13 // Siapakah Kamu?


Suasana Rose Cafe terlihat ramai, pengunjung datang silih berganti. Terlihat seorang gadis muda dengan senyum yang tak pernah pudar dari bibirnya. Meski lelah ia tetap berusaha memberikan pelayanan terbaiknya.

"Selamat datang" sapanya pada pengunjung yang baru saja memasuki cafe.

"Silahkan duduk nona, maaf mau pesan apa?" tanyanya ramah.

Pengunjung itu melihat ke sekeliling cafe dengan pandangan menilai, ia terlihat sangat cantik dengan dress berwarna merah terang yang membalut ketat pada tubuhnya yang langsing.

Pakaian yang terlalu berlebihan untuk siang hari batin Sofia.

"Bawakan makanan terbaik yang ada dicafe ini" katanya angkuh.

"Maaf nona, bisakah lebih spesifik lagi, karena kami memang selalu menyediakan yang terbaik" kata Sofia berusaha terdengar ramah dan dengan senyum di wajahnya meski ia dongkol dalam hati.

Wanita itu terlihat kesal dengan jawaban Sofia, tapi ia juga tidak mau menjadi pusat perhatian kalau tiba- tiba ia berteriak memarahi pelayan ini.

Dengan kesal gadis itu mengambil buku menu di hadapannya, dan memesan beberapa makanan yang di inginkannya.

Sofia mencatat pesanan gadis itu dan berjalan menuju ke arah dapur. "Ini pesanan meja nomor 8" Sofia menyerahkan daftar pesanan pada koki cafe.

"Di depan masih ramai?" tanya Rosa.

"Iya, ada pesanan yang sudah siap?" tanya Sofia.

"Tolong antarkan ini ke meja 21" ucap Rosa.

"Baik" Sofia langsung ke depan mengantar makanan yang sudah siap ke meja nomor 21.

Cafe yang tadi sangat ramai perlahan menjadi sepi, jam menunjukkan pukul sepuluh malam, di depan Sofia nampak sedang mengelap meja-meja makan yang telah ditinggalkan para pengunjung.

Minggu ini ia lembur menggantikan salah seorang temannya yang sedang pulang kampung.

"Akhirnya selesai juga" ucap Sofia sambil merentangkan kedua tangannya berusaha melemaskan otot-ototnya yang terasa kaku.

"Kerja yang bagus" ucap Rosa sambil melempar sebotol air mineral ke arahnya.

"Thanks."  Sofia menangkap botol itu kemudian menenggak isinya.

"Dodi sudah kau angkat semua kursi-kursi di depan" teriak Rosa pada Dodi salah satu rekan kerja mereka.

"Beres" teriak Dodik dari arah luar.

"Laki-laki itu menunggumu di depan" kata Rosa kemudian.

Sofia menghentikan gerakannya dari merapikan barang-barangnya.

"Apapun masalah kalian sebaiknya di bicarakan" kata Rosa menasehati, karena beberapa hari ini ia melihat ada yang berbeda pada diri Sofia, mungkin masalahnya ada disana pikirnya.

"Nggak ada lagi yang harus kami bicarakan, karena memang tidak ada apa-apa diantara kami" jawab Sofia datar.

"Tapi dia tidak berpikiran sama denganmu."

Sofia menghela nafasnya kasar "Baiklah, tidak ada cara lain, aku akan bicara padanya" kata Sofia kemudian.

Sofia melangkah keluar cafe, ia sudah menelpon taxi sebelumnya karena bus terakhir pasti sudah lewat.

"Sofia tunggu," Adrian yang melihat Sofia keluar dari pintu cafe langsung memanggilnya.

Sofia menghentikan langkahnya, ia berbalik dan langsung bertatapan dengan Adrian. Laki-laki yang sudah mengacaukan hidupnya hanya dalam beberapa minggu.

"Kita harus bicara" kata Adrian dengan tatapan memohon.

"Waktumu hanya lima menit" kata Sofia dengan suara yang datar dan tanpa ekspresi.

"Aku minta maaf atas apa yang ku perbuat dan ku katakan padamu waktu itu."

Sofia tertawa hambar. "Orang sombong sepertimu tidak akan pernah mengharap maaf dari orang lain" ucap Sofia memberi jeda pada ucapannya. "Apalagi dari seorang perempuan sepertiku, bukankah itu aneh?" ucap Sofia.

"Kumohon jangan berkata seperti itu, aku benar-benar minta maaf."

Tentu saja Adrian tahu apa maksud Sofia dengan mengatakan dirinya perempuan seperti itu.

"Waktumu habis."

"Tidak, jangan pergi dulu, kumohon" kata Adrian menarik lengan Sofia yang sudah mau meninggalkannya.

Sofia menarik tangannya kasar. "Kamu," ucap Sofia sambil menahan amarah yang mulai menguasainya.

Sofia menarik nafasnya pelan kemudian berkata. "Anggap apa yang sudah kamu lakukan padaku itu sebagai imbalan atas pertolonganmu waktu itu."

"Satu hal lagi, kamu atau siapapun tidak akan pernah bisa mengacaukan hidupku. Jadi, menjauh dari kehidupanku" kata Sofia tegas dengan tatapan tajam pada Adrian.

Adrian hanya diam mematung di tempatnya, tidak menyangka dengan apa yang di katakan Sofia padanya, baru kali ini ia merasa sangat bersalah dan terintimidasi dengan tatapan seorang gadis.

Adrian sangat menyesal, hari itu ia merasa sangat cemburu melihat kedekatan Sofia dengan seorang laki- laki muda di sebuah mall.

Adrian kebetulan ada disana dan melihat Sofia dengan beberapa temannya, ia bahkan mengikuti mobil mereka seperti seorang stalker.

Kecemburuannya makin tidak terkendali saat melihat laki-laki itu menarik tangan Sofia dan membuat posisi mereka sangat dekat, sampai akhirnya ia melakukan hal itu.

Ini semua gara-gara pemikiran konyol Alan, ia sedikit terpengaruh dengan ucapan Alan.

Brengsek makinya dalam hati.

Adrian melajukan mobilnya dengan kencang, menekan-nekan klakson dengan asal saat ada pengendara lain yang berusaha mendahuluinya.

Ia memasuki club dengan perasaan yang kacau dan langsung menuju meja bartender.

"Berikan vodka terbaik yang lo punya."

"Lo sendirian?" tanya Billy
sambil menyerahkan segelas minuman beralkohol itu pada Adrian.

Adrian langsung mengambilnya dan menghabiskanya dalam sekali teguk

"Lo baik-baik saja?" tanya Billy heran melihat kondisi Adrian yang terlihat kacau.

"Kenapa gue harus tidak baik-baik saja?" ucap Adrian ketus.

"Tambahkan lagi." ucap Adrian menyodorkan gelasnya yang kosong.

Seorang wanita dengan pakaian yang sangat seksi menghampirinya.

"Butuh teman tampan," katanya dengan suara yang sangat seksi dan sedikit mendesah ditelinga Adrian.

Adrian meminum habis gelas keduanya, ia membiarkan wanita jalang itu menyentuh tubuhnya, memberinya rangsangan-rangsangan yang membuat dirinya menegang.

Wanita jalang itu bahkan sudah berani mencium bibirnya dengan penuh nafsu.

Mereka berciuman dengan sangat dalam, saling memagut dan mencecap rasa masing masing, bahkan wanita jalang itu sudah berada dipangkuannya. Pikirannya kacau dan ia butuh pelampiasan.

Di tengah-tengah cumbuannya tiba- tiba seseorang datang dan langsung menarik tubuh Adrian menjauh dari wanita jalang itu.

"Dasar brengsek," kata orang itu yang langsung melayangkan tinjunya ke wajah Adrian.

Adrian yang menerima pukulan tiba- tiba itu langsung tersungkur ke lantai.

Namun ia segera bangkit, melihat siapa yang sudah mengganggu kegiatannya dan berani memukulnya.

"Dasar bocah tengik," kata Adrian dan langsung melayangkan tinjunya.

Perkelahianpun terjadi, tidak ada yang berusaha melerai karena mereka menjadi tontonan gratis, pukulan demi pukulan tak terelakkan lagi.

Sampai akhirnya Billy melerai mereka, ia menahan tubuh Adrian yang hendak menghajar lawannya kembali.

Mereka diseret keluar dari club oleh Billy dan dibantu security club yang di ikuti teriakan pengunjung lainnya karena tontonan mereka berakhir.

Diluar club pun dengan masih dipegang oleh security dan Billy mereka masih berusaha untuk saling memukul kembali.

Hingga tiba-tiba sebuah mobil polisi yang sedang berpatroli berhenti di depan mereka.

Sialan umpat mereka dalam hati.

Sungguh hari yang sangat buruk untuk Adrian. Mereka dibawa ke pos polisi terdekat.

"Ada yang bisa menjelaskan apa yang terjadi?" tanya polisi yang membawa mereka tadi.

"Tidak ada." jawab mereka serempak, mereka saling memandang dengan tatapan saling membunuh.

"Apa kalian akan melanjutkannya disini?" tanya polisi itu lagi.

"Sebaiknya kalian menghubungi pengacara atau keluarga terdekat kalian secepatnya, kalau kalian tidak ingin menginap disini."

***

I took a pill in ibiza
To show avicii i was cool
And when i finally got sober
Felt 10 years older
But fuck it, it was something to do

Alunan lagu Conor Maynard terus saja bernyanyi dari ponsel Sofia.

Sofia melirik jam dindingnya pukul 01.00 dini hari, siapa yang menelponnya jam segini, ia meraih ponselnya malas.

Dion is calling.

Sofia bangun dari tidurnya.

"Ha..lo," ucap Sofia dengan suara serak khas bangun tidur.

[.......]

"Apa," teriaknya kaget, hilang sudah rasa kantuknya tadi.

[.......]

"Ok, gue kesana sekarang."

"Apa yang lo lakuin dion, ya Tuhan," ucap Sofia menggerutu sambil melangkah ke kamar mandi.

"Jam 01.00 pagi gue harus mandi, dasar Dion brengsek." umpatnya lagi.

Sofia mengenakan dress selutut berwarna biru muda tanpa lengan favoritnya, memperlihatkan lengannya yang putih mulus.

Rambutnya ia ikat asal dan membiarkan beberapa helai menjuntai keluar dari ikatannya, memoles wajahnya dengan sedikit make up dan lipstick ringan dengan warna nude.

Memakai sepatu loubuttinnya yang tingginya hampir 7 cm, ia meraih tas channelnya yang berwarna senada dengan lipsticknya. Semuanya di dapatnya dengan susah payah, dan selalu berguna untuk hal-hal seperti ini.

Taxi sudah datang didepan rumahnya, ia melangkah keluar, memberi alamat pada sopir taxi.

Tidak sampai dua puluh menit menit ia sudah tiba ditempat yang Dion sebutkan tadi.

Kantor Polisi.

Ya tadi Dion menghubunginya untuk menjemputnya dikantor polisi karena terlibat perkelahian.

Karena itu ia berpenampilan cukup berlebihan menurutnya, tapi ia harus terlihat berkelas dan meyakinkan didepan polisi supaya tidak diremehkan.

Dengan langkah yang angkuh ia masuk kedalam kantor polisi, suasana didalamnya tidak ramai karena sudah dini hari, hanya beberapa petugas piket yang terlihat.

"Selamat malam Pak." sapa Sofia pada seorang polisi yang ia temui.

"Ada yang bisa saya bantu nona?" kata polisi itu dengan tatapan lapar melihat seorang gadis cantik didepannya ditengah malam begini.

"Kekasihku menghubungiku agar aku menjemputnya disini."

"Kau pasti salah satu kekasih dari mereka yang berkelahi di club itu?" jawabnya.

"Bisa tolong antar aku kesana?" tanya Sofia dengan suaranya yang halus.

Polisi itu memberi isyarat agar mengikutinya, ditengah ruangan ada sebuah meja dan sebuah kursi panjang disampingnya.

Laki-laki yang sedang duduk dikursi itu melihat kedatangan Sofia dengan pandangan takjub.

"Selamat malam Pak, maaf tapi tadi kekasihku menhubungiku agar aku menjemputnya disini. Apakah aku bisa bertemu dengannya?" tanya Sofia tanpa basa basi.

"Tentu saja, keluarkan mereka." instruksi polisi itu.

"Kalian duduklah
disini." kata polisi itu pada dua orang yang dibawa oleh seorang polisi ditengah-tengahnya.

Sofia membalikkan badannya melihat sahabatnya yang baru dikeluarkan dari tahanan.

Deg.

Jantung Sofia seakan mau lompat dari tempatnya, ia tak percaya dengan sosok yang ada didepannya.

Begitu juga dengan laki-laki didepannya itu, wajahnya tidak kalah terkejut dengan dirinya.

Laki-laki ini, bagaimana bisa ada disini? kenapa Dion berkelahi dengannya? apa mereka saling mengenal?

Pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam benaknya, tapi ia segera tersadar, ia merubah wajah terkejutnya dengan raut wajah datar dan tatapan dingin.

Sofia melangkah menghampiri Dion.

"Gimana keadaan lo?" tanya Sofia khawatir melihat wajah Dion yang babak belur.

"Gue baik baik aja." jawab Dion, lalu ia meringis saat Sofia menekan luka diwajahnya agak keras. "Awww," Dion meringis memegang wajahnya.

"Itu yang lo bilang baik-baik aja, sebaiknya lo punya penjelasan yang masuk akal tentang ini."

"Maaf nona tadi kekasih anda dan Pak Adrian sudah sepakat untuk tidak melanjutkan kasus ini, mereka setuju untuk menandatangani surat perdamaian." kata polisi itu menerangkan.

"Tentu saja Pak, aku rasa mereka memang harus berdamai." kata Sofia.

"Kalian berdua silahkan menandatangani surat ini, dan kalau kalian mengulanginya maka kalian harus menginap lebih lama disini."

"Jangan khawatir pak saya akan memastikan saudara saya ini tidak akan mengulanginya lagi." kata Alan menegaskan.

Laki-laki yang duduk dikursi panjang yang menatap Sofia dengan pandangan takjub sejak datang itu adalah Alan.

"Aku juga akan memastikan hal yang sama." sahut Sofia kemudian dengan suara yang tegas.

Adrian tidak mengatakan apapun sedari tadi, ia masih terdiam, terus menatap Sofia tajam.

Ia sedang berusaha menahan amarahnya, hatinya memanas melihat gadis didepannya ini dengan dandanan yang tidak pernah ia lihat sebelumnya dan apa tadi dia bilang, bocah tengik ini kekasihya?

Siapa kamu Sofia Aruna? tanyanya dalam hati.

Alan menyadari tatapan Adrian yang tidak lepas dari gadis itu. Tatapan yang sangat dikenal Alan dan sudah tidak pernah ia lihat lagi di wajah Adrian.

"Tanda tangani dan segera kita pergi dari sini." bisik Alan.

***

Ok guys, moga bogemannya dion  gak ngerusak ketampanannya bang adrian ya 😄

Luph u phul 😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top