Bab 1- Mister Wellington
Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.
IG @Benitobonita
Mansion tempat kediaman Duke of Bolton yang terletak di daerah Winchester sangat megah. Sebuah halaman yang dipenuhi beraneka bunga yang mengeluarkan berbagai aroma yang menambah kesegaran udara mengelilingi tempat itu.
Bangunan itu memiliki warna dinding merah dengan banyak jendela pada setiap kamar. Pada sisi kanannya, terdapat jalur menuju bagian belakang rumah, tempat istal dan kandang beberapa hewan ternak berada.
Daniel Wellington mengetuk lantai kereta kuda miliknya menggunakan tongkat jalan sehingga kusir menghentikan laju kendaraan tepat pada depan mansion.
Mengibas pakaian dengan sarung tangan putih yang terpaksa dia gunakan, pria berambut hitam sebahu itu menghela napas, bersyukur tidak harus menggunakan bedak putih untuk menutupi warna rambutnya. Dia tidak menyukai berbagai atribut yang harus dia gunakan setiap kali harus bertemu dengan para bangsawan. Pergaulan mereka lebih sering dihabiskan hanya dengan berpesta hampir setiap malamnya dan para wanitanya tidak pernah mengangkat tangan untuk bekerja.
Namun, dia menyukai sifat mereka yang mudah mengalirkan dana dalam bentuk investasi kepadanya, walau tentu saja, pria itu akan mengembalikannya dalam jumlah berkali-kali lipat.
Seorang pelayan membuka pintu kereta. Turun dari kendaraan beroda empat yang ditarik oleh dua ekor kuda terbaiknya, Daniel melangkah masuk ke dalam bangunan tanpa perlu menunggu.
Para pelayan sudah mengenal salah satu tamu kesukaan sang Duke itu. Dalam usianya yang kedua puluh lima tahun, pria itu telah memiliki kekayaan setara dengan seorang Earl. Perusahaan pelayaran yang diwariskan oleh ayahnya yang seorang pedagang telah mengantarkan pria itu ke jenjang sosial yang lebih tinggi.
"Selamat pagi, Mister Wellington," sapa seorang pelayan pria paruh baya yang bertugas untuk menyambut kedatangan para tamu.
"Pagi, Larry," jawab Daniel, melepaskan topi tinggi yang harus dia kenakan dalam perjalanan lalu menyerahkan benda itu bersama tongkat jalannya kepada sang pelayan. "Apakah Duke sudah bangun?"
"Duke biasanya baru bangun saat tengah hari, tetapi khusus hari ini, beliau sudah menunggu Mister di ruang kerja."
Daniel tersenyum tipis, Duke of Bolton, seorang pria yang menyenangkan. Wawasan rekan bisnisnya sangat luas, mereka menghabiskan banyak waktu untuk membicarakan berbagai peluang bisnis yang dapat diperoleh.
"Kalau demikian, saya akan segera menemuinya," balas Daniel yang di balas dengan bungkukan kecil, sebagai tanda hormat oleh pria tua itu.
Berjalan santai, pria itu melewati lorong yang di sisi kirinya terdapat pintu-pintu kamar. Mata hitamnya mengamati berbagai lukisan yang terpajang pada dinding di sisi kanan.
Beberapa lukisan yang menggambarkan sang pemilik rumah berjajar rapi. Charles Paulet yang saat ini berusia 39 tahun, telah menikah untuk yang ketiga kali. Itu berarti beberapa perubahan juga terjadi pada lukisan keluarga yang dilihat oleh Daniel.
Membiarkan pikirannya berkelana, pria itu tidak menyadari bahwa tepat di depannya ada seorang gadis berusia 18 tahun yang baru saja keluar dari salah satu ruangan. Tidak membutuhkan waktu lama, tubuh mereka berbenturan, dan perempuan itu terjungkal ke belakang.
Terkejut, Daniel segera menangkap lengan gadis itu. "Ma-maaf, saya tidak sengaja," ucapnya spontan.
Napas pria itu tercekat saat melihat sosok perempuan muda yang baru saja ditabrak olehnya. Rambut panjang kuning keemasan dengan mata berwarna biru langit, hidung yang mancung juga bentuk wajah oval milik gadis itu, membuat Daniel terpesona.
"Lepaskan tanganku," balas perempuan itu, menatap dingin kepada Daniel yang masih mematung.
Mengerjapkan mata, Daniel mengikuti keinginan gadis itu. "Maafkan, saya."
Namun, perempuan itu sepertinya tidak berniat beramah tamah. Mendongak, agar dapat menatap langsung manik hitam Daniel, dia berkata, "Sir, tolong menepi, Anda menghalangi jalan."
Merasa bersalah, Daniel segera merapatkan punggung ke dinding hingga perempuan itu dapat melangkah pergi.
Daniel bahkan baru menyadari bahwa dia menahan napas setelah beberapa saat lamanya. Mengambil udara banyak-banyak untuk mengisi paru-paru, dia kembali melangkah sambil mengelengkan kepala.
Langkah pria itu berhenti di depan ruang kerja Duke of Bolton yang terletak dekat dengan tangga menuju lantai dua. Kembali merapikan pakaian berlebihan yang dia kenakan, Daniel mengetuk pelan pintu.
"Masuklah!" terdengar suara seorang pria dari dalam.
Membuka dan mendorong pintu, Daniel masuk ke dalam ruangan berbau cerutu. Tempat Duke menghabiskan waktunya untuk bekerja.
Sebuah karpet tebal berwarna merah yang berada di bawah satu set sofa berada di tengah ruangan. Beberapa rak berjajar menempel di dinding, berisi berbagai jenis buku. Sebuah lemari kaca berisi berbagai minuman keras terletak di dekat jendela yang mengarah ke halaman dan meja kerja terbuat dari bahan kayu terbaik, berada di sisi lain jendela.
Seorang pria gemuk, berpenampilan bangsawan, dengan rambut panjang yang telah dibedaki, sesuai dengan fashion saat ini, berdiri dari kursi kerja, dan tersenyum lebar menyambut Daniel.
"Daniel, saya telah menunggumu," sapanya ceria, melangkah menuju lemari berisi minuman. "Tutup pintu dan duduklah, minuman apa yang kau inginkan? Bagaimana perjalananmu? Apa kau berencana menginap di sini?"
Senyum di bibir pria itu kembali terbentuk, Duke of Bolton dapat dipastikan bukan tertarik untuk beramah tamah dengannya, tetapi tidak sabar mengetahui perkembangan dana yang telah diinvestasikan.
Menuruti perintah pria itu, Daniel berkata, "Sir, saya rasa secangkir teh cukup untuk saya."
Tawa keras terdengar dari Duke of Bolton, bahu pria itu berguncang. "Astaga, Daniel, saya menawarkan kau minuman mahal, tetapi kau malah meminta secangkir teh."
Melangkah menuju sofa, Daniel menyeringai. "Saya ingin agar pikiran saya tetap jernih, terutama saat membicarakan bisnis."
Menarik tali bel, Charles Paulet menuangkan segelas brandi untuk dirinya, lalu berjalan mengikuti tamunya untuk duduk di salah satu sofa. "Duduklah, ceritakan perjalananmu."
Mengempaskan tubuh ke atas sofa empuk berwarna hitam, Daniel menjawab, "Amerika gersang seperti biasa, mereka membutuhkan pasokan senjata. Penduduk asli masih melawan kehadiran bangsa kita."
"Indian," balas Charles, "apa benar mereka dapat berdiri di atas kuda dan menembakkan panah saat binatang itu berlari?"
"Sir, Anda akan terkejut melihat banyak hal-hal unik di berbagai tempat," jawab Daniel tertawa kecil.
Seorang pelayan perempuan masuk setelah mengetuk pintu. "Sir, ada yang dapat saya bantu?"
Menunjuk ke arah Daniel, pria itu berujar, "Berikan teh dan beberapa potong roti lapis untuknya."
Membungkuk memberi hormat, gadis muda itu keluar lalu menutup pintu.
"Kulitmu jauh lebih hitam dibanding sebelumnya." Duke of Bolton memberikan tatapan mencela, "walau kau hanya seorang pedagang, tidak ada salahnya merawat diri."
Daniel tertawa, terlalu lama terkena sinar matahari dalam pelayaran selama berbulan-bulan memang membuat kulit putihnya telah berubah menjadi cokelat. Namun, pria itu tidak mempermasalahkannya. Pengalaman dan jalur bisnis yang berhasil dia bangun, memberikan kepuasan luar biasa kepadanya.
"Apa kau berniat pergi lagi?" tanya Charles meneguk minuman miliknya lalu mencecap lidah, memuji kualitas cairan yang tidak akan bisa dirasakan oleh masyarakat biasa.
"Tidak, terakhir kali saya pergi ke Amerika adalah untuk mencari mitra bisnis, dan saya telah mendapatkannya. Sekarang sudah waktunya saya beristirahat di Inggris."
"Dan berkeluarga," balas Duke of Bolton meletakkan gelas yang hampir kosong di atas meja, "sudah waktunya kau memiliki istri dan keturunan."
Tiba-tiba Daniel teringat akan perempuan angkuh yang berpapasan dengannya di lorong. "Apa Anda memiliki tamu? Tadi saya berpapasan dengan seorang gadis asing."
Memiringkan kepala, pria itu memberikan tatapan heran. "Gadis asing? Mungkin yang kau maksud putri dari Baron Arvie, almarhum istrinya merupakan sahabat dari Henrietta. Baron dan keluarganya berkunjung untuk mencari peluang bisnis."
"Peluang bisnis?" Mata hitam Daniel menunjukkan rasa tertarik. Memiliki banyak rekan bisnis tidak pernah berakibat buruk untuk keuangannya.
"Putra sulung Baron memutuskan bahwa sudah waktunya mereka memiliki penghasilan selain dari hasil sewa tanah dan Baron menyetujuinya." Charles menyelonjorkan kedua kaki ke atas meja lalu mengistirahatkan telapak tangan di atas perutnya.
"Apa kau berniat menginap? Saya dapat memperkenalkan kalian saat makan siang nanti."
Daniel tersenyum, pria itu tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan yang ada. "Terima kasih atas tawarannya. Saya memang membawa koper berisi pakaian. Akan saya minta kusir untuk menurunkannya."
Suara ketukan kembali terdengar, gadis muda yang sama masuk membawa piring berisi sarapan untuk tamu sang Duke.
Charles menurunkan kedua kaki, membiarkan pelayan itu meletakkan makanan juga teh pesanan Daniel di atas meja.
"Turunkan barang-barang Mister Wellington, taruh di kamar biasa," perintah pria itu kepada pelayan berpakaian biru tua dengan celemek putih yang diikat pada pinggang.
"Baik, Sir," jawab gadis muda itu berlalu membawa nampan.
Mengeluarkan dan menggigit cerutu dari saku baju, Charles meraih korek dari kantong celana lalu menyalakan api. "Makanlah, kita akan melanjutkan pembicaraan kita malam ini."
"Terima kasih," balas Daniel, meraih potongan pertama roti lapis yang berisi ham dan keju lalu mengunyahnya.
Pembaca yang baik hati, tolong tekan tanda bintang.^^
Daniel Wellington ada di media^^
Virginia ada di sampul ^^
15 September 2017
Benitobonita
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top