22 // Aku Hanya Milikmu
Kepala Sofia terasa berat sekali, selalu seperti ini rasanya sehabis ia menangis.
"Nnggghhh." Sofia melenguh saat matanya silau terkena cahaya matahari siang.
"Sudah bangun?"
Sofia terlonjak kaget saat mendengar suara itu.
"Adrian?" ucap Sofia kaget dan membuat matanya langsung terbuka lebar.
"Minumlah!" ucap Adrian menyodorkan segelas air putih.
Sofia langsung mengambilnya, menenggak air itu sampai habis.
"Merasa lebih baik?" ucap Adrian.
"Iya, bagaimana aku bisa di kamarmu?" tanya Sofia heran.
"Kamu tertidur, jadi aku menggendongmu," ucap Adrian.
"A-apa? kenapa kamu tidak membawaku ke kamarku saja?"
"Kita harus bicara, jadi aku membawamu kemari," ucap Adrian dengan wajah yang serius.
"Tapi kenapa harus menggendongku? Bagaimana kalau ada yang melihat?" ucap Sofia panik.
"Tidak ada yang melihat, kalaupun ada aku juga tidak peduli," ucap Adrian sambil meletakkan gelas kosong di atas nakas.
"Adrian," panggil Sofia ketika teringat sesuatu.
"Apa?" tanya Adrian menatap mata Sofia.
"Kalau aku tidur di sini, lalu kamu tidur di mana?" tanya Sofia dengan dada yang berdebar.
Terlihat seringaian di sudut bibir Adrian, "Menurutmu?" katanya lagi.
"Kamu, kita tidak,"
"Kita tidur bersama Sofia, kamu pikir setelah menggendongmu dari taman sampai ke kamarku, aku akan menyiksa tubuh sexyku dengan tidur di sofa," ucapnya dengan raut wajah yang menyebalkan.
Sofia membelalakkan mata mendengar ucapan Adrian.
"Harusnya kamu berterima kasih padaku, lenganku pegal saat semalaman kamu jadikan bantal," kata Adrian sambil menepuk-nepuk lengannya.
Sofia memutar bola matanya malas, sudahlah jangan diladeni saja, Sofia tahu dia tidak berbuat macam-macam padanya.
"Oh ya, apa aku pernah bilang kalau badanmu kurus hah," sambung Adrian.
"Adrian!" kata Sofia kesal. Adrian tertawa, setelah itu ia berkata, "Aku minta maaf atas sikap kekanak-kanakanku kemarin."
"Kamu membuatku khawatir dengan keadaanmu yang tanpa kabar, aku yang baru tahu kamu alumni Widjaya International High School, dan melihatmu di aula dengan laki-laki lain membuatku makin marah padamu," kata Adrian menjelaskan.
Sofia menutup mulutnya, ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan Adrian. Adrian cemburu.
"Ya Tuhan, bolehkah aku berharap kali ini, " batin Sofia senang.
"Maafkan aku, semalam aku lupa pesanmu, Alan tiba-tiba menghubungiku untuk menemui klien besar," kata Adrian menjelaskan.
Sofia tidak tahu harus bilang apa, tapi yang ia tahu detik selanjutnya ia sudah memeluk Adrian. Seakan dengan memeluknya erat, ia tahu bahwa ia tidak akan sendirian lagi.
Sofia membutuhkan Adrian di pelukannya, merasakan kenyamanan yang sempat hilang, meski rasa sakit dari masa lalu itu masih ada.
"Sejak kapan kamu senang memelukku hah?" goda Adrian.
"Kamu nggak mau aku peluk?" ucap Sofia sedikit cemberut.
"Jangankan cuma dipeluk di apa- apain yang lain juga aku mau," ucap Adrian dengan seringaian di wajahnya.
"Dasar mesum," ucap Sofia memukul lengan Adrian pelan.
"Kamu menggemaskan, sudah mandi dulu geh, lihat penampilanmu," ucap Adrian.
"Iya, iya aku tahu penampilanku kacau, tapi aku tidak ada baju ganti," ucap Sofia merajuk.
Adrian bangkit dari duduknya, mengambil sebuah tas di atas sofa.
"Ini pakaian dan barang-barangmu," Adrian menyerahkan satu kantung tas berisikan pakaiannya.
"Darimana kamu mendapatkannya?" tanya Sofia heran. Sofia mengaduk- aduk isi tasnya yang lengkap sekali.
"Aku meminta teman sekamarmu menyiapkannya," ucap Adrian menjawab keheranan Sofia.
"Apa, jadi Karin tahu kalau aku menginap di kamarmu?" ucap Sofia panik.
"Iya," jawabnya santai.
Menghela napas berat, Sofia melangkah ke kamar mandi, dua puluh menit kemudian ia sudah selesai.
Sofia mengenakan celana belel 7/8 favoritnya dengan warna biru yang sedikit memudar, kaos lengan pendek yang berwarna biru terang dan sneaker berwarna biru dongker.
Adrian tiba-tiba memeluk tubuh Sofia dari belakang, ia menyurukkan kepalanya ke dalam lekukan leher putih Sofia.
Aroma Vanilla.
Tubuh Sofia menegang dengan pelukan itu.
"Aku suka aroma tubuhmu," bisik Adrian sambil menghirup dalam-dalam leher putih Sofia.
Tubuh Sofia seakan disengat aliran listrik, jantungnya seakan-akan melompat ingin keluar.
Tak sadar Sofia melenguh pelan karena sentuhan bibir hangat Adrian di lehernya.
"Nggghhh."
Kedua tangan Adrian berpindah dari pinggang ramping Sofia, kedua tangan kekarnya menyusuri sepanjang lengan halus Sofia.
Setelah mencapai kedua pergelangan tangan Sofia, Adrian berjalan memutar hingga kini mereka saling memandang hampir tidak berjarak.
Adrian menatap Sofia tajam, dalam manik mata indah itu Sofia melihat ada sedikit kesedihan yang menyelimutinya.
Adrian mengangkat kedua tangan Sofia di depan dadanya, lalu berkata "Darimana luka ini?"
Sofia tersentak kaget dan berjalan mundur, tapi bukannya menjauh malah tubuhnya sudah ditarik lebih dulu oleh Adrian.
Jika tadi mereka hampir tanpa jarak maka kini tidak ada jarak lagi di antara keduanya.
"Siapa yang melakukannya?" tanya Adrian dingin.
"I-itu," Sofia gugup, ia tidak akan bisa mengatakannya.
"Maafkan aku," batin Sofia.
Adrian mencium bekas memar tipis di kedua telapak tangan Sofia dengan lembut.
"Apa kamu mau menjelaskannya?" ucapnya dengan suara yang sangat lembut.
Sofia tidak tahu harus menjawab apa, ia tidak bisa menjelaskan kejadian semalam padanya karena ia sendiri tidak ingin mengingatnya lagi.
Adrian masih menatap lekat pada Sofia, masih sabar menunggu penjelasan dari Sofia.
Sofia memeluk Adrian erat, lagi. Sofia belum siap menceritakannya.
"Kenapa memelukku lagi?" ucap Adrian lembut membelai rambut Sofia yang masih setengah basah.
"Ma-af," ucap Sofia lirih.
"Kenapa meminta maaf?" ucap Adrian.
"A-aku," Sofia gugup lagi.
"Sudahlah, kalau kamu tidak mau menceritakannya tidak apa- apa," kata Adrian.
"Bukan begitu," kata Sofia cepat.
"Aku hanya belum siap," ucap Sofia dengan suara yang sangat pelan.
Lagi Adrian menghela napasnya kasar, kemudian dia melepaskan pelukan Sofia.
"Baiklah kalau kamu tidak mau menceritakannya, tapi ingat, aku tidak mau kamu terluka, siapapun yang menyakitimu akan berhadapan denganku," kata Adrian dengan suaranya yang sangat dingin.
Sofia mengangguk pelan.
"Dan aku ingin kamu mengingat satu hal lagi," kata Adrian tajam.
"Kamu milikku. Hanya aku," kata Adrian seraya menundukkan kepalanya, bibirnya meraih bibir Sofia lembut, melumatnya secara perlahan.
Sofia merasa melayang, ciuman Adrian kali ini membuatnya merasa benar-benar dicintai.
Darah Sofia berdesir setiap kali menerima sentuhannya, seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di perut Sofia. Adrian melepaskan ciuman panjang mereka.
Napas mereka terengah-engah, mereka sama-sama menghirup oksigen di sekitar mereka. Adrian menempelkan keningnya tepat di kening Sofia.
"Katakan sekarang," kata Adrian.
"Kata-kan apa?" tanya Sofia dengan suaranya yang terdengar terbata-bata.
"Katakan, bahwa kamu hanya milikku," ucap Adrian dengan suara baritonnya yang selalu dirindukan Sofia.
Sofia menatap manik mata Adrian yang sedang menatapnya tajam.
Tatapan Adrian mampu membuat Sofia bertekuk lutut padanya.
Sofia pernah melihat tatapan seperti ini, tatapan penuh cinta dan penuh harapan.
Sofia juga pernah merasakan perasaan ini, perasaan bahagia hanya jika melihatnya tersenyum, perasaan sakit saat dirinya juga merasakan sakit.
Tapi ada yang berbeda kali ini, ia merasakan cinta yang jauh lebih besar dari sebelumnya.
Sofia meletakkan kedua tangannya di kedua sisi wajah Adrian.
"Ya, aku-hanya-milikmu," ucap Sofia selanjutnya.
***
Dari sekian kali aku post cerita baru kali ini aku bilang budayakan voment yah
Luph u phul 😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top