17 // Penerbangan Menuju Bali


Rasa ini....

Ada rasa bahagia yang kurasakan saat dia bilang mencintaiku, diriku yang lain juga merindukannya.

Tapi tetap saja ada bagian dari diriku yang lain menolak perasaan ini.

Bagian diriku yang tidak mau melihatku terluka, bagian diriku yang tidak mau terkhianati lagi.

Bagaimana dia bisa mengacaukan hidupku dalam waktu sesingkat ini.

Aku bahkan tidak tahu bagaimana dia bisa masuk ke dalam hatiku dengan begitu mudahnya, di saat aku sendri sedang begitu kuat ingin menutupnya.

Aku belum siap.

***

Sofia merapikan penampilannya dan mencoba menetralkan degup jantungnya yang meronta-ronta ingin keluar sedari tadi.

Ia kembali ke mejanya dan Dion memandanginya dengan wajah heran.

"Lama sekali, gue baru mau nyusul lo, lo nggak apa-apa?" tanya Dion khawatir.

"Sorry, tadi gue sakit perut." jawab Sofia.

"Kebanyakan makan si lo, udah cabut yuk."

"Thanks ya Di." ucap Sofia pada Dion yang telah mengantarnya ke cafe setelah mentraktirnya makan ah tidak lebih tepatnya memaksa mentraktir, sekali-kali tidak apa.

"Lagi padat ya jadwal kuliahnya?" tanya Rossa setelah Sofia mengenakan seragamnya.

"Tidak terlalu padat, tapi akan ada seminar, aku mau ijin lagi sama Pak bos" ucap Sofia.

"Kamu bilang aja sama Pak bos, tapi sekarang dia sedang keluar. Ayo kita kerja dulu" ajaknya.

"Semangat" kami mengucapkannya bersama-sama sambil berhighfive.

***

2 minggu kemudian

Para peserta seminar sudah berada di bandara Soekarno Hatta.

Ya, disinilah Sofia pada akhirnya, setelah permintaannya pada Profesor Adam untuk mencari penggantinya ditolak mentah-mentah olehnya.

Bahkan tak segan-segan beliau mengancam akan mencabut beasiswa Sofia.

Aku bisa apa kalau sudah menyangkut beasiswaku batin Sofia.

Para mahasiswa dan para dosen terlihat sedang mengobrol dengan akrabnya.

Mata Sofia melirik kesana-kemari, seperti sedang mencari seseorang, tapi setelah tidak menemukan yang di cari ia menunduk, menghela napas pelan.

"Mencariku?"

Sofia terkesiap, kaget saat Adrian tiba-tiba sudah duduk di sampingnya.

Dan dengan santainya ia melingkarkan lengannya di bahu Sofia.

"Astaga Mr. Adrian yang terhormat, anda mengagetkan saya." ucap Sofia sambil mengelus dadanya.

"Dan apa yang anda lakukan?singkirkan tangan anda dari bahuku. Bagaimana kalau mereka melihat." ucap Sofia sambil menarik tangan Adrian agar terlepas dari bahunya.

Tak bisa dipungkiri wajah panik sangat kentara sekali dimata Sofia yang tak berhenti melirik kesana kemari.

Tapi Adrian menahan tangan Sofia dengan cepat, terlihat sudut bibirnya terangkat sedikit membentuk seringaian yang membuat Sofia was-was.

Adrian mendekatkan wajahnya pada Sofia dengan seringaian yang masih menempel diwajahnya yang sialnya memang tampan.

Jantung Sofia semakin berdetak kencang, entah bagaimana rupa wajahnya sekarang.

Sofia takut orang-orang akan menyadari posisi mereka yang sangat dekat.

Adrian bahkan terlihat seperti sedang menikmati ketakutan Sofia.

What the fuck.

Setelah wajahnya tinggal beberapa senti di depan Sofia, ia memiringkan kepalanya ke arah telinga Sofia. Sofia kembali bisa mencium aroma mint dari hembusan napasnya.

"Apa maksudmu, aku boleh mendekatimu seperti ini kalau tidak ada orang?" bisiknya dengan suara menggoda.

"A-apa?"

"Bu-bukan itu maksudku." ucap Sofia gugup.

"Ayo, bawa kopermu, pesawatnya akan segera take off." kata Adrian sambil berjalan mendahului Sofia.

Sial.

Kenapa dia bisa santai sekali setelah apa yang di lakukannya padaku batin Sofia.

Sofia beranjak dari duduknya dengan kesal dan menyeret kopernya malas.

Setelah berada di dalam Sofia melihat ke luar melalui jendela pesawat. Ia menempelkan tangannya pada dinding kaca yang dingin.

"Menikmati pemandangan?"

Ya Tuhan, ada apa dengan pria ini.

Sofia sudah tidak tahu lagi, kata-kata apa yang harus di ucapkannya.

"Mau apa anda disini?" tanya Sofia ketus.

Well harusnya Sofia bisa bersikap lebih sopan, mengingat dia juga dosennya, meski tidak secara langsung.

Tapi apa yang terjadi membuatnya tidak bisa bersikap layaknya seorang mahasiswi.

Dosen yang ini dosen mesum, satu nilai plus untuk tidak bersikap sopan padanya .

"Duduklah." ucapnya santai.

"Ke-kenapa harus disini?" tanya Sofia gugup.

"Apa aku harus duduk di lantai?" tanyanya dengan wajah polos.

Dia tahu bukan itu maksud Sofia, baru saja Sofia mau mengatakan sesuatu, tiba-tiba Adrian membungkam mulut Sofia dengan tangannya.

"Kamu berisik sekali dari tadi, apa kamu mau aku menciummu agar kamu diam?"

Apa-apaan ini, Sofia menggeleng gelengkan kepalanya cepat.

Lihat seringaiannya itu kembali di wajah tampannya, dia melepas tangannya dari mulut Sofia.

Tangannya turun ke pinggang, meraih sabuk pengaman dan mengaitkannya untuk Sofia.

Jantung oh jantung jangan sekarang batin Sofia berharap bahwa jantungnya tidak berdetak lebih cepat saat berada di dekat Adrian.

"Jangan berisik." katanya lagi, dia memejamkan mata, apa dia tidur beneran atau hanya tidur-tiduran. Entahlah.

Sofia memalingkan wajahnya, melempar pandangannya pada pemandangan di bawah sana.

Sofia tidak tahu alasan mana yang membuat jantungnya masih berdetak kencang seperti ini.

Apa karena laki-laki disampingnya ini atau tentang kemana pesawat ini akan membawanya.

Sofia menghela napas berat, inikah kisah hidupku?

"Apa yang kamu lihat di luar sana?" tanya Adrian.

"Demi Tuhan, kenapa anda selalu mengagetkanku dari tadi?"

"Kamu belum menjawab pertanyaanku." katanya santai.

Sofia memutar bola matanya malas "Anda bisa melihatnya sendiri." jawab Sofia ketus.

"Apa kamu akan menggunakan bibir manismu itu untuk menjawab pertanyaanku atau membalas ciumanku?"

Hah...kenapa dia bisa berubah semesum dan semenyebalkan seperti ini.

"Saya hanya melihat, bagaimana bangunan-bangunan dan segala pemandangan indah di bawah sana, lama-lama mengecil dan tidak terlihat sama sekali." jawab Sofia cepat.

"Jangan menggunakan bahasa formal kalau kita sedang berdua." ucap Adrian.

"Padahal aku berharap tadi kamu memilih opsiku yang kedua." lanjutnya dengan wajah pura-pura sedih.

Sofia mengabaikan ucapan Adrian, dan kembali menatap awan-awan putih.

"Lalu dimana letak bagusnya?" tanyanya lagi.

Sofia mengernyit bingung, dan melihat tanda kebingungan Sofia, ia kemudian berkata "Apa bagusnya melihat pemandangan di bawah itu perlahan-lahan lenyap?"

"Aku bilang sampai tidak terlihat bukannya lenyap." Sofia mengoreksinya langsung

Adrian hanya mengedikkan bahunya acuh.

Sofia menghela nafas pelan.

"Aku hanya menganggap, seandainya bangunan-bangunan dan pemandangan yang ada di bawah sana sama seperti sebuah masalah. Awalnya semuanya nampak jelas, namun saat kita makin tinggi semuanya terlihat makin mengecil dan perlahan lenyap."

"Jadi kamu setuju kalau aku menggunakan kata lenyap?" tanyanya dengan senyum kemenangan di wajahnya.

"Aku hanya menggunakan kata yang bisa kamu pahami." ucap Sofia kemudian.

"Ya ya aku lupa bicara dengan seorang ca.lon sarjana hukum." lanjutnya lagi.

"Sekarang aku atau kamu yang berisik?" tanya Sofia.

Adrian menatap Sofia lama, Sofia tidak bisa menebak apa yang ada pikirannya saat ini.

Sofia kembali mengalihkan pandangannya, melihat keluar jendela adalah hal yang selalu ia lakukan saat berada di dalam pesawat.

Sofia tidak mendengar suara Adrian lagi dan Sofiapun tidak berniat menoleh ke arahnya.

Sofia memejamkan mata, mencoba menahan seluruh emosi yang ada dalam dirinya.

Sofia mencoba mengumpulkan sisa kekuatan yang di milikinya.

aku akan baik-baik saja disana, aku pasti bisa melewati ini semua batinnya.

Tak berapa lama Sofia merasakan tangannya ada yang menyentuh.

Deg

Adrian mengaitkan jemari kekarnya di jemari tangan Sofia, lalu menggenggamnya erat, sangat erat.

Mereka terdiam, sama-sama menyandarkan kepala masing-masing ke belakang kursi.

Hanya tangan yang saling mengerat dan debaran jantung yang berdetak kencang. Sampai Sofia tidak sadar kapan ia terlelap.

***

Terimakasih vomentnya ya n luph u phul 😘

Folow IG : Dewie Sofia
Line : dewie.sofia

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top