan Maira pun langsung duduk disamping Adrian.
Alan yang juga ikut terkejut dengan kedatangan wanita itu memberikan tatapan tajamnya. "Apa ada yang mempersilahkan lo duduk?" ucap Alan dingin.
"Aku rasa Adrian tidak keberatan. Bagaimana kabarmu Dri?" tanya Maira santai.
Adrian tak menjawab. Dia masih diam memperhatikan wanita di depannya. Wanita yang pernah dicintainya sekaligus yang menghancurkannya.
Penampilannya semakin cantik dan anggun dari terakhir mereka bertemu.
"Kau masih menyukai kopi tanpa gula?" tanya Maira begitu melihat secangkir kopi di depan Adrian.
"Pertanyaan macam apa itu," kata Alan mendengus tahu bahwa wanita di depannya ini hanya basa-basi.
"Kenapa kau tidak membiarkan kami bicara," katanya mendelik tak suka pada Alan.
"Gue tidak melihat Adrian berbicara sedikitpun. Yang gue lihat cuma lo aja yang terus mengoceh sendiri," kata Alan sinis.
Maira mengabaikan sindiran Alan. Alan menatap Adrian dengan tatapan yang tak dapat di artikan.
Dirinya mencemaskan Adrian yang belum mengeluarkan sepatah katapun. Baru saja dia ingin berbicara, Adrian sudah membuka suaranya.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Adrian membuat Alan melongo.
"Aku tidak baik-baik saja. Aku merindukanmu Dri," kata Maira dengan lembut.
"Apa-apaan ini," batin Alan kesal tangannya mengepal kuat di bawah meja.
"Adrian kita pergi saja," Alan mengajak Adrian pergi tapi Adrian tidak menjawab sama sekali.
"Adrian," kali ini Alan memanggil dengan suara lebih keras.
"Pulanglah duluan."
Hah Alan melongo. Adrian mengusirnya dan dia akan berduaan saja dengan wanita jalang ini.
"Dasar wanita sialan, awas lo," ancam Alan sebelum dia meninggalkan mereka di cafe itu.
***
Hmmm
Follow Ig aku ya Dewie_Sofia
Yg belum ke follback DM aja 😉
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top