12 // Cemburu


Adrian melangkahkan kakinya di Hadinata Company. Ketampanannya memancar dalam balutan jas hitam yang dipakainya, setiap karyawan yang berpapasan dengannya menunduk dan memberi hormat padanya.

Sebagai CEO Hadinata Company ia terkenal bertangan dingin, ia tidak akan membiarkan siapa saja berusaha mencuranginya.

Waktu mengajarnya sebagai dosen terbang hanya digunakan dua sampai tiga hari dalam seminggu.

Namun keadaan di kantor membuatnya harus bekerja extra di rumah. Seandainya ia tidak ditunjuk menjadi ketua panitia seminar nanti, tentu ia bisa meninggalkan kampus untuk beberapa waktu.

"Selamat pagi Pak," sapa Santi sekretarisnya yang dengan senantiasa membantunya menghandle Perusahaan bersama Alan.

"Pagi, sudah kau siapkan materi meeting nanti?"

"Semua sudah siap pak, materi pokoknya sudah saya siapkan di meja, Bapak bisa mempelajarinya sebentar sebelum meeting dimulai."

"Kau boleh keluar, panggil aku kalau meetingnya akan dimulai." ucap Adrian.

"Baik Pak." kata Santi keluar dari ruangannya.

Adrian membuka materi meeting di depannya, dahinya berkerut tidak jelas dan sesekali mengangguk.

"Serius sekali bro." ucap Alan masuk ke dalam ruangan Adrian.

"Gue lihat tidak ada yang salah dengan penawaran ini, kenapa Smith Corps tidak mau bekerja sama dengan kita?" tanya Adrian langsung.

"Santi akan menjelaskannya di meeting nanti." Alan memberi jeda pada ucapannya. "Lo kemana aja satu minggu ini?" tanya Alan kemudian.

"Gak kemana-mana." jawab Adrian tak acuh.

"Oh ya, gue gak tahu, kalau lo punya kembaran?"

Adrian menaikkan alisnya sebelah seolah sedang berpikir, kemudian memandang Alan dengan pandangan bertanya.

"Gue liat seseorang yang mirip sama lo, sedang makan malam di restoran jepang." kata Alan pura-pura bingung.

"Sialan lo."

Alan terkekeh pelan. "Siapa gadis itu? Lo mengencani salah satu mahasiswi lo?" tanya Alan.

"Dia bukan mahasiswi gue."

"Lalu? ayolah A cerita sama gue, dia terlihat muda dan cantik." ucap Alan.

Adrian hanya tersenyum menyeringai.

"Sepertinya dia gadis yang spesial, lo terlihat sangat bahagia dan lo tertawa terbahak-bahak di restoran yang ramai, its not you brother."

"Dia memang spesial." jawab Adrian singkat, pikirannya pun teralih pada Sofia.

Apa yang di lakukannya sekarang? Sejak kejadian itu mereka hanya berkirim pesan dan sesekali menelpon, Adrian yang menelpon tepatnya.

Ia mengambil ponselnya, ia terlihat seperti sedang mengetik sesuatu.
Adrian sangat merindukan Sofia, Ia tidak tahu kenapa reaksi tubuhnya begitu berlebihan jika berada di dekatnya.

Adrian bahkan tidak bisa membayangkan apa yang akan dilakukannya jika saat itu ia tidak segera menarik dirinya.

Adrian bukanlah laki-laki suci, ia juga sama brengseknya dengan Alan, keluar masuk club dan berakhir dengan wanita jalang ditempat tidurnya.

Tapi ia berhenti sejak ia mulai mencintai seseorang, hingga suatu saat orang yang di cintainya menghancurkan segalanya, ia bahkan menjadi lebih dari sekedar brengsek, ia menjadi sangat tertutup, dingin dan kejam pada orang-orang disekitarnya, ia menjadi gila kerja.

Melihat keadaannya yang seperti itu akhirnya profesor Adam Hadinata pemilik Universitas Jaya Sakti yang tak lain adalah pamannya dan juga ayah dari Harland Nicholas Hadinata alias Alan menawarkannya untuk mengajar di sana sesekali, dan ternyata ia menyukainya sampai sekarang.

Sofia. Gadis ini sepertinya akan mengubah kehidupan gue pikirnya.

"Melamunkan gadis itu heh?" goda Alan. "Apa lo sudah melakukannya?" tanya Alan penasaran.

"Bersihkan otak kotor lo itu, sebelum lo mencemari meeting nanti." kata Adrian, tahu apa yang ada dipikiran sahabatnya itu.

"Jangan bilang kalau lo,"

"Damn, you fall in love with her. Gue akan cari tahu tentang gadis itu." ucap Alan bersemangat.

"Jangan coba-coba mengusiknya." ancam Adrian.

"Oh, i'm scared. Lo yang buat gue gak ada pilihan A."

"Dia bekerja di cafe." ucap Adrian akhirnya.

"Hm." Dehem Alan.

"Rose Cafe."

"Aha Rose Cafe, apa dia pemiliknya?" ucap Alan antusias. Jadi ini alasan Adrian mengajaknya makan disana waktu itu.

"Dia pelayan disana."

"What?" Alan membelalakkan matanya tak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Lo yakin dia bukan,.."
Alan menggantung perkataannnya agak ragu mengucapkannya, melihat Adrian yang sepertinya serius dengan gadis itu.

"Bukan apa?" tanya Adrian.

"Well, maksud gue apa dia gadis baik- baik? Lo tahu sendiri, sebagian besar wanita yang bekerja di cafe itu seperti apa. mereka suka laki-laki kaya dan tampan seperti kita." kata Alan serius.

"Curhat heh?" goda Adrian.

Alan memutar bola matanya malas.

"Dia bukan gadis seperti itu." jawab Adrian yakin.

Pintu ruangan terbuka, "Maaf pak meeting akan segera dimulai, semua kepala divisi sudah siap."

Adrian menganggukkan kepalanya kemudian melangkah keluar, tak lupa ia membawa materi ditangannya meninggalkan Alan begitu saja.

"Lo hutang banyak penjelasan sama gue." ucap Alan kemudian mengikuti Adrian ke ruang meeting.

***

"Bagaimana ini, dasar nenek lampir." umpat Dion.

"Sakit Fi," seru Dion mengusap kepalanya yang kena timpukan buku KUHAP oleh Sofia, bukunya sih kecil tapi kan tebal juga.

"Jaga tu omongan, dosen di kata- katain." ucap Sofia sebal .

"Wajar lah Fi, gila apa nyuruh kita bikin essay tentang filsafat hukum, 100 halaman." serunya.

"Gue bisa beneran gila kayak tu dosen." Omelnya lagi sambil mengacak-ngacak rambutnya frustasi.

"Ssst lo berisik banget, entar tu dosen denger, terus lo di suruh bikin 200 halaman, mau?" kata Sofia menakut-nakuti Dion.

Dion begidik ngeri membayangkannya, kemudian ia menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri.

Sofia terkekeh geli melihatnya, drrrttt drrttttt ponselnya bergetar.

From : Adrian

I Miss You

Sofia melongo melihat isi pesan itu, seketika pipinya merona merah ia juga ingat ciuman Adrian waktu itu.

Sofia masih bertanya-tanya apa maksud Adrian menciumnya dan mengiriminya pesan seperti ini. Untung Dion masih mengoceh jadi ia tidak melihat wajahnya yang memerah.

Sofia buru-buru memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas, tanpa membalas pesan itu.

Mereka sedang berada di dalam kantin untuk makan siang, dan tak lama kemudian seorang gadis terlihat menghampiri mejanya.

"Hai, sory gue kelamaan." ucap Sandra yang langsung bergabung, ia mengambil orange jus milik Dion dan langsung menenggaknya sampai habis.

"Sasan itu punya gue," teriak Dion.

" heeeee."cengir Sandra .

"Kenapa lo telat?" tanya Dion akhirnya.

"Dosen ganteng gue gak masuk, jadi gue diberi tugas seabrek."

Sofia dan Dion saling memandang, mereka geleng-geleng kepala, Sandra memang suka eror kalau didekat cowok ganteng.

"Ganteng si ganteng tapi dia sangat dingin dan kejam, kita tu ditugasin ngumpulin puisi-puisi diacara radio universitas selama 1 bulan terakhir ini."

"Ada apa sih sama dosen-dosen ini, arrgghhh." teriak Dion frustasi, ingat essaynya yang 100 halaman.

"Kenapa lo nggak rayu aja dosen lo, bukannya lo ahlinya" kata Dion kemudian.

Plaakk.

"What the hell Fi," sahut Dion mengusap kepalanya, lagi-lagi dia kena timpukan buku KUHAP milik Sofia.

"Lo ajarin Sandra jadi cewek penggoda, begitu," kata Sofia marah.

"Namanya juga usaha." kata Dion membela diri.

"Trus kenapa lo nggak goda Bu Lia aja biar essay lo dapet diskon." kata Sofia.

"Yang bener aja lo Fi, masak lo nyuruh gue goda dosen keriput kayak gitu, o...gah" kata Dion ngeri.

"Kan usaha." ucap Sofia sinis.

"Gue udah coba kok." kata Sandra santai.

"Apa?" tanya Sofia dan Dion serempak.

"Tapi gak berhasil." kata Sandra.

"Dia itu laki-laki yang dingin, cuek, tanpa ekspresi, dan kadang suka kejam kalau ngasi tugas." kata Sandra

"Gue pikir nih ya mungkin dia itu gay." ucap Sandra kemudian.

"Sudah, jangan ngaco." kata Sofia menghentikan pembicaraan yang mulai tidak jelas menurutnya.

"Jangan pernah ngelakuin hal-hal yang aneh, ok."

"Yes mam," sahut Sandra sambil cengar cengir.

"Sebelum ngerjain tugas-tugas sialan ini, bagaimana kalau kita ngemall?" ajak Sandra semangat.

"Okey." sahut Sofia dan Dion bersamaan, mereka butuh refreshing.

Mereka bertiga tiba di sebuah mall terbesar di Jakarta, mereka masuk ke Gramedia terlebih dahulu, mencari tambahan referensi untuk tugas essaynya.

Setelah dari Gramedia, mereka memutuskan untuk menonton film.

"Lo gak kerja hari ini Fi?" tanya Dion sambil mengunyah popcorn jagung di tangannya.

"Gue udah ijin sama pak bos." ucap Sofia. Mereka berbincang ditengah acara menontonnya, film yang ditontonnya tentang drama percintaan dan yang ada actionnya karena itulah Dion tidak protes.

Selesai menonton mereka memutuskan untuk makan malam disalah satu restoran fast food sebelum pulang.

"Hai..." seorang laki-laki tampan mendekati meja mereka.

Dion langsung menaikkan alisnya, ia merasa tidak mengenal laki-laki ini, dia tidak mungkin teman Sofia karena mereka satu kampus, apa dia teman kampusnya Sandra tebaknya dalam hati.

"Oh hai A.lit." ucap Sandra kemudian.

"Senangnya lo masih inget gue, hai Sofia." katanya langsung duduk disamping Sofia.

"Oh...hai." ucap Sofia masih sedikit terkejut melihat Alit yang tiba-tiba duduk didekatnya.

"Lo teman kampusnya Sandra?" tanya Dion dengan tatapan menyelidik.

"Kenalin, gue Alit Dwitya Pratama." katanya mengenalkan dirinya.

Alit menjabat tangan Dion ramah.

"Gue sahabatnya James sejak SMA, James yang sekampus sama Sandra, kami berkenalan di partynya james di club beberapa waktu yang lalu." jelas Alit santai.

Ia tidak tahu kalau Sofia dan Sandra sedang menarik napas cemas, mereka saling pandang, menunggu reaksi Dion selanjutnya, sekarang kebohongan mereka akan terbongkar.

"Kalian harus jelasin ini nanti." kata Dion serius menatap tajam ke arah kedua sahabatnya.

"Ada apa?" ucap Alit heran dengan ucapan Dion.

"Gak ada apa-apa, lo gak makan?" tanya Dion basa-basi pada Alit, suaranya terdengar berat menahan amarah.

"Kalian saja." ucap Alit kemudian.

Mereka mulai menyantap makanannya, awalnya suasana menjadi canggung, untungnya Alit orang yang ramah dan asyik jadi makan malam mereka sedikit lebih santai.

Dan sepertinya Alit kelewat ramah sampai entah ia sadar atau tidak beberapa kali ia meletakkan lengannya dibahu Sofia sambil tertawa lepas karena candaan mereka, bahkan tanpa ragu ia mengambilkan Sofia air minum.

Tanpa mereka sadari, seseorang menatap mereka dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan. Rahangnya mengeras, tangannya mengepal kuat menahan kemarahannya.

"Kita pulang." ajak Dion setelah selesai makan malam.

"Lo pulang kemana Sofia?" tanya Alit.

"Jalan sudirman." ucap Sofia.

"Oh kita searah, lo bareng gue aja." ajak Alit.

"Nggak usah, gue bareng mereka kok." tolak Sofia halus.

Ponsel Sandra berbunyi. "bunda is calling"

"Hallo bunda." jawab Sandra.

"Apa, i..iya bun Sandra pulang sekarang."

"Dion anter gue cepetan ya, bunda gue udah ada di apartemen." kata Sandra.

"Sofia biar gue yang anter." kata Alit cepat.

"Lo gak apa-apa pulang bareng Alit?" tanya Dion yang di balas anggukan kepala oleh Sofia.

"Ok kita balik dulu, telpon gue kalau sudah sampai di rumah." kata Dion.

"Maaf ya." kata Sandra dengan wajah bersalahnya ke arah Sofia, arah kontrakannya memang berbeda dengan apartemen Sandra.

"Udah sono gak papa, sampein salam gue buat bunda ya." kata Sofia.

"Pasti, see you tomorrow." ucap Sandra meninggalkan Sofia dan Alit, diikuti Dion di belakangnya.

"Titip sahabat gue ya, awas kalau lo macem-macem." ancam Dion sebelum pergi.

"Don't worry bro," kata Alit santai sambil tertawa.

Kini Sofia dan Alit sudah berada didalam BMW hitam milik Alit.

Alit yang memang sangat ramah supel dan kocak sangat pandai mencari bahan obrolan, sepanjang perjalanan mereka sesekali tertawa mendengar lelucon-lelucon yang Alit lontarkan.

Mereka tidak sadar kalau sebuah mobil mengikuti mereka sejak keluar dari parkiran mall.

Mobil Alit berhenti didepan rumah mungil Sofia, Alit keluar lebih dahulu kemudian membukakan Sofia pintu mobilnya.

"Silahkan princess." kata Alit sambil membungkukkan badannya.

Sofia hanya tertawa geli melihat kekonyolan Alit.

"Terima kasih ya, lo udah anter gue pulang."

"Its ok, Gue seneng banget bisa ketemu lo lagi."

"Selamat malam." ucap Sofia berbalik hendak masuk kedalam rumahnya.

Tangan Sofia sudah berada di gerbangnya, tapi tiba-tiba Alit menarik lengannya.

"Tunggu dulu,"

"Ada apa?" tanya Sofia sambil berusaha melepaskan tangannya yang mulai terasa sakit.

Alit sepertinya tidak mendengar perkataan Sofia, ia masih mencengkram tangan Sofia erat.

"Gue," belum selesai dengan ucapannya tiba-tiba terdengar suara yang cukup keras.

"Lepaskan tanganmu brengsek" sebuah pukulan melayang ke wajah Alit, kejadiannya begitu cepat.

Alit langsung tersungkur ketanah, ia memegang sudut bibirnya yang berdarah dan perih akibat pukulan tiba-tiba itu, ia bangkit kemudian melepaskan tendangannya ke perut laki-laki yang sudah menghajarnya.

"Adrian," seru Sofia, ia kaget melihat Adrianlah laki-laki yang sudah menghajar Alit.

"Hentikan, hentikan." Sofia melerai keduanya.

"Sialan, siapa lo beraninya mukulin gue hah." teriak Alit.

"Jangan pernah menyentuhnya lagi, atau lo bakal menyesal" kata Adrian dengan mata yang sudah menggelap menahan amarah yang luar biasa

"Memangnya lo siapa hah?"

"Gue pacarnya." kata Adrian penuh penekanan.

Sofia kaget mendengar ucapan Adrian.

"Kita belum selesai." kata Alit meludah ke tanah kemudian pergi melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

"Apa yang kamu lakukan?" katanya berbalik kehadapan Sofia.

"Apa maksudmu?" kata Sofia dengan suara bergetar, Adrian menatapnya tajam, kilatan emosi sangat terpancar dimatanya.

Sofia ketakutan karena ini pertama kalinya laki-laki menyebalkan ini tampak menyeramkan di depannya.

Adrian terus mendekati Sofia, menarik gadis itu kedalam pelukannya, ia memeluk erat pinggang ramping Sofia.

"Kamu tidak ada di cafe." ucap Adrian mengelus pipi Sofia.

"Kamu tidak membalas pesanku." ucapnya lagi sambil menyelipkan anak rambut gadis itu ke belakang telinganya.

"Dan kamu mematikan ponselmu." Adrian bicara tanpa henti, dengan nada suaranya yang dingin dan penuh amarah.

"Apa.mak.sud.mu?" tanya Sofia dengan nafas tercekat, wajah mereka sangat dekat.

Tanpa aba-aba Adrian langsung mencium bibir Sofia kasar, mencoba melumat bibir merah yang di rapatkan oleh si pemilik.

Adrian tidak menyerah, ia menggigit bibir bawah Sofia yang membuat Sofia meringis sakit.

Adrian tak menyia-nyiakannya, ia langsung memasukkan lidahnya, mengeksplor seluruh bibir bagian dalam Sofia.

Sofia berusaha memberontak, tapi tangannya terkunci oleh tangan kekarnya.

Akhirnya Sofia berhenti memberontak. Ia menikmati ciuman panas itu, entah berapa lama mereka berciuman, saling memagut sampai akhirnya Adrian melepaskan ciumannya saat merasa sudah kehabisan oksigen.

Mereka menghirup udara sebanyak banyaknya.

Jantung mereka berpacu sangat cepat, ia tidak tahu kenapa dirinya terbuai oleh ciuman Adrian, merasakan ciumannya yang menuntut dan penuh emosi.

"Apa ini yang kamu lakukan, saat kamu tidak bekerja?"

Deg deg deg

Jantung Sofia berdetak lebih kencang, ia tak tahu kemana arah pembicaraan Adrian.

"Berapa?"

"Maksudmu?" ucap Sofia.

"Incaranmu berkelas juga, laki-laki muda, tampan dan BMW." kata Adrian dengan suaranya yang dingin dan sangat mengejek.

Sofia membelalakkan matanya, sungguh tidak menyangka apa yang keluar dari mulut Adrian.

"Aku akan memberikan apapun yang kamu inginkan, kamu hanya mi.lik.ku" kata Adrian penuh penekanan.

Plaaaakkk

Sebuah tamparan mendarat di pipi Adrian

"Kamu brengsek." teriak Sofia dengan amarah yang yang tak kalah besarnya.

Ia berlari, membuka pintu rumahnya kemudian cepat-cepat menguncinya lagi, ia mencabut kunci itu dan langsung masuk kedalam kamarnya.

Dadanya terasa sesak, ia kesulitan bernapas, ia menepuk-nepuk dadanya keras, lagi ia menangis, air matanya mengalir tanpa mau berhenti.

Hatinya hancur, kenapa semua ini terjadi saat ia mulai merasakan perasaan itu lagi, apakah nasibnya selalu sekejam ini, merasakan cinta dan hancur di waktu yang sama.

Aku membencimu Adrian...
Aku membencimu...

***

Sebenarnya ini sudah di revisi di word tapi karna signal lagi marah2an sama aku jadi aku publish lewat ponsel aja, maafkan typo n luph u phul 😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top