36 // Rubah betina
"Lo kenapa?" tanya Sandra setelah mereka sampai di apartemen Sandra.
Setelah Dion meninggalkannya di taman kampus, Sofia menghubungi Sandra dan minta dijemput.
Sandra yang panik mendengar suara Sofia yang terisak langsung saja izin keluar kelas dengan alasan sakit perut.
Tiga tahun mengenal sahabatnya itu tak pernah sekalipun Sofia memperlihatkan masalahnya, mengeluh apalagi sampai menangis seperti sekarang.
Kadang Sandra berpikir, sahabat macam apa dirinya yang tidak tahu apapun tentang keluarga sahabatnya sendiri, tapi karena memang Sofia yang tertutup dan selalu merasa tidak nyaman kalau membahas tentang keluarganya, dia maupun Dion membiarkannya.
Mungkin suatu saat Sofia akan menceritakannya pada mereka tanpa paksaan.
"Dion San, dia marah sama gue. Dia kecewa banget sama gue," kata Sofia di sela-sela tangisannya.
Sandra mengernyitkan dahinya.
"Memangnya kenapa Dion bisa marah dan kecewa sama lo?" tanya Sandra penasaran.
"Tapi lo janji dulu jangan ikut-ikutan marah kayak Dion," kata Sofia sambil meraih tisu dari Sandra.
"Tergantung masalahnya apa," kata Sandra.
Tak mau mengambil resiko karena berbohong, akhirnya Sofia menceritakan masalahnya dengan Dion, dari awal pertemuannya dengan Adrian sampai dia menjalin hubungan dengan Adrian.
Dan semalam Dion melihatnya sedang makan malam berdua dengan Adrian.
Dion sangat marah dan meninggalkannya begitu saja, Sofia juga menceritakan pembicaraannya dengan Dion di taman tadi.
Sandra tidak mengeluarkan sepatah katapun, dia hanya diam saja sambil menatap Sofia dengan tatapan yang tidak dapat dimengerti.
"Jangan ngeliatin gue kayak gitu. Ngomong apa kek," kata Sofia kesal.
"Gue lagi mikir kata-kata yang tepat buat lo," kata Sandra sambil mengetuk- ngetukkan jari di dagunya.
Setelah menghela napas panjang Sandra berkata. "Yang lo lakuin ini benar-benar fatal Fi, gue nggak heran Dion semarah dan sekecewa ini sama lo."
"Terus gue harus gimana dong?" kata Sofia yang sudah mulai berhenti menangis.
"Gue belum tahu, gimana caranya biar Dion maafin lo, tapi...," Sandra terdiam beberapa saat, membuat Sofia sendiri menahan napas, was-was menunggu apa yang akan dikatakan Sandra.
Apakah Sandra juga marah karena kebohongannya selama ini.
"Tapi apa San?" desak Sofia yang sudah sangat tidak sabar.
"Lo kekasihnya pak Adrian Chandra Hadinata, oh my God Sofia, ini benar-benar mengejutkan. Dosen tampan dan dingin gue akhirnya milih lo. He's the perfect guys i ever known," jeritnya dengan wajah berbinar.
Hah.
Sofia melongo melihat reaksi Sandra, sungguh di luar prediksinya, bukankah harusnya Sandra juga marah padanya.
Apalagi sekarang sahabatnya itu sudah duduk di sampingnya dan terlihat sangat antusias.
"Gimana perlakuannya sama lo? Apa orangnya romantis? Atau sikapnya cool gitu?" tanya Sandra.
"Lo nggak marah sama gue?" tanya Sofia heran, dia mengabaikan pertanyaan Sandra.
"Siapa bilang? Gue tetap marah sama lo karena udah ngebohongin gue, tapi kalau cowok lo itu pak Adrian yang ganteng dan cool itu gue bisa maklum kok," kata Sandra.
"Begitu ya," ucap Sofia masih tak percaya dengan reaksi sahabatnya
"Dion bagaimana?" tanya Sofia pelan.
"Nanti kita pikirin lagi. Gue juga kaget banget ternyata laki-laki brengsek yang dimaksud Dion itu pak Adrian," kata Sandra.
"Apa menurut lo, Adrian itu seperti apa yang di katakan Dion San?" tanya Sandra
"Gue cuma tahu dia dari luarnya doang, mengenai sifat atau kehidupannya di luar kampus, who knows?" kata Sandra mengedikkan bahu.
"Tapi belakangan ini, dia jarang mengajar malah hampir tidak pernah. Lo tahu kenapa?" tanya Sandra lagi.
Sofia memutar bola matanya malas, "Gue minta bantuan lo ngomong sama Dion, biar dia bisa ngertiin hubungan gue sama Adrian, kenapa malah lo kayak lagi interogasi gue sih," gerutu Sofia.
"Gue kan cuma penasaran sama hubungan lo. Lo juga belum jawab pertanyaan gue tadi," kata Sandra sewot, kemudian Sandra terdiam setelah mengatakan itu, tatapannya berubah aneh membuat Sofia ngeri.
"Bilang ke gue," kata Sandra mendekat ke arah Sofia, matanya seperti orang sedang menyelidik.
"Aroma parfum di sweter lo waktu itu," kata Sandra tajam.
"Eh apa?" Sofia jadi gelagapan dengan pertanyaan Sandra yang mengejutkan, sial dia benar-benar diinterogasi.
"Kenapa tiba-tiba gugup begitu?" desak Sandra lagi.
"Sandra," kata Sofia wajahnya sudah memerah karena malu dan juga kesal.
Hahahaha Sandra tertawa melihat reaksi Sofia yang gugup dengan wajah yang sudah memerah.
"Telpon Dion San, gue khawatir sama dia?" kata Sofia mengalihkan pembicaraan.
"Ais, mau mengalihkan perhatian ya?" goda Sandra, dan meski begitu dia meraih ponselnya dan menekan nomor Dion.
Tut tut tut.
Sandra menghubungi Dion berulang kali tapi tidak ada jawaban.
"Nggak diangkat." kata Sandra yang membuat mata Sofia jadi berkaca- kaca kembali.
"Hei jangan nangis lagi, beri dia waktu okey. Gue yakin dia baik-baik saja," kata Sandra.
"Lo beneran cinta sama dia?" tanya Sandra dengan suara yang lembut .
"Sangat."
"Gue harap lo bisa bahagia sama dia. Kalo ada masalah cerita sama gue, jangan lo pendem sendiri. Dan seperti yang Dion bilang jaga diri lo baik- baik," kata Sandra tersenyum tulus.
"Lo dukung hubungan gue San?"tanya Sofia tidak percaya
"Asal lo bahagia," kata Sandra, Sofia langsung memeluk Sandra erat.
"Makasi San, lo sahabat gue yang terbaik," kata Sofia senang.
"Tapi lo harus jawab semua pertanyaan gue tadi," kata Sandra dengan seringaiannya.
"Baiklah," kata Sofia pasrah, paling tidak satu sahabatnya mendukungnya saat ini.
***
Setelah meeting selesai Adrian segera kembali ke ruangannya yang diikuti Alan di belakangnya.
"Tidak langsung makan siang? Gue sudah lapar," kata Alan di belakang Adrian.
Adrian menggeleng pelan, " Harusnya Sofia bawain gue bekal makan siang sekarang," kata Adrian, ia merogoh sakunya untuk mengambil ponselnya.
Tak ada notifikasi apapun dari gadis itu.
"Wow, itu romantis sekali," ucap Alan sambil berdecak.
"Dia bahkan tidak menghubungi gue sama sekali, apa mungkin dia lupa?" kata Adrian pada dirinya sendiri.
"Hei, ada orang di sini." ucap Alan kesal karena diabaikan.
"Sorry, gue mau telpon dia dulu," kata Adrian pada Alan tanpa melihatnya.
"Ckckck dasar, sudah tua masih saja berasa ABG," gerutu Alan.
"Kamu di mana?" tanya Adrian.
[Di apartemen Sandra]
"Bukankah seharusnya sekarang kamu membawakan bekal makan siangku?"
[Ya Tuhan maafkan aku, aku lupa, terus bagaimana?]
"Menurutmu?"
[Aku tidak tahu]
Menghela napasnya berat Adrian berkata. "Baiklah Alan akan membelikanku makan siang. Tapi jam 4 sore kamu sudah ada di kantorku." kata Adrian yang mendapat pelototan dari Alan.
[Untuk apa?]
"Datang kemari dan kamu akan tahu untuk apa." kata Adrian menutup telponnya cepat, tidak memberikan Sofia waktu untuk menolak.
"What the hell, sekarang gue berubah jadi gojek food," kata Alan kesal yang di sambut kekehan oleh Adrian.
"Gue cuma becanda jangan khawatir. Kita bisa makan di cafe depan kantor. Ada hal yang lebih penting yang bisa lo lakukan buat gue," kata Adrian.
"Apa lagi?" kata Alan malas.
"Carikan gue data selengkapnya tentang Hardiyasa Putranto Kusuma." kata Adrian.
"Sepertinya gue pernah mendengar nama itu," kata Alan sambil berusaha mengingat, "Memangnya kenapa lo ingin tahu?"
"Ingat laki-laki yang bersama Sofia di restoran kemarin?"
"Aku tidak terlalu jelas melihatnya," kata Alan.
"Dia mantan kekasih Sofia."
"Wow cemburu," kata Alan dengan nada mengejek.
"Iya. Dan mulai dari laki-laki itu kita akan mencari tahu tentang Sofia."
"Kita? Yang ada gue doang, lo cuma tinggal nunggu hasil," kata Alan sewot.
"Ya, lo benar juga," kata Adrian acuh, yang membuat Alan berdecak kesal.
"Maaf apa gue mengganggu?" kata Fira yang tiba-tiba muncul di ruangan Adrian.
"Well karena ini jam kerja, kurasa lo mengganggu kami," ucap Alan.
"Terima kasih sambutannya Alan sepupuku," kata Fira santai, dia tidak tersinggung sama sekali mendengar perkataan Alan.
"Hai Adrian, aku merindukanmu," kata Fira langsung dan duduk di samping Alan, kursi di depan meja kerja Adrian memang tersedia dua.
"Kalau tidak ada hal yang penting sebaiknya kamu pergi," kata Adrian dingin.
"Apa yang lebih penting dari bertemu dengan tunanganku sendiri," kata Fira santai, membuat rahang Adrian mengeras.
Kalau bukan karena hubungan keluarga, Adrian sudah pasti membuatnya tidak akan pernah lagi mengganggu hidupnya.
Apalagi dengan lancangnya mengaku sebagai tunangannya.
"Jaga ucapan lo. Lo bukan tunangan gue," kata Adrian marah.
"Ayolah sayang, keluarga besar kita juga setuju-setuju aja, Atau kau mau menunggu dirimu bosan pada gadis murahan itu?" kata Fira.
"Brengsek," kata Adrian memukul mejanya dengan cukup keras, membuat Alan dan Fira terkesiap kaget.
"Sofia bukan gadis murahan, dia kekasihku. Dan lo, jangan coba-coba membandingkan dirimu dengannya," kata Adrian dengan emosi yang masih sama
"Kau tidak mencintainya, kau pasti akan segera bosan padanya," kata Fira lantang, dia takut melihat kemarahan Adrian tapi dia tidak boleh mundur.
Adrian bangkit dari kursinya, "Gue nggak mau mendengar omong kosong."
"Hei lo mau ke mana?" teriak Alan begitu melihat Adrian sudah berjalan menuju pintu keluar.
"Gue pergi dulu, lo urus saja rubah betina di depan lo itu," kata Adrian kasar, kemudian menutup pintu dengan keras.
"See, what you've done," kata Alan pada Fira.
"Gue tahu apa yang gue lakukan Alan, gue sangat tahu," kata Fira dengan tatapannya yang masih lurus pada pintu tempat Adrian keluar.
Entah apa yang ada di pikiran Fira, dan itu membuat Alan khawatir.
***
Alohaaaaa tengkiyu udah nungguin adrian sofia ya 😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top